27 Desember 2012

Remaja Sasaran Sosialisasi HIV/AIDS di Kab Solok


Tanggapan Berita (28/12-2012) –"Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) selama tahun ini terdapat enam warga yang terserang HIV/AIDS yang tersebar di lima kecamatan di Kabupaten Solok." Ini pernyataan Bupati Solok, Prov Sumatera Barat, Syamsu Rahim, dalam berita “Enam Warga Solok Tertular HIV/AIDS” di   metrotvnews.com (16/12- 2012).

Pernyataan Pak Bupati ini menunjukkan pamahaman yang tidak akurat terhadap HIV/AIDS sebagai fakta medis. Sebagai virus, HIV tidak menyerang karena HIV tidak ada di alam bebas.

Dalam jumlah yang bisa ditularkan HIV hanya terhadap dalam tubuh pengidap HIV/AIDS di darah, air mani, cairan vagina dan air susu ibu (ASI). Penularan HIV terjadi jika salah satu cairan tsb. mengidap HIV/AIDS dan masuk ke tubuh orang lain, misalnya, melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, transfusi darah, jarum suntik, dan menyusui.

Disebutkan oleh bupati:  "Dari segi jumlahnya Solok masih di bawah, namun ke depannya akan tetap menjadi prioritas dalam upaya pencegahan menularnya virus mematikan tersebut."

Lagi-lagi Pak Bupati menyampaikan pernyataan yang ngawur. HIV dan AIDS atau HIV/AIDS tidak mematikan. Belum ada laporan kematian pengidap HIV/AIDS karena HIV atau AIDS.

Kematian pada pengidap HIV/AIDS terjadi di masa AIDS, yaitu masa yang terjadi pada rentang waktu antara 5-15 tahun setelah tertular HIV. Pada masa AIDS penyakit mudah menyerang pengidap HIV/AIDS. Penyakit-penyakit yang ada pada masa AIDS, disebut infeksi oportunistik, seperti diare dan TBC menyebabkan kematian pada pengidap HIV/AIDS.

Disebutkan bahwa pihaknya bertekad terus berupaya memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya dari virus yang belum ditemukan obatnya itu.

Yang diperlukan bukan informasi tentang HIV/AIDS, tapi langkah konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV.

Di bagian lain Pak Bupati mengatakan: "Kita sudah sama-sama mengetahui penularan virus berbahaya tersebut berasal dari hubungan seks bebas, dan narkotik obat berbahaya (narkoba), dan kita akan upayakan memberikan sosialisasi yang intensif kepada masyarakat."

Lagi-lagi informasi yang menyesatkan. Kalau ’seks bebas’ diartikan sebagai zina atau melacur, maka tidak ada kaitan langsung antara zina dan melacur dengan penularan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi kalau salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama (kondisi hubungan seksual) bukan karena zina atau melacur (sifat hubungan seksual).

Apakan Pak Bupati bisa menjamin tidak ada laki-laki dewasa penduduk Solok yang melacur tanpa kondom di Solok atau di luar Solok?

Kalau jawaban Pak Bupati mengatakan bisa, maka tidak ada yang perlu dirisaukan karena tidak ada penyebaran HIV dengan faktor risiko hubungan seksual.

Tapia, kalau jawaban Pak Bupati mengatakan tidak bisa, maka ada persoalan besar terkait penyebaran HIV di Solok yaitu dilakukan oleh laki-laki yang tertular HIV di masyarakat secara horizontal al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Pak Bupati dikabarkan mengimbaua agar orang tua di Solok  memberikan pemahaman kepada anaknya tentang bahaya virus HIV/AIDS tersebut, serta mengontrol pergaulan anak.

Ini merupakan penyangkalah terhadpa perilaku laki-laki dewasa. Yang terjadi di banyak daerah saat ini adalah kasus HIV/AIDS terdeteksi pada ibu rumah tangga. Ini terjadi karena suami yang mengidap HIV/AIDS. Istri-istri tertular HIV dari suami.

Maka, yang diperlukan sekarang adalah mengajak laki-laki dewasa agar tidak melacur tanpa kondom di Solok atau di luar Solok baik dengan pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di lokasi pelacurna, warung remang-reman, dll.) maupun dengan PSK tidak langsung (cewek kafe, cewek biliar, cewek pemijat, anak sekolah, mahasiswi, ibu-ibu, cewek panggilan, dll.).

Pak Bupati boleh-boleh saja menepuk dada sambil berujar lantang: Di Solok tidak ada pelacuran!

Dari satu sisi Pak Bupati benar. Tapi, dari sisi lain yang tidak ada adalah lokalisasi pelacuran ’remsi’ yang ditangani oleh dinas sosial. Sedangkan prakrek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Selama ada laki-laki dewasa penduduk Solok yang melacur tanpa kondom dengan PSK langsung atau PSK tidak langsung di Solok atau di luar Solok, maka selama itu pula penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Solok. Kelak akan bermuara pada ’ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.