Tanggapan Berita (17/12-2012) – “Wali Kota Bandung Dada
Rosada dalam kesempatan peringatan hari aids sedunia berharap pada 2013
HIV-AIDS sudah hilang dari Kota Bandung.” Ini lead pada berita “Dada Ingin 2013 HIV-AIDS
Hilang dari Bandung” di www.inilahkoran.com (12/12-2012).
Pernyataan Dada itu menunjukkan pemaham
yang tidak akurat terhadap penyebaran (epidemi) HIV/AIDS.
HIV/AIDS tidak kasat mata sehingga
tidak bisa dibasmi atau diberantas seperti layaknya sampah. Bahkan, sampah yang kasat mata pun tidak bisa dibersihkan dari Kota
Bandung.
Pertama, sebelum tahun 2013 ada penduduk Kota Bandung yang
mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi. Mereka ini menjadi mata rantai
penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di
dalam dan di luar nikah.
Kedua, penduduk Kota Bandung yang tertular HIV pada tahun 2013
tidak langsung terdeteksi sehingga mereka juga menjadi mata rantai penyebaran
HIV, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Ketiga, pada tahun 2013 kelak ada saja penduduk Kota Bandung
yang tertular HIV, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja
seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung di Kota Bandung atau di
luar Kota Bandung.
Dada berharap di 2013 Kota Bandung
bebas HIVAIDS. Namun
lanjutnya, kalau tidak bisa minimal berkurang.
Pertanyaan
untuk Dada: Apa program penanggulangan yang Anda canangkan untuk ‘membebaskan’
Kota Bandung dari HIV/AIDS atau mengurangi insiden infeksi HIV baru?
Jawabannya tentu saja: Tidak ada!
Dengan jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS
2.919 yang terdiri atas 1.469 HIV dan 1.450 AIDS (http://www.bandung.go.id/?fa=berita.detail&id=1986
– 12/12-2012), ini hanya yang terdeteksi. Sedangkan kasus yang tidak terdeteksi
menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS di Kota Bandung.
Kasus yang terdeteksi (2.919) hanyalah
bagian kecil dari kasus yang ada di masyarakat Kota Bandung karena epidemi HIV
erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi (2.919)
digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut,
sedangkan kasus yang tidak terdeteksi digambarkan sebagai bongkahan es di bawah
permukaan air laut.
Celakanya, Pemkot Bandung, dalam hal
ini KPA Kota Bandung, sama sekali tidak mempunyai program yang konkret untuk
mendeteksi HIV/AIDS di masyarakat secara sistematis.
Disebutkan lagi oleh Dada bahwa makin
bertambahnya jumlah penderita adalah salah satu dampak dari pergaulan dan
lingkungan.
Apakah kasus-kasus HIV/AIDS pada ibu
rumah tangga merupakan dampak dari pergaulan dan lingkungan?
Disebutkan pula: Maka dari itu pihanya
mengimbau kepada pelajar yang hadir dalam acara tersebut supaya bergaul dengan
orang baik.
Pernyataan ini mendorong masyarakat
melalukan stigma dan diskriminasi. Apakah ibu-ibu rumah tangga yang tertular
HIV dari suaminya orang-orang yang bergaul dengan orang yang tidak baik?
Selama Pemkot Bandung tidak mempunyai program penanggulangan yang konkret, maka
selama itu pula penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Kota Bandung yang
kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***[AIDS
Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.