Tanggapan Berita (24/12-2012) – ‘’Kami menjamin darah yang diambil
untuk didonorkan kepada pasien yang berasal dari PMI Karanganyar, semua sudah
bersih. Tidak ada satupun yang terkontaminasi penyakit apapun, apalagi AIDS.’’ Ini
pernyataan Sugiarto, Chief Executive Officer PMI Karanganyar, Jateng (Antisipasi AIDS, PMI Periksa Ketat Donor
Darah, www.suaramerdeka.com, 23/12-2012).
Pernyataan ini sesumbar karena
selama skirining darah donor di PMI dilakukan dengan rapid test atau reagent
ELISA, maka ada kemungkinan negatif palsu atau positif palsu.
Negatif palsu adalah hasil tes
yang menunjukkan nonreaktif, tapi tidak berarti darah bebas HIV karena bisa
saja darah tsb. diambil pada masa jendela (tertular di bawah tiga bulan). HIV
sudah ada di dalam darah tapi tidak terdeteksi. Tes HIV dengan rapid test dan
ELISA bukan mencari virus (HIV) di dalam darah, tapi mencari antibody HIV di
dalam darah. Antibody HIV ini baru bisa dideteksi oleh rapid test dan ELISA setelah
HIV ada di dalam tubuh tiga bulan (Lihat Gambar).
Sedangkan positif palsu adalah
hasil tes yang menunjukkan reaktif, tapi HIV tidak ada di dalam darah. Ini bisa terjadi karena rapid test dan
ELISA mendeteksi virus lain yang dianggapnya antibody HIV.
Nah, amatlah gegabah kalau kemudian Sugiarto menjamin darah yang
ditransfusikan bebas HIV/AIDS.
Lain halnya kalau PMI Karanganyar memakai PCR untuk mendeteksi HIV pada
setiap kantong darah donor. Tapi, perlu diingat harga tes ini sangat mahal
yaitu lebih dari Rp 1 juta. Jika ini dipakai tentulah ’harga’ darah di PMI
sangat mahal karena ditambah biaya kantong dan administrasi.
Berita ini menunjukkan wartawan tidak memahami HIV/AIDS secara akurat.
Karena wartawan yang menulis berita ini tidak melakukan check and re-check
dengan sumber lain barita ini pun menyesatkan, dalam jurnalistik disebut
misleading.
Tidak jelas langkah konkret apa yang dilakukan PMI Karanganyar untuk
mendeteksi HIV pada darah donor selain memakai rapid test dan ELISA.
Kalau saja PMI Karanganyar memakai paradigma baru dalam menyaring donor
tentulah keamanan darah lebih terjamin.
Salah satu pertanyaan dalam formulir (tidak jelas apakah hal ini masih ada
sekarang) adalah: Kapan Anda terakhir ke luar negeri?
Pertanyaan ini merupakan mitos (anggapan yang salah). Soalnya, selama ini
dikesankan HIV/AIDS berasal dari luar negeri.
Jemaah haji juga ke luar negeri, apakah kemudian mereka melakukan perilaku
berisiko di Arab Saudi?
Kalau saja PMI tidak memakai sudut pandang moral, maka pertanyaan dalam
formulir adalah: Kapan Anda terakhir melakukan hubungan seksual tanpa kondom,
di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan
yang sering berganti-ganti pasangan?
Kalau jawabannya di bawah tiga bulan, maka donor itu ditolak atau darahnya
tidak perlu diskirining karena akan menghasilkan negatif palsu atau positif
palsu.
Dikabarkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Karanganyar 136.
Disebutkan: ”70% di antaranya justru positif AIDS.”
Pernytaaan ini tidak jelas apakah disampaikan oleh Sugiarto atau penafsiran
wartawan. Yang jelas pernyataan ini menyesatkan karena yang positif adalah HIV,
sedangkan AIDS adalah kondisi ketika seseorang sudah tertular HIV secara
statistik antara 5-15 tahun.
Fakta tsb. menunjukkan penyebaran HIV/AIDS di Karanganyar sudah terjadi
antara tahun 1997 dan 2007 (Lihat Gambar).
Disebutkan pula: Termasuk di antaranya dua PNS yang sekarang terus dalam
pengawasan intensif, seorang ibu rumah tangga, bahkan seorang bayi yang
dilahirkan dari seorang ibu penderita AIDS.
Tidak ada ketentuan hukum yang membenarkan seorang pengidap atau penderita
HIV/AIDS diawasi secara intensif. Pengidap HIV/AIDS yang sudah masuk masa AIDS
ditangani kalau sudah ada infeksi oportunistik atau untuk memberikan obat
antiretroviral (ARV). Perlu diingat ARV tidak otomatis diberikan ketika
seseorang terdeteksi HIV, tapi diberikan jika CD4 (diketahui melalui tes darah)
ybs. sudah di bawah 350.
Disebutkan oleh Sugiarto:”Kami sudah melakukan pemeriksaan, ternyata para
penderita HIV/AIDS yang ada di Karanganyar, di antaranya menjadi pendonor
darah. Namun mereka tidak melakukan di Karanganyar, melainkan di daerah lain.
Kalau yang di PMI Karanganyar aman.’’
Hal itu perlu dipertanyakan standar operasi tes HIV yang dilakukan terhadap
penderita HIV/AIDS tsb. karena kalau tes HIV dilakukan dengan standar tes HIV
yang baku, maka mereka tidak akan pernah lagi melakukan perilaku berisiko,
termasuk mendoronorkan darah.
Selama PMI Karanganyar hanya memakai rapid test atau ELISA dalam skirining
darah donor, maka selama itu pula darah yang ditransfusikan tidak aman. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.