Tanggapan Berita (31/12-2012)
– “Sejauh ini kasus HIV dan AIDS di Kabupaten Bengkalis terus mengalami
peningkatan yang siginifikan. Sejak tahun 2009 lalu, adanya fasilitas pelayanan
Voluntary Counseling and Testing (VCT) atau test HIV di rumah sakit terus
bertambah.” Ini pernyataan Wakil Bupati Bengkalis, Prov Riau, Suayatno, dalam
berita “2012, 23 Warga Bengkalis Tewas Akibat HIV/AIDS” di www.riauterkini.com (27/12-2012).
Dikabarkan jumlah kasus kumulatif
HIV/AIDS di Kab Bengkalis mencapai 203 dengan 23 kematian.
Fasilitas pelayanan tes HIV adalah langkah penanggulangan di hilir. Artinya, Pemkab Bengkalis menunggu ada dulu penduduknya yang tertular HIV baru menjalani tes HIV di klinik VCT.
Temuan kasus HIV baru akan terus
terjadi dan menambah jumlah kasus sehingga angka laporan akan terus meningkat
karena pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan secara kumulatif. Kasus
lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga biar pun banyak pengidap
HIV/AIDS yang meninggal angka laporan tidak akan pernah turun.
Maka, yang diperlukan adalah
langkah yang konkret untuk menanggulangi penularan HIV di hulu, al. menurunkan
insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan pekerja
seks komersial (PSK).
Dalam berita disebutkan ada
seminar tentang “Penanggulangan Pekerja Seks Komersial (PSK) dan Pencegahan
Penyebaran HIV/AIDS”. Sayang, dalam berita tidak dijelaskan apa langkah yang
konkret dilakukan Pemkab Bengkalis untuk menanggulangi penyebaran HIV dari
laki-laki dewasa penduduk Kab Bengkalis ke PSK dan sebaliknya.
Upaya untuk menanggulangi PSK
melalui program rehabilitasi dan resosialisasi sudah dilakukan di era Orde
Baru, tapi hasilnya nol besar karena pelacuran adalah pilihan pekerjaan bagi
PSK. Selain itu program tsb. tidak jalan karena bersifat top-down (Lihat:
Dari 203 kasus HIV/AIDS ternyata
kasus terbanya terdeteksi pad perempuan yaitu 115 kasus, sedangkan laki-laki 88
kasus. Celakanya, banyak kasus pada perempuan terdeteksi pada PSK. Faktor
risiko adalah hubungan seksual yang tidak aman yang mencapai 90,4 persen.
Kondisi itu terjadi karena
perilaku laki-laki dewasa, al. suami, yang melacur dengan PSK tanpa kondom.
Kasus HIV/AIDS yang banyak terdeteksi pada PSK menjadi bumerang karena banyak
pula laki-laki yang berisik tertular HIV dari PSK. Pada gilirannya laki-laki
yang tertular HIV dari PSK akan menularkan HIV kepada pasangannya, seperti
istri, pacar, dll.
Menurut Suayatno: “Namun kendala yang dihadapi, keberadaan klinik tersebut belum berjalan secara optimal, hal ini disebabkan karena kurangnya kerjasama dari pengelola lokalisasi, tempat resiko tinggi terjadinya penularan HIV dan AIDS.”
Lagi-lagi pijakan yang dipakai
dalam menanggulangi HIV/AIDS adalah mitos (anggapan yang salah) yaitu menyasar
PSK.
Pertama, ada kemungkinan
yang menularkan HIV kepada PSK adalah laki-laki dewasa penduduk Kab Bengkalis
yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK. Dalam kehidupan sehari-hari
mereka bisa sebagai seorang suami.
Kedua, ada kemungkinan PSK
yang mengidap HIV tertular di luar Kab Bengkalis. Maka, laki-laki yang
melakukan hubungan seksual dengan PSK tanpa kondom berisiko tertular HIV. Dalam
kehidupan sehari-hari mereka bisa sebagai seorang suami.
Maka, laki-laki yang menularkan
HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK menjadi mata rantai
penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat, al. melalui hubungan seksual
tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Maka, yang diharapkan menjalani
tes HIV di klinik VCT bukan PSK, tapi laki-laki yang pernah atau sering
melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK.
Tapi, karena pemahaman terhadap
HIV/AIDS tidak komprehensif dan selalu berpijak pada moral, maka yang menjadi
sasaran selalu PSK. Padahal, kunci persoalan ada pada laki-laki ‘hidung
belang’.
Yang perlu dilakukan Pemkab
Bengkalis adalah menjalankan program yang konkret berupa intervensi berupa
kewajiban bagi laki-laki memakai kondom ketika melacur dengan PSK.
Tanpa program yang konkret, maka
ada laki-laki dewasa, dalam hal ini sebagian suami, menjadi jembatan penyebaran
HIV/AIDS dari masyarakat ke PSK dan sebaliknya. Kalau ini yang terjadi, maka
Pemkab Bengkalis tinggal menunggu waktu saja untuk ‘panen AIDS’. ***[AIDS
Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.