26 Desember 2012

Dispendik Situbondo Akan Berikan Sanksi kepada Pelajar yang Terdeteksi HIV/AIDS


Tanggapan Berita (26/12-2012) – "Tes darah itu akan dilakukan pada pelajar yang dicurigai dan sanksi pasti ada. Namun sekarang belum dilakukan tes darah. Kami masih akan melakukan koodinasi dengan KPA serta kepala sekolah." Ini pernyataan  Fathorrachman, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dispendik) Kab  Situbondo, Jawa Timur, dalam berita “Heboh Arisan Seks Pelajar Situbondo akan Berujung di Tes Darah” di news.liputan6.com  (12/12-2012).

Rupanya, Fathorrachman mendengar cerita tentang ’arisan seks’ beberapa pelajar SMA di Situbondo. Inilah alasan Dispendik Situbondo untuk segera menggelar tes darah bagi para pelajar SMA seusai ujian semester. Tes darah ini dimaksudkan untuk mengetahui siswa dan asal sekolah mereka yang menggelar ’arisan seks’.

Fathorrachman harus di-drill dengan memberikan pemahaman yang akurat tentang HIV/AIDS karena pernyataannya ini jelas merupakan salah satu langkah yang justru kontra produktif dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS secara nasional.

Ada beberapa hal yang tidak diketahui Fathorrachman terkait dengan HIV/AIDS secara akurat, yaitu:

Pertama, apa cara yang akan dilakukan oleh Fathorrachman untuk mencurigai pelajar yang ikut ’arisan seks’?

Kedua, tes wajib HIV adalah perbuatan melawan hukum dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).

Ketiga, tidak ada UU yang membenarkan pelajar yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS diberikan sanksi.

Keempat, apakah Fathorrachman bisa menjami bahwa tidak ada guru dan pegawai (PNS) di instansinya yang pernah melacur?

Kelima, tes HIV bisa menghasilkan negatif palsu (HIV sudah ada di dalam darah tapi tidak terdeteksi karena masa jendela-lihat gambar) dan positif palsu (HIV tidak ada di darah tapi hasil tes reaktif) sehingga merugikan pelajar yang dites.

Kita berharap KPA Situbondo tidak memakai pijakan moral dalam pembicaraan dengan Fathorrachman. Jika KPA Situbondo berpijak pada standar baku tes HIV, maka tidak ada manfaatnya melakukan tes kepada pelajar yang hanya karena kecurigaan ikut ’pesta seks’.

Dikabarkan rencana tes HIV itu disambut pelajar: "Setuju. Biar jelas ada tidaknya pelajar yang menggelar arisan seks," ujar Hamdan pelajar sebuah SMA.

Ini pelajar juga perlu ditatar agar pola pikirnya tidak dirasuki pikiran yang picik. Hamdan sudah ikut mendoorng stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) kepada pelajar hanya karena mereka sebagai peserta ‘arisan seks’.

Hubungan seksual adalah hak reproduksi yang merupakan penyaluran kebutuhan biologis. Persoalan akan muncul kalau dilihat dengan kaca mata moral. Maka, amatlah gegabah pendapat Ivan Prasetyo ini: tes darah itu perlu demi kebaikan para pelajar itu sendiri.

Kebaikan macam apa?

Apakah Ivan bisa memastikan pelajar yang akan tes HIV benar-benar yang ikut ’arisan seks’?

Apakah pelajar yang tidak ikut ‘arisan seks’ karena tidak dicurigai bisa dijamin oleh Ivan tidak pernah berzina atau melacur?

Staf KPA Situbondo dikabarkan menjadi intelejen ke lokalisasi pelacuran Bandhengan Situbondo dengan hasil ada pengakuan pekerja seks di sana bahwa ada sekelompok pelajar rutin menggelar pesta seks melalui ‘arisan’.

Pelajar-pelajar ini realistis. Mereka tentu tidak akan bisa membayar pekerja seks kalau hanya mengandalkan uang jajan. Maka, mereka pun arisan. Yang jadi persoalan adalah mereka menyalurkan kebutuhan biologis dengan cara yang tidak aman yaitu dilakukan dengan pekerja seks tanpa kondom.

Staf KPA itu tidak objektif karena hanya membicarakan perilaku pelajar.

Apakah laki-laki yang melacur di lokalisasi pelacuran Bandhengan Situbondo hanya pelajar?

Kita buktikan. Apakah kasus HIV/AIDS pada perempuan banyak terdeteksi pada pelajar putri?

Ternyata tidak karena kasus HIV/AIDS pada perempuan banyak terdeteksi pada ibu rumah tangga. Mereka tertular dari suami yang melacur tanpa kondom.

’Hari gini’, koq masih saja ada pejabat dan staf KPA yang berpikir mundur dalam menanggulangi HIV/AIDS. Pantaslah penyebaran HIV/AIDS tidak bisa ditanggulangi dengan cara-cara yang konkret. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]

1 komentar:

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.