Tanggapan Berita (27/12-2012) – “189 Orang Terjangkit HIV/AIDS.
Meningkat 54 Orang dari Tahun 2011” Ini judul berita di Harian ”Padang
Ekspres” (25/12-2012).
Judul berita ini menunjukkan pemahaman yang tidak akurat terhadap cara
pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia. Pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia
dilakukan secara kumulatif, artinya kasus lama ditambah kasus baru. Begitu
seterusnya sehingga angka laporan tidak akan pernah berkuarang atau turun biar
pun banyak pengidap HIV/AIDS yang meninggal.
Kasus-kasus baru yang terdeteksi Prov Sumatera Barat (Sumbar), pada tahun
2012 yaitu 189 bisa saja tertular sebelum tahun 2012 apalagi mereka terdeteksi
HIV pada masa AIDS. Itu artinya mereka sudah tertular HIV antara 5-15 tahun
sebelumnya.
Yang perlu dipersoalkan adalah insiden infeksi HIV baru, terutama pada
laki-laki dewsasa melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks
komersial (PSK).
Celakanya, Pemprov Sumbar akan sesumbar: Di daerah kami tidak ada
pelacuran.
Itu benar adanya. Tapi, tunggu dulu. Yang tidak ada adalah lokalisasi pelacuran,
sedangkan praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.
Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga membuktikan bahwa suami
mereka tertular HIV, al. karena melacur tanpa kondom. Bisa saja tertular di
Sumbar atau di luar Sumbar.
Disebutkan bahwa terungkapnya peningkatan pengidap virus mematikan ini
seiring dengan peningkatan penyuluhan dan pencarian kasus, serta bertambahnya
jumlah unit pelayanan yang menjalankan program HIV/AIDS.
Langkah di atas dalah penanggulangan di hilir. Artinya, ditunggu dulu ada
penduduk Sumbar yang tertular HIV baru diberikan penyuluhan agar mau tes HIV.
Disebutkan ’virus mematikan’. Ini salah karena belum ada kasus kematian
karena HIV atau AIDS. Kemaitan pada pengidap HIV/AIDS terjadi di masa AIDS,
setelah tertular antara 5-15 tahun, karena penyakit lain, disebut infeksi
oportunistik, seperti diare dan TBC.
Dikabarkan Dinas Kesehatan Sumbar sudah melakukan berbagai langkah
penanggulangan, al. survailans. Perlu diingat langkah ini juga di hilir. Yang
diperlukan adalah langkah penanggulangan di hulu agar insiden infeksi HIV baru
bisa diturunkan.
Kepala Dinas Kesehatan Sumbar, Rosnini Savitri, mengatakan: “Ada
kecenderungan peningkatan kasus HIV/AIDS antara 2 sampai 3 tahun ke depan. Kecenderungan peningkatan ini diprediksi
akan terus menunjukkan tren peningkatan sebagai dampak usaha penemuan kasus
yang terus ditingkatkan. Peningkatan penemuan kasus juga dibarengi dengan
upaya pencegahan, pemutusan mata rantai dan pengobatan penyakit tersebut.”
Yang disebutkan Rosmini adalah peningkatan atau pertambahan kasus HIV/AIDS
yang baru terdeteksi. Jika sampai pada masa AIDS orang-orang yang mengidap
HIV/AIDS akan terdeteksi karena mereka akan berobat ke puskesmas atau rumah
sakit dengan keluhan penyakit yang sulit disembuhkan.
Disebutkan oleh Rosmini bahwa program pencegahan penularan HIV/AIDS yang
dilakukan adalah universal precaution, penggunaan kondom pada
hubungan seks berisiko, penggunaan jarum suntik steril, komunikasi informasi
dan edukasi HIV AIDS pada kelompok pelajar, kelompok risiko tinggi dan
masyarakat umum.
Program di atas hanya ada di atas kertas karena tidak ada langkah konkret
yang sistematis di lapangan.
Misalnya, apa yang dilakukan Rosmini untuk menjalankan program penggunaan
kondom pada hubungan seksual berisiko?
Di Sumbar tidak ada lokalisasi pelacuran. Maka, apakah Rosmini bisa
mendeteksi setiap hubungan seksual yang berisiko di sembarang tempat dan
sembarang waktu di Sumbar?
Disebutkan pula oleh Rosmini: “Tingginya kasus HIV/AIDS di Sumbar
dikarenakan penggunaan jarum suntik.”
Ini tidak sepenuhnya tepat karena tidak bisa dibuktikan penularan HIV pada
penyalahguna narkoba terjadi melalui jarum suntik yang mereka pakai bergantian
karena ada di antara mereka yang sudah ngesek sebelum dan selama memakai
narkoba suntik.
Lagi pula pengguna narkoba suntik wajib tes HIV ketika mereka akan
menjalani rehabilitasi. Sedangkan laki-laki dan perempuan dewasa yang
perilakunya berisiko tertular HIV tidak ada mekanisme untuk memaksa mereka
menjalani tes HIV. Maka, penyebaran HIV pun terus terjadi.
Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan: “Saya berharap kepala daerah
juga memberikan perhatian yang serius untuk penanganan kasus HIV AIDS di
daerah masing-masing daerah.”
Sayang dalam berita tidak ada penjelasan tentang langkah konkret yang
dianjurkan gubernur untuk menanggulangi HIV/AIDS di daerahnya. ***[AIDS
Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.