26 Desember 2012

Di Sumatera Barat Penanggulangan HIV/AIDS di Hilir


Tanggapan Berita (27/12-2012) – “189 Orang Terjangkit HIV/AIDS. Meningkat 54 Orang dari Tahun 2011” Ini judul berita di Harian ”Padang Ekspres” (25/12-2012).

Judul berita ini menunjukkan pemahaman yang tidak akurat terhadap cara pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia. Pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan secara kumulatif, artinya kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka laporan tidak akan pernah berkuarang atau turun biar pun banyak pengidap HIV/AIDS yang meninggal.  

Kasus-kasus baru yang terdeteksi Prov Sumatera Barat (Sumbar), pada tahun 2012 yaitu 189 bisa saja tertular sebelum tahun 2012 apalagi mereka terdeteksi HIV pada masa AIDS. Itu artinya mereka sudah tertular HIV antara 5-15 tahun sebelumnya.

Yang perlu dipersoalkan adalah insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewsasa melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK).

Celakanya, Pemprov Sumbar akan sesumbar: Di daerah kami tidak ada pelacuran.

Itu benar adanya. Tapi, tunggu dulu. Yang tidak ada adalah lokalisasi pelacuran, sedangkan praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga membuktikan bahwa suami mereka tertular HIV, al. karena melacur tanpa kondom. Bisa saja tertular di Sumbar atau di luar Sumbar.

Disebutkan bahwa ter­ungkapnya peningkatan pengi­dap virus mematikan ini seiring dengan peningkatan penyuluhan dan pencarian kasus, serta ber­tambahnya jumlah unit pela­yanan yang menjalankan program HIV/AIDS.

Langkah di atas dalah penanggulangan di hilir. Artinya, ditunggu dulu ada penduduk Sumbar yang tertular HIV baru diberikan penyuluhan agar mau tes HIV.

Disebutkan ’virus mematikan’. Ini salah karena belum ada kasus kematian karena HIV atau AIDS. Kemaitan pada pengidap HIV/AIDS terjadi di masa AIDS, setelah tertular antara 5-15 tahun, karena penyakit lain, disebut infeksi oportunistik, seperti diare dan TBC.

Dikabarkan Dinas Kesehatan Sumbar sudah melakukan berbagai langkah penanggulangan, al. survailans. Perlu diingat langkah ini juga di hilir. Yang diperlukan adalah langkah penanggulangan di hulu agar insiden infeksi HIV baru bisa diturunkan.

Kepala Dinas Kese­ha­tan Sumbar, Rosnini Sa­vitri, mengatakan: “Ada kecenderungan pening­katan kasus HIV/AIDS antara 2 sampai 3 tahun ke depan. Kecen­derungan peningkatan ini di­pre­­diksi akan terus menun­jukkan tren peningkatan seba­gai dam­pak usaha penemuan kasus yang terus ditingkatkan. Peningkatan penemuan ka­sus juga di­bare­ngi dengan upaya pence­gahan, pe­mu­tusan mata rantai dan pengo­batan pe­nya­kit terse­but.”

Yang disebutkan Rosmini adalah peningkatan atau pertambahan kasus HIV/AIDS yang baru terdeteksi. Jika sampai pada masa AIDS orang-orang yang mengidap HIV/AIDS akan terdeteksi karena mereka akan berobat ke puskesmas atau rumah sakit dengan keluhan penyakit yang sulit disembuhkan.

Disebutkan oleh Rosmini bahwa program pencegahan penularan HIV/AIDS yang dilakukan adalah universal precaution, peng­gu­naan kondom pada hubungan seks be­risiko, penggunaan jarum suntik steril, komunikasi infor­masi dan edukasi HIV AIDS pada kelompok pelajar, kelompok risiko tinggi dan masyarakat umum.

Program di atas hanya ada di atas kertas karena tidak ada langkah konkret yang sistematis di lapangan.

Misalnya, apa yang dilakukan Rosmini untuk menjalankan program penggunaan kondom pada hubungan seksual berisiko?

Di Sumbar tidak ada lokalisasi pelacuran. Maka, apakah Rosmini bisa mendeteksi setiap hubungan seksual yang berisiko di sembarang tempat dan sembarang waktu di Sumbar?

Disebutkan pula oleh Rosmini: “Ting­ginya kasus HIV/AIDS di Sum­bar dikarenakan peng­gunaan jarum suntik.”

Ini tidak sepenuhnya tepat karena tidak bisa dibuktikan penularan HIV pada penyalahguna narkoba terjadi melalui jarum suntik yang mereka pakai bergantian karena ada di antara mereka yang sudah ngesek sebelum dan selama memakai narkoba suntik.

Lagi pula pengguna narkoba suntik wajib tes HIV ketika mereka akan menjalani rehabilitasi. Sedangkan laki-laki dan perempuan dewasa yang perilakunya berisiko tertular HIV tidak ada mekanisme untuk memaksa mereka menjalani tes HIV. Maka, penyebaran HIV pun terus terjadi.

Gubernur Sumbar Irwan Prayitno mengatakan: “Saya berharap kepala dae­rah juga memberikan perha­tian yang serius untuk pena­nganan kasus HIV AIDS di daerah masing-masing dae­rah.”

Sayang dalam berita tidak ada penjelasan tentang langkah konkret yang dianjurkan gubernur untuk menanggulangi HIV/AIDS di daerahnya. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.