19 November 2012

Tidak Semua PNS di Kab Karanganyar, Jawa Tengah, Harus Tes HIV


Tanggapan Berita (19/11-2012) – “Seluruh PNS Karanganyar Jalani Pemeriksaan HIV/AIDS” Ini judul berita di suaramerdeka.com (14/11-2012).

Judul berita itu menunjukkan wartawan atau redaktur yang menulis judul tsb. tidak memahami HIV/AIDS secara akurat karena tidak semua orang harus menjalani tes HIV.

Penduduk Karanganyar, asli atau pendatang, yang dianjurkan tes HIV adalah:

(1). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di wilayah Karanganyar, di luar Karanganyar atau di luar negeri.

(2)  Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti tanpa kondom di wilayah Karanganyar, di luar Karanganyar atau di luar negeri.

(3). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek cafe’, ’cewek pub’, ’cewek panti pijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG’, ’pelacur kelas tinggi’, ’call girl’, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai di wilayah Karanganyar, di luar Karanganyar atau di luar negeri.

(4). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan waria, terutama jika berperan sebagai ’perempuan’ (istilah di kalangan waria ditempong), di wilayah Karanganyar, di luar Karanganyar atau di luar negeri.

(5) Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom terkait dengan homoseksual, yaitu: gay (seks anal) di wilayah Karanganyar, di luar Karanganyar atau di luar negeri.

(6) Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom terkait dengan LSL (lelaki suka seks lelaki) melalui seks anal di wilayah Karanganyar, di luar Karanganyar atau di luar negeri.

Orang-orang di ataslah yang dianjurkan tes HIV karena perilaku mereka berisiko tertular HIV.

Agaknya, Pemkab Karanganyar bak kebakaran jenggot karena ada dua pegawai negeri sipil (PNS) di Pemkab Karanganyar yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS.

Dikabarkan Bupati Rina Iriani menginstruksikan seluruh PNS diharuskan mengikuti pemeriksaan urine dan darah.

Akan lebih arif kalau Rina menjalankan konseling kepada PNS agar mereka yang perilakunya berisiko menjalani tes HIV. Jika semua PNS tes HIV maka hal itu merupakan langkah yang tidak bijaksana karena menyamaratakan perilaku semua PNS.

Selain itu perlu pula diperhatikan jika tes massal tehadap PNS dilakukan dengan rapid test atau ELISA, maka ada risiko positif palsu (tes reaktif tapi di darah tidak ada antibody HIV) atau negatif palsu (tes nonreaktif tapi di darah ada antibody HIV).

Dua kemungkian itu bias fatal bagi PNS. Jika tes positif palsu maka ada konsekuensi secara birokrasi dan moral. Sedangkan jika hasil tes negatif palsu maka dampaknya sangat buruk karena ybs. dinyatakan tidak mengidap HIV/AIDS sehingga ybs. menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Ini pernyataan Rina: "Kalau melihat jumlahnya yang semakin banyak, saya sangat prihatin. Dari mana sebetulnya mereka terjangkit penyakit itu? Apakah dari Karanganyar sendiri atau dari luar yang kemudian dibawa dan menyebar ke warga Karanganyar?"

Tidak perlu mempersoalkan di mana dan dari mana dua PNS itu tertular HIV karena penyebaran HIV tidak mengenal batas (administratif) wilayah dan Negara. Penularan HIV, al. erat kaitannya dengan perilaku seksual orang per orang.

Ini pernyataan Rina: "Kami juga bekerja sama dengan tokoh agama, tokoh masyarakat, agar mengingatkan masyarakat jangan sampai berdekatan dengan tindakan yang menjadikan terjangkitnya HIV/AIDS. Penyadaran ini tugas bersama."

Pertanyaan untuk Rina: Apakah di Karanganya ada (praktek) pelacuran?

Rina boleh-boleh saja menjawab dengan membusungkan dada: Tidak ada!

Rina benar karena di Karanganyar tidak ada lokalisasi pelacuran.

Tapi, apakah Rina bisa menjadi bahwa tidak ada praktek pelacuran yang terjadi di rumah, kontrakan, kos-kosan, penginapan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang di Karanganyar?

Nah, kalau Rina tidak bisa menjamin, maka yang diperlukan bukan sekedar peran tokoh agama dan tokoh masyarakat, tapi program yang konkret berupa intervensi terhadap laki-laki agar tidak melacur atau memakai kondom jika melacur.

Ini juga pernyataan Rina: "Pokoknya saya ingin ada hasilnya, ada kejelasan berapa PNS yang sampai terkena HIV/AIDS. Jangan sampai mereka yang terkena tidak diketahui dan akhirnya malah semakin menyebar. Ini akan membuat prihatin semuanya." 

Hasil tes HIV terhadap semua PNS hanya menggambarkan kondisi saat darah diambil karena:

(a) Bisa saja setelah tes HIV ada PNS yang melakukan perilaku berisiko tertular HIV.

(b) Bisa saja ada PNS yang diambil darahnya untuk tes HIV pada masa jendela yaitu tertular HIV di bawah tiga bulan sehingga hasilnya bisa positif palsu atau negatif palsu.

(c) Tes HIV bukan vaksin. Artinya, biar pun hasil tes negatif tidak jaminan PSN tsb. akan bebas HIV sepanjang hidupnya.

Tentu saja Rina tidak akan bisa mengawasi perilaku PNS, terutama laki-laki, sehingga yang diperlukan adalah program yang konkret terkait dengan praktek pelacuran yaitu intervensi agar laki-laki memakai kondom jika melacur. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.