Tanggapan Berita (20/11-2012) –
“Kesadaran pekerja seks komersial (PSK) di Kota Solo, Jawa Tengah, untuk
memeriksakan kesehatan mereka secara rutin masih rendah. Padahal, itu penting
untuk mencegah penularan penyakit infeksi menular seksual (IMS).” Ini lead pada berita “Kesadaran PSK Periksa Kesehatan Masih Rendah” (m.mediaindonesia.com, 7/11-2012).
Lead berita itu
menunjukkan pola pikir lama yang selalu
menyalahkan PSK. Selain itu pradagima ini pun bias gender karena tidak melihat
fakta terkait dengan laki-laki ‘hidung belang’ yang menjadi pelanggan PSK.
Jika
memakai paradigma berpikir yang logis, justru kesadaran laki-laki ‘hidung
belang’ yang perlu ditingkatkan agar mereka selalu memakai kondom ketika
melacur.
Yang
perlu diingat adalah bahwa yang menularkan IMS dan HIV atau dua-duanya
sekaligus ke PSK justru laki-lak ‘hidung belang’ yang tidak memakai kondom
ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK.
Lalu,
ada pula laki-laki ‘hidung belang’ yang tertular IMS atau HIV/AIDS atau
dua-duanya sekaligus dari PSK.
Di
masyarakat laki-laki yang menularkan IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus
kepada PSK, dan laki-laki yang tertular IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus
dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat,
terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Ini
pernyataan Kepala Dinas Kesehatan Kota Solo, Siti Wahyuningsih: "Selama
ini kami yang selalu proaktif mendatangi mereka. Kalau tidak begitu, mereka
enggan memeriksakan diri."
Biar
pun PSK itu menjalani pengobatan IMS, tapi selama laki-laki ‘hidung belang’
tidak memakai kondom maka para PSK itu tetap saja akan tertular IMS lagi.
Dalam
kaitan ini diperlukan program konkret berupa intervensi terhadap laki-laki
‘hidung belang’ agar memakai kondom setiap kali sanggama dengan PSK. Program
ini hanya bias diterapkan jika pelacuran dilokalisir melaui regulasi.
Pemerintah Kota Solo atau Surakarta sudah meneberitakan peraturan walokota tentang HIV/AIDS yaitu Perda No 4A Tahun 2008 yang disahka tanggal 15/5-2012, tapi karena dirancang dengan pijakan moral maka yang ada dalam peraturan itu pun hanya sebatas mitos (Lihat: Peraturan Walikota Surakarta (Solo) tentang Penanggulangan HIV dan AIDS - http://www.aidsindonesia.com/2012/08/peraturan-walikota-surakarta-solo.html).
Menurut
Siti, pemeriksaan rutin seperti itu sangat penting. Apalagi jika PSK bersangkutan
masih aktif beroperasi. Pemeriksaan tersebut sekaligus merupakan langkah awal
untuk mencegah penyebaran penyakit IMS.
Agaknya,
Siti lupa kalau laki-laki yang menjadi pelanggan PSK tidak memakai kondom maka
penularan IMS dari pelanggan ke PSK akan terus terjadi.
Dikabarkan
IMS yang terdeteksi pada PSK adalah jamur, dan gonorrhea/GO (kencing nanah). Fakta
ini menunjukkan ada laki-laki ‘hidung belang’ penduduk Kota Solo yang mengidap
jamur dan GO yaitu yang menularkan kepada PSK dan yang tertular dari PSK.
Celakanya,
laki-laki ‘hidung belang’ yang menularkan IMS kepada PSK dan yang tertular IMS
dari PSK akan menularkan IMS kepada istri atau pasangan yang lain.
Selama
yang menjadi objek hanya PSK dan tidak ada langkah yang konkret untuk memaksa
laki-laki ‘hidung belang’ memakai kondom ketika melacur, maka selama itu pula
penyebaran IMS dan HIV/AIDS akan terus terjadi di Kota Solo karena PSK tetap
berisiko tertular IMS dari laki-laki ‘hidung belang’. Selanjutnya PSK pun
menularkan IMS kepada laki-laki ‘hidung belang’ yang lain. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.