Media Watch (27/11-2012) – Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Jayapura, Provinsi Papua, menerbitkan Peraturan Daerah
(Perda) No 20 Tahun 2003 yang disahkan tanggal 19 Desember 2003 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS. Perda ini menempati urutan ke-3
secara nasional dari 65 perda sejenis dan yang ke-3 pula di Prov Papua, setelah
Kab Nabire dan Kab Merauke.
Bagaimana
peranan perda ini dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kab Jayapura?
Perda
ini sama sekali tidak memberikan langkah yang konkret untuk menanggulangi
penyebaran HIV/AIDS di Kab Jayapura.
Tentang cara penularan HIV pun tidak
akurat. Di pasal 4 ayat a disebutkan: ”HIV dapat menular kepada orang lain
dengan cara Hubungan seksual yang tak terlindung”.
Penularan HIV melalui hubungan seksual,
heteroseksual dan homoseksual, di dalam dan di luar nikah hanya bisa terjadi
jika salah satu dari pasangan yang melakukan hubungan seksual mengidap HIV/AIDS
dan suami atau laki-laki tidak memakai kondom. Ini fakta.
Lalu, bagaimana mencegah penularan HIV
melalui hubunga seksual di dalam dan di luar nikah?
Di pasal 5 disebutkan: Penularan HIV hanya
dapat dicegah dengan cara:
1. Tidak melakukan kegiatan seksual;
2. Setia pada pasangan tetap;
3. Menggunakan kondom pada setiap
kontak seksual yang beresiko;
Cara pencegahan pada pasal 5 ayat 1 itu
adalah hal yang naif dan mustahil. Dorongan seksual adalah bagian dari
metabolisme kehidupan setiap manusia dan anugrah dari Tuhan.
Sedangkan cara pada pasal 5 ayat 2 juga
tidak tepat karena dalam pasangan setia, seperti suami istri, pun bisa terjadi
penularan HIV jika salah satu dari suami-istri mengidap HIV dan suami tidak
memakai kondom setiap kali sanggama.
Bahkan, laki-laki ’hidung belang’ pun
banyak yang mempunyai pasangan tetap di kalangan pekerja seks komersial (PSK).
Mereka ini setia kepada pasangannya.
Sedangkan cara pada pasal 5 ayat 3 juga
tidak akurat karena tidak batasannya tidak konkret. Pengeritan kontak seksual
yang berisiko dijabarkan pada pasal 1 ayat 12 disebutkan: Perilaku seksual
resiko tinggi adalah perilaku berganti-ganti pasangan seksual tanpa menggunakan
kondom.
Banyak laki-laki yang tidak
berganti-ganti pasangan, seperti yang mempunyai pelanggan tetap di kalangan PSK
atau laki-laki yang menjadikan PSK langsung dan PSK tidak langsung, seperti
cewek bar, sebagai istri (simpanan). Mereka ini tidak berganti-ganti pasangan.
Betapa naifnya cara berpikir yang
merancang perda ini karena untuk menyebutkan hubungan seksual atau sanggama
saja harus menghaluskan kata dengan memakai istilah ’kontak seksual’. Kata ini
denonatif karena tidak semua kontak alat seksual merupakan sanggama selama
penis tidak masuk ke dalam vagina.
Salah satu faktor risiko penyebaran HIV
adalah hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK. Persoalannya adalah kegiatan
pelacuran di Kab Jayapura tidak dilakukan berdasarkan regulasi sehingga program
penanggulangan tidak bisa dijalankan dengan efektif.
Dalam perda ini ada upaya
penanggulangan dengan program kondom, tapi tidak ada cara yang sistematis untuk
memantau pemakaian kondom pada laki-laki ketika melakukan hubungan seksual
dengan PSK.
Di pasal 7 ayat 1 disebuktan: PSK
wajib: a. PSK wanita mengharuskan pelanggannya menggunakan kondom pada saat
melakukan kontak seksual, c. Menolak melakukan hubungan seks dengan setiap
lelaki yang tidak mau menggunakan kondom.
Persoalannya adalah posisi tawar PSK
sangat rendah sehingga mereka tidak bisa memaksa laki-laki harus memakai kondom
ketika sanggama. Bahkan, laki-laki sering memakai tangan germo untuk memaksa
PSK meladeninya tanpa kondom.
Memang, di pasal 8 ayat e disebutkan:
Mucikari wajib memberikan perlindungan kepada PSK dan melaporkan pelanggan yang
memaksakan kehendaknya untuk melakukan kontak seksual tanpa menggunakan kondom.
Tapi, tidak ada mekanisme yang
sistematis untuk memantau tingkat penggunaan kondom pada laki-laki ketika
sanggama dengan PSK.
Di pasal 9 disebutkan: Setiap pelanggan
wajib menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual.
Tapi, lagi-lagi perda ini tidak
memberikan cara yang sistematis untuk memantau pemakaian kondom pada laki-laki
ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK.
Di pasal 7 disebutkan: PSK wajib: d.
Memeriksakan diri secara berkala terhadap penyakit IMS. e. Bila mengetahui
dirinya telah terinfeksi IMS atau HIV segera berobat danbertanggungjawab tidak menularkan
kepada orang lain.
Persoalannya adalah:
Pertama, yang menularkan IMS atau HIV
atau dua-duanya sekaligus kepada PSK adalah laki-laki pelanggan. Kemudian ada
pula laki-laki lain yang tertular IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus dari
PSK.
Laki-laki yang menularkan IMS atau HIV
atau dua-duanya sekaligus kepda PSK dan
laki-laki yang tertular IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus dari PSK menjadi
mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual
tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Dalam perda ini tidak ada intervensi
yang konkret untuk mencegah penularan HIV dari suami ke istri dan dari istri-ke-bayi
yang dikandungnya.
Kedua, pada rentang waktu ketika
seorang PSK tertular IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus sampai pada
pemeriksaan sudah banyak laki-laki yang berisiko tertular IMS atau HIV atau
dua-duanya sekaligus karena PSK yang mengidap IMS atua HIV atau dua-duanya
tidak menyadarinya. Celakanya, laki-laki yang sanggama dengan mereka pun tidak
memakai kondom. Penularan terjadi para rentang waktu antara tertular IMS dan
terdeteksi mengidap IMS (Lihat Gambar).
Sedangkan pendeteksian HIV/AIDS tidak
sama dengan IMS karena HIV baru terdeteksi secara akurat setelah masa jendela
yaitu setelah tertular lebih dari tiga bulan.
Maka, perda ini hanya bekerja di
awang-awang karena tidak ada mekanisme yang konkret dan sistematis dalam
penanggulangan HIV/AIDS. Jadi, tidak perlu terheran-heran kalau kemudian
insiden infeksi HIV baru terus terjadi di Kab Jayapura. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.