Tanggapan Berita (15/11-2012)
– “Dari 33 kasus AIDS di Banjarmasin pada 2011, tapi pada Juni 2012 meningkat
hingga 107 kasus.” Ini lead pada berita “Kasus AIDS di Banjarmasin Meningkat
Tiga Kali Lipat” (www.beritasatu.com, 14/11-2012).
Wartawan atau redaktur yang
menulis lead berita ini tidak memahami pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia.
Laporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif. Artinya,
kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka laporan kasus
HIV/AIDS tidak akan pernah berkurang atau turun biar pun banyak pengidapnya
meninggal.
Yang perlu dikembangkan dari data
itu bahwa dalam kurun waktu setehun terdeteksi 74 kasus HIV/AIDS baru. Tapi,
perlu diingat 74 kasus itu belum tentu tertular pada kurun waktu antara 2011
dan 2012 karena kalau ada kasus yang terdeteksi pada masa AIDS berarti sudah
tertular antara 5-15 tahun sebelumnya.
Disebutkan: “Kasus penularan
penyakit AIDS di wilayah Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel)
meningkat tiga kali lipat, sehingga sangat merisaukan banyak pihak.”
Yang merisaukan bukan pertambahan
kasus tapi Pemkot Banjarmasin tidak mempunyai program yang konkret untuk
mendeteksi HIV/AIDS secara sistematis. Selain itu tidak ada pula program
penanggulangan HIV/AIDS berupa intervensi yang konkret di hulu.
Biar pun Pemkot Banjarmasin sudah menerbitkan peraturan daerah (perda) penanggulangan HIV/AIDS, tapi perda itu ‘hanya macan’ kertas dengan pasal-pasat normatif yang jauh dari realitas HIV/AIDS (Lihat: Perda AIDS Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan - http://www.aidsindonesia.com/2012/11/perda-aids-kota-banjarmasin-kalimantan.html).
Menurut Kepala Dinas Kesehatan
Kota Banjarmasin, drg Diah R Praswasti: "Padahal dari seorang yang
tertular AIDS masih ada seratus orang yang tertular yang tidak diketahui."
“Rumus” jika ada 1 kasus
terdeteksi berarti ada 100 kasus yang tidak terdeteksi tidak bisa dipakai
secara ‘telanjang’ karena ‘rumus’ itu harus ada beberapa faktor yang
mempengaruhi, al. tingkat pelacuran tinggi, pemakaian kondom rendah, dll.
‘Rumus’ itu hanya untuk keperluan epidemiologis, misalnya, merancang program,
menyediakan obat-obatan, dll.
Memang, penyebaran HIV/AIDS erat
kaitannya dengan fenomena gunung es, tapi tidak ada rumus baku yang bisa menentukan jumlah kasus yang
tidak terdeteksi berdasakan kasus yang terdeteksi. Kasus yang terdeteksi (107)
digambarkan sebagai puncak gunung es yang menyebul ke atas permukaan air laut,
sedangkan kasus yang tidak terdeteksi digambarkan sebagai bongkahan gunung es
yang ada di bawah permukaan air laut.
Disebutkan oleh Diah, saat ini
Dinkes bersama Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) setempat dan instansi lainnya
telah melakukan berbagai kegiatan menangkal kian merebaknya penyakit tersebut.
Pertanyaannya: Apa langkah
konkret yang dilakukan oleh Dinkes Banjarmasin dan KPA Banjarmasin untuk
menanggulangi penyebaran HIV/AIDS?
Sayang, dalam berita tidak ada
penjelasan tentang program konkret yang dilakukan Pemkot Banjarmasih, dalam hal
ini Dinkes Kota Banjarmasin dan KPA Kota Banjarmasin, untuk menurunkan insiden
infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan
pekerja seks komersial (PSK).
Langkah yang dimaksud Diah adalah: “Salah satunya adalah dibentuknya klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) di Puskesmas Pekauman Kecamatan Banjarmasin Selatan Kota Banjarmasin.”
Langkah yang dimaksud Diah adalah: “Salah satunya adalah dibentuknya klinik Infeksi Menular Seksual (IMS) di Puskesmas Pekauman Kecamatan Banjarmasin Selatan Kota Banjarmasin.”
Klinik itu adalah program di
hilir. Artinya, Dinkes Banjarmasin menunggu dulu ada penduduk yang tertular IMS
baru diobati di puskesmas.
Sekali lagi yang diperlukan
adalah penanggulangan di hulu sebagai upaya untuk menurunkan insiden infeksi
HIV baru. Jika Pemkot Banjarmasin tidak mempunyai program yang konkret, maka
selama itu pula insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi.
Laki-laki yang tertular IMS atau
HIV atau dua-duanya sekaligus akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di
masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar
nikah. Kalau ini yang terjadi, maka Pemkot Banjarmasin tinggal menunggu waktu saja untuk
menghadapi ‘ledakan AIDS”. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W.
Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.