Tanggapan Berita (30/11-2012) – “
…. perkembangan AIDS di Jateng selalu meningkat tiap tahun.” Ini dikatakan oleh
Kepala BP3AKB Sri Kusuma Astuti tentang kasus HIV/AIDS di Prov Jawa Tengah
(Jateng) dalam berita “Jumlah Penderita
HIV Meningkat Tiap Tahun” di suaramerdeka.com (25/11-2012).
Agaknya,
Sri Kusuma tidak memahami pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia. Kasus HIV/AIDS
di Indonesia dilaporkan secara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah kasus
baru. Begitu seterusnya. Maka, biar pun banyak pengidap atau penderita HIV/AIDS
yang meninggal angka laporan kasus HIV/AIDS tidak akan pernah turun.
Yang
perlu dipersoalkan adalah: Apakah ada perilaku penduduk yang berisiko tertular
HIV sehingga terjadi insiden infeksi HIV baru?
Kunci
jawaban adalah: Apakah ada pelacuran di Jateng?
Tentu
saja Sri Kusuma akan membusungkan dada dan mengatakan: Tidak ada!
Itu
memang benar. Tapi, tunggu dulu. Yang tidak ada
adalah lokalisasi pelacuran, sedangkan praktek pelacuran terjadi di sembarang
tempat dan sembarang waktu.
Tahun 2010 kasus HIV tercatat
373 dan 501 AIDS. Pada 2011 755 HIV dan 521 AIDS. Sampai Juni 2012 tercatat 276
HIV dan 387 AIDS. Total kumulatif HIV/AIDS di Jateng sejak 1993 hingga Juni
2012 terdapat 5.301. Kasus terdeteksi pada pekerja swasta (20,26%), ibu rumah
tangga (18,3%) dan sisanya karyawan, PSK, anak, napi maupun PNS.
Kasus-kasus yang dilaporkan itu
adalah yang terdeteksi. Epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es.
Kasus yang terdeteksi (5.301) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul
ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat
digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat
Gambar).
Ini pernyataan Sri Kusuma: "Perempuan
yang sudah tertular HIV lebih rentan masuk ke fase AIDS karena beban keluarga.
Selain harus merawat diri sendiri, ia juga harus merawat suami dan anaknya."
Pernyataan itu bersifat opini
karena tidak ada fakta yang mendukungnya.
Disebutkan: Untuk itu perlu
kesadaran masyarakat dan komitmen dari berbagai pihak untuk menyelematkan
perempuan dan anak dari kematian karena HIV dan AIDS.
Pertanyaannya: Apa langkah
Pemprov Jateng untuk menyelamatkan perempuan dan anak agar tidak tertular HIV?
Tentu saja tidak ada. Lihat
saja Perwali AIDS Surakarta (http://www.aidsindonesia.com/2012/08/peraturan-walikota-surakarta-solo.html),
Perda AIDS Prov Jateng (http://www.aidsindonesia.com/2012/08/perda-aids-provinsi-jawa-tengah.html),
Perda AIDS Kab Semarang (http://www.aidsindonesia.com/2012/09/perda-aids-kab-semarang-prov-jawa-tengah.html),
dan Perda AIDS Kab Batang (http://www.aidsindonesia.com/2012/09/perda-aids-kabupaten-batang-prov-jawa.html)
sama sekali tidak memberikan langkah yang konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS.
Disebutkan oleh Sri Kusuma: "Saya
minta jauhi narkoba yang menggunakan jarum suntik. Suntak suntik suntak suntik
itulah yang membikin HIV AIDS. Dan pasangan yang
gonta ganti, tidak boleh yang seperti itu."
Busyet. Pasien yang menjalani
operasi (bedah) memakai narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) sebagai
obat anestesi.
Risiko penularan HIV melalui
penyalahgunaan narkoba bisa terjadi kalau narkoba disuntikkan dengan memakai
jarum secara bersama-sama dengan bergantian.
Soal ganti-ganti pasangan,
banyak laki-laki ’hidung belang’ yang tidak ganti-ganti pasangan jika melacur.
Mereka mempunyai ’pasangan tetap’ di kalangan pekerja seks.
Pernyataan yang dijadikan
berita ini sama sekali tidak memberikan pencerahan kepada masyarakat. Tidak ada
informasi yang akurat tentang cara penularan dan pencegahan.
Maka, tidaklah mengherankan
kalau kelak Pemprov Jateng terpaksa menghadapi ’ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.