21 November 2012

Meningkat, Temuan Kasus HIV/AIDS di Prov NTB


Tanggapan Berita (22/11-2012) - “Meningkatnya temuan pengidap HIV Aids bukan berarti gagalnya sosialisasi, namun karena masyarakat sadar dan mau memeriksa kesehatannya.” Ini pernyataan dr Wenny, Komisi Penanggulangan AIDS NTB, dalam berita ”Temuan HIV Aids di NTB Meningkat” di  www.pulausumbawanews.com ().

Pernyataan ini benar, tapi persoalannya adalah: Apakah dengan peningkatan temuan HIV/AIDS dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk memerikakan diri terkait dengan HIV/AIDS juga menurunkan insiden infeksi HIV baru?

Insiden infeksi HIV baru yang ditularkan oleh orang-orang terdeteksi mengidap HIV/AIDS memang bisa ditekan karena orang-orang yang terdeteksi HIV/AIDS sudah berjanji akan menghentikan penularan HIV mulai dari dirinya.

Tapi, apakah insiden penularan HIV baru pada orang-orang yang tidak terdeteksi mengidap HIV/AIDS juga akan turun atau berhenti?

Tentu saja tidak karena perilaku berisiko tertular HIV, terutama pada laki-laki dewasa, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti dan dengan yang sering berganti-ganti pasangan terus terjadi.

Perilaku berisiko tsb. al., hubungan seksual antara laki-laki dewasa dengan pekerja seks komersial (PSK) langsung langsung (PSK di jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek cafe’, ’cewek pub’, ’cewek panti pijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG’, ’pelacur kelas tinggi’, ’call girl’, dll.) di wilayah NTB atau di luar NTB.

Celakanya, tidak ada program yang konkret berupa intervensi terhadap laki-laki yang melacur dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung. Program yang konkret adalah ’wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki yang melacur.

Mungkin dr Wenny berujar: Di NTB tidak ada pelacuran.

Pernyataan dr Wenny itu benar adanya. Tapi, apakah dr Wenny bisa menjamin di NTB tidak ada praktek pelacuran?

Kalau jawabannya BISA, maka hubungan seks tidak menjadi faktor risiko penyebaran HIV/AIDS di NTB.

Tapi, kalau jawabannya TIDAK BISA, maka ada persoalan besar yaitu penyebaran HIV/AIDS dengan faktor risiko hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah.

Disebutkan:  Jumlah temuan pengidap HIV/AIDS di wilayah NTB meningkat seiring dengan terbukanya masyarakat untuk melakukan pengecekan kesehatan.

Sayang, dalam berita tidak ada angka yang menunjukkan jumlah kasus HIV/AIDS di NTB.

Kasus kumulatif HIV/AIDS di Prov NTB sampai 30 Juni 2012 seperti dilaporkan oleh Kemenkes RI adalah 750 yang terdiri tas 489 HIV dan 261 AIDS. Jumlah ini menempatkan NTB pada peringkat ke-19 dari 33 provinsi di Indonesia.

Disebutkan pula: Dengan keterbukaan masyarakat yang bersedia memeriksa dirinya ke klinik maupun ke rumah sakit untuk memastikan apakah drinya mengidap penyakit yang belum ditemukan obat untuk penyembuhannya. Hal ini menunjukkan kemajuan, sehingga bisa menanggulangi penyebaran Aids di tengah masyarakat.

Perlu diingat bahwa tidak semua orang harus memeriksaan diri terkait dengan HIV/AIDS.

Yang dianjurkan memeriksakan diri untuk selanjutnya menjalani tes HIV setelah konseling, adalah penduduk NTB, asli atau pendarang, yaitu:

(a). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di NTB, di luar NTB atau di luar negeri.

(b)  Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti tanpa kondom di NTB, di luar NTB atau di luar negeri.

(c). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek cafe’, ’cewek pub’, ’cewek panti pijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG’, ’pelacur kelas tinggi’, ’call girl’, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai di NTB, di luar NTB atau di luar negeri.

(d). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom terkait dengan homseksual, yaitu: gay (seks anal) di NTB, di luar NTB atau di luar negeri.

(e) Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom terkait dengan LSL (lelaki suka seks lelaki) melalui seks anal di NTB, di luar NTB atau di luar negeri.

Persoalannya adalah materi penyuluhan HIV/AIDS selama ini dibalut dengan moral sehingga fakta tidak pernah sampai ke masyarakat. Bahkan, dalam Perda AIDS NTB pun sama sekali tidak ada pasal yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV (Lihat: Menyorot Kinerja Perda AIDS NTB* - http://www.aidsindonesia.com/2012/11/menyorot-kinerja-perda-aids-ntb.html).

Selama Pemprov NTB tidak mempunyai program yang konkret, maka selama itu pula penyebaran HIV/AIDS akan terjadi di NTB yang kelak akan bermuara pada ‘panen AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.