Tanggapan Berita (22/11-2012) - “Meningkatnya
temuan pengidap HIV Aids bukan berarti gagalnya sosialisasi, namun karena
masyarakat sadar dan mau memeriksa kesehatannya.” Ini pernyataan dr Wenny, Komisi Penanggulangan AIDS NTB, dalam berita ”Temuan HIV Aids di NTB Meningkat” di www.pulausumbawanews.com (9/11-2012).
Pernyataan
ini benar, tapi persoalannya adalah: Apakah dengan peningkatan temuan HIV/AIDS
dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk memerikakan diri terkait dengan
HIV/AIDS juga menurunkan insiden infeksi HIV baru?
Insiden
infeksi HIV baru yang ditularkan oleh orang-orang terdeteksi mengidap HIV/AIDS
memang bisa ditekan karena orang-orang yang terdeteksi HIV/AIDS sudah berjanji
akan menghentikan penularan HIV mulai dari dirinya.
Tapi,
apakah insiden penularan HIV baru pada orang-orang yang tidak terdeteksi
mengidap HIV/AIDS juga akan turun atau berhenti?
Tentu
saja tidak karena perilaku berisiko tertular HIV, terutama pada laki-laki
dewasa, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah,
dengan pasangan yang berganti-ganti dan dengan yang sering berganti-ganti
pasangan terus terjadi.
Perilaku
berisiko tsb. al., hubungan seksual antara laki-laki dewasa dengan pekerja seks
komersial (PSK) langsung langsung (PSK di
jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi
pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung
(’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek cafe’, ’cewek pub’, ’cewek
panti pijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG’, ’pelacur kelas tinggi’, ’call
girl’, dll.) di wilayah NTB atau di luar NTB.
Celakanya, tidak ada program
yang konkret berupa intervensi terhadap laki-laki yang melacur dengan PSK
langsung dan PSK tidak langsung. Program yang konkret adalah ’wajib kondom 100
persen’ bagi laki-laki yang melacur.
Mungkin dr Wenny berujar: Di
NTB tidak ada pelacuran.
Pernyataan dr Wenny itu benar
adanya. Tapi, apakah dr Wenny bisa menjamin di NTB tidak ada praktek pelacuran?
Kalau jawabannya BISA, maka
hubungan seks tidak menjadi faktor risiko penyebaran HIV/AIDS di NTB.
Tapi, kalau jawabannya TIDAK
BISA, maka ada persoalan besar yaitu penyebaran HIV/AIDS dengan faktor risiko
hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah.
Disebutkan: Jumlah temuan
pengidap HIV/AIDS di wilayah NTB meningkat seiring dengan terbukanya masyarakat
untuk melakukan pengecekan kesehatan.
Sayang, dalam berita tidak ada
angka yang menunjukkan jumlah kasus HIV/AIDS di NTB.
Kasus kumulatif HIV/AIDS di
Prov NTB sampai 30 Juni 2012 seperti dilaporkan oleh Kemenkes RI adalah 750
yang terdiri tas 489
HIV dan 261 AIDS. Jumlah ini menempatkan NTB pada peringkat ke-19 dari 33 provinsi di Indonesia.
Disebutkan
pula: Dengan keterbukaan masyarakat yang bersedia memeriksa dirinya ke klinik
maupun ke rumah sakit untuk memastikan apakah drinya mengidap penyakit yang
belum ditemukan obat untuk penyembuhannya. Hal ini menunjukkan kemajuan,
sehingga bisa menanggulangi penyebaran Aids di tengah masyarakat.
Perlu
diingat bahwa tidak semua orang harus memeriksaan diri terkait dengan HIV/AIDS.
Yang
dianjurkan memeriksakan diri untuk selanjutnya menjalani tes HIV setelah
konseling, adalah penduduk NTB, asli atau pendarang, yaitu:
(a). Laki-laki dewasa yang
pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di
luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di NTB, di luar NTB atau di
luar negeri.
(b) Perempuan dewasa yang pernah atau sering
melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang
berganti-ganti tanpa kondom di NTB, di luar NTB atau di luar negeri.
(c). Laki-laki dewasa yang
pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di
luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks
komersial (PSK) langsung (PSK di jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti
pijat, lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel
berbintang) dan PSK tidak langsung (’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’,
’cewek cafe’, ’cewek pub’, ’cewek panti pijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG’,
’pelacur kelas tinggi’, ’call girl’, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai
di NTB, di luar NTB atau di luar negeri.
(d). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa
kondom terkait dengan homseksual, yaitu: gay (seks anal) di NTB, di luar NTB atau di luar negeri.
(e) Laki-laki dewasa yang
pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom terkait dengan LSL
(lelaki suka seks lelaki) melalui seks anal di NTB, di luar NTB atau di luar negeri.
Persoalannya
adalah materi penyuluhan HIV/AIDS selama ini dibalut dengan moral sehingga
fakta tidak pernah sampai ke masyarakat. Bahkan, dalam Perda AIDS NTB pun sama
sekali tidak ada pasal yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV (Lihat: Menyorot
Kinerja Perda AIDS NTB* - http://www.aidsindonesia.com/2012/11/menyorot-kinerja-perda-aids-ntb.html).
Selama
Pemprov NTB tidak mempunyai program yang konkret, maka selama itu pula
penyebaran HIV/AIDS akan terjadi di NTB yang kelak akan bermuara pada ‘panen
AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.