25 November 2012

HIV/AIDS di Prov Papua: Antara “Pergaulan Bebas” Pemuda dan Laki-laki Dewasa yang Melacur Tanpa Kondom


Tanggapan Berita (26/11-2012) – “Ketua KPA Provinsi Papua Constant Karma menilai, resiko yang diakibatkan dari adanya pergaulan bebas di kalangan pemuda saat ini merupakan pintu masuk yang paling gampang bagi HIV/AIDS, karena itu semua pihak harus bertanggung jawab untuk memberikan informasi yang baik dan benar tentang HIV/AIDS.” Ini lead pada berita “Pergaulan Bebas Merupakan Pintu Masuk HIV/AIDS” di tabloidjubi.com (22/11-2012).

‘Pergaulan bebas’ di kalangan remaja yang merupakan jargon  moral menggambarkan hubungan seksual pranikah antara sesama remaja. Sebagian besar remaja yang melakukan ’pergaulan bebas’ antar mereka dalam keadaan perjaka dan perawan.

Pertanyaannya: Dari mana HIV/AIDS ada pada remaja yang melakukan ’pergaulan bebas’ dalam kondisi awal perjaka dan perawan?

Lagi pula data menunjukkan kasus HIV/AIDS pada perempuan justru banyak terdeteksi pada ibu rumah tangga bukan pada remaja putri. Ini artinya yang menyebarkan HIV/AIDS adalah laki-laki dewasa, dalam hal ini suami.

Jika ada di antara remaja yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks komersial (PSK) dan kemudian tertular HIV mereka ini sudah ada pada terminal terakhir karena mereka tidak mempunyai pasangan tetap, al. istri, sehingga tidak ada lagi yang akan menjadi korban penularan.

Celakanya, Pemprov Papua, dalam hal ini KPA Prov Papua dan KPA di berbagai kabupaten dan kota sama sekali tidak mempunyai program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK.

Dengan kasus kumulatif HIV/AIDS 12.618 di Prov Papua tentulah diperlukan langkah yang konkret tidak hanya sekedar menyebar jargon moral. Kasus HIV/AIDS pada rentang usia 25-49 tahun tercatat 7.365 atau 58,4 persen.

Disebutkan pula: “HIV/AIDS adalah masalah bangsa tapi juga HIV/AIDS adalah masalah kita semua, karena itu kita semua dituntut untuk bertanggung jawab agar gunung es ini dapat mencair menyatu dengan air laut.”

Yang diharapkan terjadi bukan pencairan gunung es yang ada di bawah permukaan air laut, yaitu kasus-kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi di masyarakat, tapi kasus-kasus itu mencuat atau terdeteksi.

Sayangnya, tidak ada langkah konkret untuk mendeteksi kasus HIV/AIDS yang sistematis di masyarakat. Dalam Perda AIDS Prov Papua pun tidak ada pasal yang realistis sebagai cara untuk menanggulangi HIV/AIDS (Lihat: Perda AIDS Prov Papua: Tidak Ada Lokalisasi Pelacuran (di Papua) - http://www.aidsindonesia.com/2012/08/dalam-perda-aids-prov-papua-tidak-ada.html).

Ini jargon moral penanggulangan HIV/AIDS di Prov Papua:  Kitorang (kita) semua harus bertanggungjawab, sebab kalau kitorang (kita) tra (tidak) bertanggungjawab dan tra (tidak) peduli dengan hal ini, maka malapetaka besar akan menimpa kita.”

Laki-laki dewasa yang melacur di lokasi-lokasi pelacuran, penginapan, losmen dan hotel banyak yang tidak mau memakai kondom. Tanpa langkah konkret penyebaran HIV/AIDS di Prov Papua akan terus terjadi. Tinggal menunggu waktu saja untuk ’panen AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.