02 November 2012

Dinkes Kota Balikpapan, Kaltim, Kesulitan Mencegah Penularan HIV/AIDS



Tanggapan Berita (3/11-2012) – ”Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, drg Dyah Muryani, menyebutkan pihaknya kesulitan mencegah penularan virus HIV/AIDS secara teknis di Balikpapan. Karena, penderitanya tidak hanya laki-laki.” Ini lead di berita “Balikpapan Kesulitan Cegah Penularan HIV/AIDS” (republika.co.id, 2/11-2012).

Mengapa kesulitan mencegah penularan HIV kalau pengidapnya tidak hanya laki-laki?

Inilah jawaban drg Dyah: "Karena, alat pencegah yang murah itu hanya kondom yang dipakai laki-laki. Sementara, penderitanya tidak hanya laki-laki dan tidak bisa kita awasi aktivitas seksualnya."

Pertanyaan untuk drg Dyah: Siapa perempuan yang Anda maksud?

Kalau yang Anda maksud “penderitanya tidak hanya laki-laki” adalah pekerja seks komersial (PSK), maka amatlah naif mengatakan bahwa sulit untuk mencegah penularan HIV hanya karena pengidap HIV/AIDS juga ada di kalangan PSK.

Pertama, ada kemungkinan yang menularkan HIV kepada “penderitanya tidak hanya laki-laki” (baca: PSK) justru laki-laki penduduk Kota Balikpapan dan pendatang yang melakukan hubungan seksual dengan PSK tanpa kondom. Laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK itu dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami. Maka, tidaklah mengherankan kelau kemudian ada ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS.

Kedua, ada kemungkinan “penderitanya tidak hanya laki-laki” (baca: PSK) yang ‘beroperasi’ di Kota Balikpapan sudah mengidap HIV/AIDS ketika mulai ‘praktek’ di Kota Balikpapan. Maka, laki-laki dewasa penduduk Kota Balikpapan yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK berisiko tertular HIV. Laki-laki yang tertular HIV dari PSK dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami. Maka, tidaklah mengherankan kelau kemudian ada ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS.

Dikabarkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Balikpapan dilaporkan 575. ”Ada empat bayi yang dilahirkan sudah terinfeksi. Ada pula tiga jabang bayi dari tiga orang ibu yang sedang hamil.” (tempo.co, 1/11-2012).

Dalam berita tidak jelas siapa “penderitanya tidak hanya laki-laki” tsb.? Nah, kalau yang dimaksud adalah PSK maka apakah Pemkot Balikpapan meregulasi kegiatan pelacuran?

Yang menjadi kunci adalah laki-laki. Biar pun “penderitanya tidak hanya laki-laki”, tapi selama laki-laki selalu memakai kondom jika melakukan hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS “penderitanya tidak hanya laki-laki”, maka risiko penularan HIV bisa ditekan sampai nol persen.

Maka, tidak ada alasan untuk mengatakan “kesulitan mencegah penularan virus HIV/AIDS secara teknis”. Kesulitan muncul adalah karena praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu mulai di lokasi pelacuran, rumah, kos-kosan, penginapan, losmen, hotel melati sampai hotel berbintang.

Disebutkan: “Seks bebas memang masih menjadi penyebab utama penularan virus HIV ….”
Apa yang dimaksud dengan seks bebas?

Kalau yang dimaksud dengan ‘seks bebas’ dalam berita ini adalah pelacuran, maka pernyataan tsb. tidak akurat karena penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi bukan karena sifat hubungan seksual (zina, melacur, jajan, seks bebas, selingkuh, seks anal, dll.), tapi karena kondisi hubungan seksual (salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama).

Ada lagi pernyataan: “Kemudian ibu yang menurunkan HIV kepada bayinya melalui air susu.”

Pernyataan ini tidak jelas apakah kesimpulan wartawan atau kutipan dari narasumber. Yang jelas pernyataan tsb. ngawur karena HIV bukan diturunkan tapi ditularkan. Penularan HIV secara vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya bisa terjadi saat dalam kandungan, pada saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Penularan dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya bisa dilakukan sampai dengan risiko nol persen. Celakanya, tidak ada langkah yang konkret dan sistematis di Kota Balikpapan dan Prov Kaltim untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil. Bahkan, dalam Perda AIDS Prov Kaltim pun tidak ada pasal yang menukik ke upaya penanggulangan HIV/AIDS secara konkret (Lihat: Perda AIDS Prov Kalimantan Timur - http://www.aidsindonesia.com/2012/11/perda-aids-prov-kalimantan-timur.html).  

Selama praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat di Kota Balikpapan, maka selama itu pula penyebaran HIV, terutama melalui laki-laki dewasa, akan terus terjadi. Soalnya, tidak ada program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks.

Akibatnya, insiden infeksi HIV baru terus terjadi pada laki-laki dewasa yang kelak bermuara pada ibu-ibu rumah tangga dan berakhir pada bayi yang mereka lahirkan. Semua akan berhenti pada ‘ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.