02 November 2012

Di Lebak, Banten, Kasus HIV/AIDS Baru Terus Terdeteksi



Tanggapan Berita (3/11-2012) - “Kasus HIV/AIDS  di Kabupaten Lebak hingga 2012 mengalami peningkatan  mencapai 117 orang. Padahal sebelumnya jumlah kasus HIV/AIDS di Lebak hanyak 88 kasus.” Ini lead dalam berita “Kasus HIV/AIDS di Lebak Meningkat” (www.suarapembaruan.com, 31/10-2012).

Pernyaaan pada lead berita di atas menunjukkan pemahaman wartawan yang tidak baik terkait dengan cara pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia.

Pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehngga angka laporan kasus HIV/AIDS tidak akan pernah berkurang atau turun, bahkan jika terjadi kematian pada pengidap HIV/AIDS pun angka tetap tidak akan turun.

Jika disimak dari pernyataan pada lead berita itu, maka yang terjadi adalah di tahun 2012 terdeteksi 29 kasus HIV/AIDS baru.

Yang perlu kembangkan wartawan adalah: (a) bagaimana 29 kasus tsb. terdeteksi, (b) pada kalangan mana kasus tsb. terdeteksi, (c) apa pekerjaan mereka, (d) berapa usia mereka, (e) bagaimana status perkawinan mereka, dst.

Kalau saja wartawan menyimak keterangan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Lebak, H Maman Sukirman,  tentang 28 kematian tentulah berita akan lebih bagus. Artinya, 28 penduduk Lebak ini ketika meninggal sudah pada masa AIDS, yaitu mereka sudah tertular HIV antara 5-15 tahun sebelum meninggal.

Pada rentang waktu itu mereka sudah menularkan HIV kepada orang lain tanpa mereka sadari. Kalau yang meninggal itu suami tentulah ada risiko penularan kepada istrinya. Jika istrinya tertular maka ada pula risiko penularan kepada bayi yang dikandungnya kelak.

Sayang, wartawan tidak mengembangkan data terkait dengan 28 kematian itu. Selain itu wartawan juga tidak menyebutkan penyakit penyebab kematian 28 pengidap HIV/AIDS itu.

Disebutkan oleh Maman,  29 kasus baru HIV/AIDS  itu al. terdeteksi pada ibu rumah tangga, wanita pekerja sek komersil (PSK), dan ironisnya laki-laki masih di bawah umur.  

Dalam berita tidak dijelaskan apakah suami dari ibu-ibu rumah tangga yang terdeteksi HIV itu sudah menjalani tes HIV atau belum. Soalnya, kalau suami-suami itu tidak menjalani tes HIV maka mereka akan terus menyebarkan HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Disebutkan ada pula kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada PSK. Ini menunukkan di Kab Lebak ada pratek pelacuran biar pun tidak ada lokasi atau lokalisasi pelacuran. HIV/AIDS pada PSK terkait dengan dua kemungkinan, yaitu:

Pertama, HIV/AIDS pada PSK itu ditularkan oleh laki-laki dewasa penduduk Kab Lebak. Laki-laki ini dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami.

Kedua, PSK yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS tertular di luar Kab. Lebak. Laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK berisiko tertular HIV. Laki-laki ini dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami.

Di masyarakat, laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Terkiat dengan “ironisnya laki-laki masih di bawah umur” juga tidak ada penjelasan. Mengapa disebut ironis? Bagaimana anak itu tertular HIV? Berapa umurnya?

Masih menurut Maman, kasus HIV/AIDS terdeteksi pada pasien yang berobat ke RSUD Dr Adjidarmo. Ini menunjukkan pengidap HIV/AIDS itu sudah masuk masa AIDS sehingga mereka menderita penyakit, disebut infeksi oportunistik, seperti diare dan TBC yang sulit sembuh karena mereka sudah tertular HIV. Itulah sebabnya mereka berobat ke rumah sakit. 

Data di Klinik VCT ‘Seroja’, RSUD dr Adjidarmo, Rangkasbitung, menunjukkan sebagian besar kasus HIV/AIDS di Kab Lebak terdeteksi pada keluarga, yaitu ayah, ibu dan anak-anak. Mereka terdeteksi karena salah satu anggota keluarga sakit dan dirawat di rumah sakit dengan penyakit yang terakit HIV/AIDS. Misalnya, ayah dirawat dengan penyakit TBC. Dokter menganjurkan tes HIV. Ternyata hasilnya positif. Kemudian istri dan anak-anak pun dianjurkan tes.

Suami-suami yang menularkan HIV kepada istri di keluarga umumnya bekerja di kota-kota besar di Jawa Barat dan Jakarta. Seperti yang disampaikan seorang perempuan pada “Orientasi Penulisan Berita HIV/AIDS untuk Wartawan Lebak” (Ruang Asda IV Pemkab Lebak, Rangkasbitung, 28/12-2011). Perempuan itu menjalani tes HIV ketika suaminya dirawat di rumah sakit. Hasilya positif. Sedangkan anaknya negatif.

Di Kab Lebak, Banten, misalnya, dikabarkan seorang siswa kelas dua sekolah dasar (SD) dibawa ke RSUD dr Adjidarmo, Rangkasbitung, Lebak, Banten (25/4) dengan gejala gizi buruk. Tapi, setelah diperiksa oleh dokter ternyata anak tsb. terdeteksi mengidap HIV/AIDS (Siswa SD Terdeteksi Idap HIV/AIDS, Harian ”Radar Banten”, 4/5-2012).

Penyebaran HIV/AIDS melalui orang tua ke anak terus terjadi. Tapi, langkah konkret untuk memutus mata rantai penyebaran HIV dari suami ke istri dan dari ibu-ke-anak yang dikandungnya tidak ada. Bahkan, Perda AIDS Prov Banten pun tidak memberikan langkah konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS (Lihat: Perda AIDS Provinsi Banten - http://www.aidsindonesia.com/2012/10/perda-aids-provinsi-banten.html).

Karena tidak ada program yang konkret yang memutus mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan PSK maka penyebaran HIV/AIDS di Prov Banten terus terjadi. Kasus-kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada bayi dan ibu rumah tangga menunjukkan suami mereka melakukan perilaku berisiko tertular HIV, al. melacur tanpa kondom. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.