23 November 2012

Di Kota Medan Laki-laki ’Hidung Belang’ Mendorong Penyebaran HIV/AIDS


Tanggapan Berita (24/11-2012) – ”Medan diancam penyakit HIV/AIDS”. Ini judul berita di waspada.co.id  (23/11-2012).

HIV adalah virus yang dalam jumlah yang dapat ditularkan hanya terdapat dalam darah, air mani, cairan vagina dan air susu ibu (ASI) orang-orang yang mengidap HIV/AIDS. Maka, HIV tidak bisa mengancam karena virus ini tidak bisa keluar dari cairan-cairan tsb.

Yang mengancam (penduduk) Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), adalah perilaku sebagian penduduk yaitu laki-laki dan perempuan dewasa yang perilakunya berisiko tertular dan menularkan HIV/AIDS. Mereka itu adalah yang perilakunya berisiko, yaitu:

(1). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di Kota Medan, di luar Kota Medan atau di luar negeri.

(2)  Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti tanpa kondom di Kota Medan, di luar Kota Medan atau di luar negeri.

(3). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek cafe’, ’cewek pub’, ’cewek panti pijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG’, ’pelacur kelas tinggi’, ’call girl’, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai di Kota Medan, di luar Kota Medan atau di luar negeri.

(4). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom terkait dengan homseksual, yaitu: gay (seks anal) di Kota Medan, di luar Kota Medan atau di luar negeri.

(5) Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom terkait dengan LSL (lelaki suka seks lelaki) melalui seks anal di Kota Medan, di luar Kota Medan atau di luar negeri (Lihat: Laki-laki Suka (Seks) Laki-laki (LSL) dalam Epidemi AIDS di Indonesia - http://www.aidsindonesia.com/2012/11/laki-laki-suka-seks-laki-laki-lsl-dalam.html). 

Celakanya, dalam Perda AIDS Kota Medan tidak ada langkah yang konkret untuk menanggulangi lima ’pintu masuk’ HIV/AIDS di atas (Lihat: Perda AIDS Kota Medan - http://www.aidsindonesia.com/2012/11/laki-laki-suka-seks-laki-laki-lsl-dalam.html).

Disebutkan oleh Kepala Seksi Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kota Medan, Poucut, bahwa kasus  HIV/AIDS di kota Medan terus mengalami kenaikan dari tahun ketahun. Meningkatnya kasus  HIV/AIDS disebabkan hubungan heteroseksual.

Tahun 2008  kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Medan 296, tahun 2009 meningkat menjadi 340, tahun 2010 menjadi 540 kasus, di tahun 2011 sebanyak 583, dan tahun 2012 hingga Oktober mencapai 600.

Agaknya, Poucut lupa kalau pelaporan kasus HIV/AIDS di Indnesia dilakukan secara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka laporan kasus akan terus naik atau bertambah biar pun banyak pengidap atau penderita HIV/AIDS yang meninggal.

Yang terjadi di Kota Medan adalah dari tahun ke tahun jumlah kasus baru yang terdeteksi terus bertambah. Tapi, tidak berarti penularan pada kasus yang terdeteksi di tahun 2011 terjadi pada tahun itu. Bisa saja penularan HIV pada kasus-kasus yang terdeteksi pada tahun 2011 tertular jauh sebelum tahun 2011.

Disebutkan: Meningkatnya kasus  HIV/AIDS disebabkan hubungan heteroseksual.

Pernyataan ini tidak akurat karena heteroseksual adalah orientasi seks yaitu laki-laki yang tertarik kepada perempuan atau sebeliknya. Penyebab penularan HIV bukan karena hubungan heteroseksual (orientasi seks), tapi karena salah satu dari pasangan tsb. mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama (kondisi hubungan seksual).

Disebutkan bahwa ancaman kasus HIV/AIDS di Kota Medan memang sangat tinggi dikarenakan Kota Medan di kelilingi negara efidemi, mobilitas tinggi, faktor risiko dan industri seks, penggunaan kondom yang sangat rendah.

Pernyataan yang menyebutkan ’dikarenakan Kota Medan di kelilingi negara efidemi’ merupakan penyangkalan dan tidak akurat. Soalnya, daerah atau negara lain juga akan mengatakan bahwa mereka terancam HIV/AIDS karena berbatasan dengan Kota Medan.

Yang benar adalah pemakaian kondom yang sangat rendah pada hubungan seksual berisiko yaitu pada perilaku 1-5 di atas.

Apa yang dilakukan Pemko Medan melalui Dinkes Kota Medan untuk mengatasi faktor-faktor pendorong penyebaran HIV/AIDS di Kota Medan?

Disebutkan untuk mencegah kasus HIV/AIDS di Kota Medan, Dinkes Kota Medan telah melakukan berbagai cara, al. pencegahan melalui transmisi seks,  dan pencegahan penularan dari ibu ke anak.

Pertanyaannya: Apa langkah konkret yang dilakukan Dinkes Kota Medan dalam pencegahan HIV melaui transmissi seksual?

Dalam berita tidak dijelaskan. Begitu juga dalam Perda AIDS Kota Medan sama sekali tidak ada langkah konkret untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS melalui transmissi seks, terutama pada perilaku berisiko 1-5. Maka, kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu rumah tangga akan terus terjadi.

Pertanyaan lain: Apa langkah konkret yang dilakukan Dinkes Kota Medan dalam pencegahan penularan dari ibu ke anak?

Tentu saja tidak ada. Maka, tidaklah mengerankan kalau kemudian kasus HIV/AIDS terdeteksi pada bayi.

Karena tidak ada langkah yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di Kota Medan, maka Pemko Medan tinggal menunggu waktu saja untuk ’panen AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.