Tanggapan Berita (29/11-2012) - ”Dan
pertama, yang menjadi entri poin dalam kampanye nasional adalah hilangkan
stigma dan diskriminasi, dalam hal ini korban HIV dan AIDS.” Ini penyataan
Misran Lubis, Direktur Eksternal Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA)
Medan, pada workshop ”Lindungi Perempuan dan Anak dari HIV dan AIDS” di
Pematangsiantar, Sumut (Workshop
HIV/AIDS, Hilangkan Stigma Negatif, www.kabarindonesia.com,
26/11-2012).
Stigma
(cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap Odha (Orang dengan
HIV/AIDS) terjadi di hilir. Artinya, orang tertular HIV
dulu kemudian terdeteksi baru terjadi stigma dan diskriminasi.
Yang diperlukan adalah penanggulangan di
hulu. Artinya, menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki
melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK).
Disebutkan: Sebelum workshop dibuka
secara resmi, peserta melihat pemutaran cuplikan singkat tentang kondisi masyarakat
Papua yang banyak terkena HIV dan AIDS.
Dikhawatirkan tidak ada penjelasan yang
komprehensif tentang: (a) mengapa banyak kasus HIV/AIDS terdeteksi di Papua?,
(b) bagaimana kasus-kasus HIV/AIDS di Papua terdeteksi?, dan (c) apa faktor
risiko penyebaran HIV/AIDS di Papua?
Jika jawaban dari tiga pertanyaan tsb.
tidak disampaikan sebagai penjeladan tentang film itu, maka peserta akan
mendapat informasi yang menyesatkan tentang HIV/AIDS di Papua.
Disebutkan oleh Rasjidin Harahap, KPA
Simalungun, data korban yang terkena HIV dan AIDS tiap tahunnya semakin
bertambah. Sampai bulan Juli 2012 di Kabupaten Simalungun terdeteksi 104
kasus, di Kota Pematang Siantar berjumlah 134.
Agaknya, Rasjidin lupa kalau pelaporan
kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan secara kumulatif. Artinya, kasus lama
ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka laporan kasus HIV/AIDS
tidak akan pernah turun atau berkurang biar pun pengidap HIV/AIDS banyak yang
meninggal.
Disebutkan pula bahwa yang terpenting diwujudkan adalah ada peningkatan pemahaman bersama dalam upaya menyelamatkan perempuan dan anak dari HIV.
Pertanyaannya: Apa langkah atau program yang konkret di Kab Simalungun dan Kota Pematangsiantar untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak dari risiko tertular HIV?
Tentu saja tidak ada karena semua hanya jargon-jargon moral yang menjadi retorika belaka.
Maka, tidaklah mengherankan kalau kelak di Kab Simalungun dan Kota Pematangsiantar kian banyak penduduk yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Disebutkan pula bahwa yang terpenting diwujudkan adalah ada peningkatan pemahaman bersama dalam upaya menyelamatkan perempuan dan anak dari HIV.
Pertanyaannya: Apa langkah atau program yang konkret di Kab Simalungun dan Kota Pematangsiantar untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak dari risiko tertular HIV?
Tentu saja tidak ada karena semua hanya jargon-jargon moral yang menjadi retorika belaka.
Maka, tidaklah mengherankan kalau kelak di Kab Simalungun dan Kota Pematangsiantar kian banyak penduduk yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.