Tanggapan Berita (7/11-2012) – ”Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencatat sekitar 30 persen dari 566 kasus
kasus HIV/AIDS di Babel, telah mengarah pada ibu rumah tangga dan anak yang
tidak berdosa.” Ini lead di berita “Kasus HIV mulai menyasar ibu dan
anak” (ANTARA News, 21/10-2012).
Ada
fakta yang justru luput dari pernyataan pada lead berita di atas yaitu suami
yang menularkan HIV kepada ibu rumah tangga.
HIV/AIDS
pada ibu rumah tangga bukan karena virus tsb. berubah arah, tapi karena
perilaku suami mereka yaitu, al. melacur (hubungan seksual dengan perempuan
lain, seperti pekerja seks komersial/PSK, selingkuhan, dll.) tanpa kondom.
Selain
itu tidak ada kaitan langsung antara yang tidak berdosa dengan penularan HIV
karena penularan HIV, al. melalui hubungan seksual, bukan karena sifat hubungan
seksual (dosa yaitu zina, melacur, dll.), tapi karena kondisi hubungan seksual
(salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki atau suami tidak memakai kondom
setiap kali sanggama).
Pertanyaannya
adalah: Apakah Pemprov Bangka Belitung (Babel) bisa menjamin tidak ada
laki-laki dewasa penduduk Babel yang melacur tanpa kondom di Babel atau di luar
Babel?
Kalau
jawaannya bisa, maka tidak ada risiko penyebaran HIV dengan faktor risiko
hubungan seksual.
Tapi,
kalau jawabannya tidak bisa, maka Babel menghadapi penyebaran HIV dengan faktor
risiko hubungan seksual.
Persoalannya
adalah praktek pelacuran di Babel terjadi di sembarang tempat dan sembarang
waktu sehingga program penanggulangan, al. pemakaian kondom pada laki-laki, tidak bisa dijalankan dengan efektif.
Pengelola Program Komisi
Penanggulangan Aids (KPA) Babel, Pari Pusta, mengatakan: "Untuk mengatasi
hal tersebut, dibutuhkan adanya peran serta pemerintah dan masyarakat dalam
mensosialisasikan tentang bahaya penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) untuk meredam perkembangan kasus
tersebut."
Kalau hanya sosialisasi hal itu
sudah dilakukan sejak awal epdiemi. Yang perlu dilakukan adalah langkah konkret
yaitu menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui
hubungan seksual dengan PSK.
Dikabarkan bahwa pemerintah juga
harus meperhatikan masyarakat yang terjangkit HIV/AIDS tersebut dengan
mengupayakan pengobatan secara rutin agar tetap bisa bertahan seperti halnya
masyarakat normal lainnya.
Langkah ini merupakan program di
hilir. Artinya, Pemprov Babel menunggu dulu ada penduduk yang terdeteksi HIV
baru ditangani, al. melalui pengobatan.
Parni berharap masyarakat yang
terjangkit HIV itu terutama para ibu rumah tangga dan anak-anak sudah
terjangkit agar tetap menjaga kesehatan tubuhnya untuk bisa bertahan.
Pertanyaan untuk Parni: Apa
langkah konkret KPA Babel untuk mendeteksi HIV/AIDS pdaa ibu rumah tangga?
Sayang, dalam berita tidak ada
penjelasan tentang cara yang konkret dilakukan KPA Babel untuk mendeteksi
HV/AIDS pada ibu rumah tangga
Dikabarkan bahwa KPA Babel
berharap kepada masyarakat yang terjangkit HIV untuk tidak menyebarluaskan
penyakit itu secara sengaja agar tidak menyebar dan meresahkan masyarakat di
daerah itu.
Pernyataan KPA Babel ini justru
mendorong stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap
orang-orang yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS karena ada kesan mereka
berpotensi menyebarkan HIV/AIDS.
Padahal, sebelum tes HIV mereka
sudah berjanji pada dirinya sendiri akan menghentikan penyebaran HIV mulai dari
dirinya.
Disebuktan pula oleh Parni: "Terutama
yang paling berpotensi menyebarkan virus tersebut adalah hubungan intim tanpa
menggunakan alat kontrasepsi."
Tidak semua ‘hubungan intim’,
maksudnya hubungan seksual, berisiko terjadi penularan HIV. Risiko penularan
HIV melalui ‘hibungan intim’ hanya terjadi pada hubungan seksual yang berisiko,
yaitu yang dilakukan dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang
sering berganti-ganti pasangan.
Pernyataan Parni itu juga
menyesatkan karena tidak semua alat kontrasepi (alat untuk mencegah kehamilan
atau alat KB) bisa mencegah penularan HIV. Yang bisa mencegah penularan HIV
hanya kondom.
Dalam
berita ini sama sekali tidak ada pembahasan terkait dengan perilaku suami. Parni
sebagai petugas KPA dan wartawan ternyata mengabaikan faktor utama yang
mendorong penyebaran HIV yaitu laki-laki dewasa, terkait dengan fakta yang
disampaikan dalam berita ini adalah laki-laki desawa atau suami. Berita ini
bias gender. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful
W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.