Tanggapan Berita (28/11-2012) – “Pelajar Aceh Diminta Waspadai HIV/AIDS”
Ini judul berita di beritasore.com (26/11-2012).
Sayang,
dalam berita tidak ada data tentang jumlah pelajar di Aceh yang terdeteksi
mengidap HIV/AIDS. Data yang ada hanya data dari Komisi Penanggulangan
AIDS Kota Banda Aceh yang menyebutkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Provinsi Aceh
mencapai 150, delapan di antaranya di Kota Banda Aceh.
Lalu, untuk apa pelajar diminta
waspada? Ini alasannya: Pemerintah Kota Banda Aceh meminta pelajar untuk
mewaspadai dan berperan aktif mensosialisasikan pencegahan virus HIV/AIDS yang
masih menjadi ancaman di wilayah paling ujung barat Sumatera itu.
Kepada siapa mereka sosialisasikan
pencegahan HIV/AIDS?
Ternyata sasarannya adalah: Program ini
untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan komprehensif tentang HIV dan AIDS
dikalangan remaja berusia 15 hingga 24 tahun agar mereka dapat menjaga diri dan
terhindar dari virus tersebut.
Disebutkan bahwa: “Peran pelajar sangat
penting dan efektif dalam upaya mencegah penularan virus mematikan itu, mereka
kita ajak untuk mengkampanyekan program Aku Bangga Aku Tahu.”
Pertama, HIV/AIDS bukan virus yang
mematikan karena belum ada laporan kasus kematian pada pengidap HIV/AIDS karena
HIV atau AIDS.
Kedua, materi yang ada dalam ”Aku
Bangga Aku Tahu” (ABAT) sama sekali tidak akurat. Bahkan,
program itu mendorong stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perbedaan
perlakuan).
Lihat saja pernyataan yang ada dalam
”ABAT” ini: Apakah Pengidap HIV Bisa Dibedakan dengan Orang Normal?
Pernyataan ini mengesankan bahwa pengidap
HIV orang tidak normal (Lihat:
Menurut Wakil Walikota Banda Aceh, Hj
Illiza Sa’aduddin Djamal: “Pelajar terutama di Kota Banda Aceh harus ikut serta
dalam mensosialisasikan bahaya HIV/AIDS, apalagi setiap tahun jumlah penderita
HIV/AIDS terus meningkat.”
Yang penting justru remaja diberitahu
cara mencegah penularan HIV yang konkret karena mereka sendiri berada pada masa
dorongan hasrat seksual yang tinggi.
Karena pelaporan kasus HIV/AIDS di
Indonesia dilakukan secara kumulatif, artinya kasus lama ditambah kasus baru
maka jumlah kasus atau penderita HIV/AIDS akan terus meningkat biar pun banyak
pengidap HIV/AIDS yang meninggal.
Disebutkan: “Penularan virus HIV/AIDS
di Aceh dan seluruh dunia mayoritas melalui hubungan seksual dan penggunaan
narkotika serta jarum suntik.”
Lalu, apa langkah Pemkot Banda Aceh
untuk mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual?
Penanggulangan yang penting justru ada
pada laki-laki dewasa karena ada di antara mereka yang perilakunya berisiko
tertular HIV, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di
luar nikah di Aceh atau di luar Aceh.
Karena tidak ada langkah yang konkret
untuk menanggulangi HIV/AIDS, maka insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi
yang kelak bermuara pada ’ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful
W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.