Tanggapan Berita (21/12-2012) -
"Melalui biro jodoh ini para PSK akan dibekali surat
keterangan mengenai kondisi kesehatan, misalnya surat bebas penyakit HIV/AIDS." Ini
pernyataan Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Endang Suwarsih, seperti yang
diberitakan kompas.com melalui “Rehabilitasi Sosial. Pemkab Madiun Buka
Biro Jodoh untuk PSK” (20/11-2012).
Di
lokalisasi Wisma Harapan Gude di KecJiwan, Kab Madiun, ada 123 PSK berusia
belia.
Dikabarkan
bahwa Pemerintah Kab Madiun, berencana mendirikan biro jodoh khusus untuk para
pekerja seks komersial (PSK). Tujuannya, memfasilitasi pekerja seks yang insyaf
dan ingin menjalani kehidupan normal di tengah masyarakat.
Terkait
dengan “surat
bebas penyakit HIV/AIDS” menunjukkan pemahaman yang tidak akurat terhadap
HIV/AIDS.
Pertama, ‘surat bebas penyakit HIV/AIDS’ hanya berlaku
sesaat yaitu ketika darah diambil untuk tes HIV. Soalnya, bisa saja setelah darah
diambil ybs. tertular HIV. PSK, misalnya, setelah darah diambil ada di antara
mereka yang meladeni laki-laki untuk melacur. Jika dilakukan tanpa kondom maka
ada risiko tertular HIV.
Kedua, jika tes HIV dilakukan
dengan rapid test atau ELISA, maka ada masa jendela (tertular di bawah tiga
bulan) yang akan menghasilkan positif palsu (HIV tidak ada di dalam darah tapi
hasil tes reaktif) atau negatif palsu (HIV sudah ada di dalam darah tapi tidak
terdeteksi karena belum ada antibody HIV).
Ketiga, tes HIV dan ‘surat bebas penyakit
HIV/AIDS’ bukan vaksin yang bisa melindungi ybs. dari risiko tertular HIV.
Apa,
sih, yang dimaksud dengan “kehidupan normal di tengah masyarakat”?
Apakah
maling, pencopet, penipu, koruptor, dll. Kehidupan mereka normal di tengah
masyarakat?
Pernyataan
“kehidupan normal di tengah masyarakat” adalah jargon moral. Menjadi PSK adalah
pilihan bagi mereka sehingga hal itu normal dalam kehidupan mereka.
Lagi
pula, program resosialisasi dan rehabilitas pelacuran yang sudah dijalankan selama
rezim Orba tidak ada hasilnya karena program itu hanya top-down (Lihat: Menyingkap (Kegagalan) Resosialisasi dan
Rehabilitasi Pelacur(an) - http://www.aidsindonesia.com/2012/08/menyingkap-kegagalan-resosialisasi-dan.html).
Disebutkan
bahwa pembukaan biro jodoh khusus bagi PSK ini hanya bagian kecil dari program
pengentasan PSK dan penutupan lokalisasi Wisma Harapan Gude di Kecamatan Jiwan,
Kabupaten Madiun. Program lain adalah memberi pelatihan keterampilan wirausaha
dan modal membuka usaha Rp 3 juta per orang.
Jika
melihat pengalaman di zaman Orba, maka program ini pun sama saja hasilnya
karena apakah program ini bisa menjamin tidak akan ada ‘regenerasi’ PSK?
Maka,
salah satu langkah yang arif dan bijaksana adalah mengajak laki-laki ‘hidung
belang’ agar insyaf dan tidak melacur lagi.
Celakanya,
program ini hanya meninta PSK yang insyaf, sedangkan laki-laki yang pernah atau
sering melacur tidak diminta agar insyaf dan kembali ke jalan yang benar.
Selama
yang dijadikan sasaran hanya PSK, maka selama itu pula praktek pelacuran akan
terus terjadi karena laki-laki ‘hidung belang’ akan terus mencari PSK.
Jika
hal itu yang terjadi, maka penyebaran HIV/AIDS di Kab Madiun akan terus terjadi
yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful
W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.