Tanggapan Berita (30/11-2012) -
Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan memperkirakan, dalam 5
tahun ke depan, penularan penyakit HIV/AIDS akan meningkat. Hal tersebut
diutarakan Kepala Dinkes Banjarmasin drg Diah R Praswati (Penularan HIV/AIDS di Banjarmasin Dikhawatirkan Meningkat, www.beritasatu.com, 26/11-2012).
Kekhawatiran
drg Diah itu amat masuk akal karena Pemkot Banjarmasin tidak mempunyai program
yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS. Bahkan, dalam Perda AIDS
Kota Banjarmasin pun sama sekali tidak ada pasal yang konkret untuk
menanggulangi penyebaran HIV/AIDS (Lihat: http://www.aidsindonesia.com/2012/11/perda-aids-kota-banjarmasin-kalimantan.html).
Dikabarkan
jumlah kasus kumulatif HIV bertambah dari 52 menjadi 57, sedangkan kasus AIDS
bertambah dari 33 menjadi 107.
Lima tahun ke depan
yang terjadi bukan hanya peningkatan kasus HIV/AIDS, tapi banyak kasus yang
terdeteksi sudah ada pada masa AIDS. Ini artinya orang-orang yang terdeteksi
HIV/AIDS lima
tahun ke depan sudah menularkan HIV kepada orang lain tanpa mereka sadari,
terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Disebutkan: “Dalam 6 bulan
terakhir sudah terlihat peningkatan penularan kasus penyakit HIV/AIDS.”
Pernyataan di atas tidak akurat
karena yang terjadi adalah enam bulan terakhir kasus HIV/AIDS yang terdeteksi
meningkat bukan penularan yang meningkat karena tidak bisa diketahui secara
pasti kapan seseorang tertular HIV.
Ini pernyataan drg Diah: ” .... perkiraan tersebut terjadi karena fenomena "gunung es". Ketika terdeteksi 1 kasus, akan ada 100 orang lain yang tertular penyakit ini, namun dalam keadaan tersembunyi.”
’Rumus’ tsb. tidak bisa dipakai
secara telanjang karena tidak ada yang bisa menghitung secara pasti
perbandingan antara kasus yang terdeteksi dan kasus yang tidak terdeteksi.
Memang, epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang
terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan
air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan
sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).
Tapi, ’rumus’ tsb. tidak bisa
dipakai secara telanjang. Ada banyak faktor
yang harus ada, al. tingkat pelacuran tinggi, pemakaian kondom rendah. ’Rumus’
itu hanya untuk keperluan epidemiologi, seperti merancang program, menyediakan
layanan, dll. bukan untuk menghitung kasus yang tidak terdeteksi.
Untuk itu, menurut drg Diah, dibutuhkan komitmen semua pihak untuk menangkal melebarnya penularan penyakit tersebut, karena kalau tidak dikendalikan, jumlah kasus penyakit ini bisa meningkat berkali-kali lipat.
Pertanyaan untuk drg Diah: Apa
langkah konkret yang Anda jalankan untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di
Kota Banjarmasin?
Tentu saja tidak ada. Maka,
Pemkot Banjarmasin tinggal menunggu waktu saja untuk ’panen AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.