20 November 2012

30 PNS di Kab Buleleng, Bali, Terdeteksi Mengidap HIV/AIDS



Tanggapan Berita (21/11-2012) – “Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Buleleng, Bali, mencatat, sebanyak 30 pegawai negeri sipil di daerah itu terjangkit virus HIV/AIDS selama periode 1999-2012.” Ini lead pada berita “Puluhan PNS di Buleleng Terjangkit HIV/AIDS” di banjarmasin.tribunnews.com (4/11-2012).

Fakta itu merupakan konsekuensi logis karena pegawai negara sipil (PNS) menerima gaji secara rutin setiap bulan sehingga mereka bisa ‘membeli’ seks, al. dengan pekerja seks komersial (PSK). Selain itu ada pula tunjangan dan celah-celah bagi sebagaian PNS untuk mendapatkan uang tambahan.

Dikabarkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kab Buleleng mencapai 1.464. Jumlah ini menempatkan  Kabupaten Buleleng di peringkat kedua sebagai daerah yang paling banyak pengidap HIV/AIDS di Provinsi Bali.  

Sayang, wartawan yang menulis berita ini tidak bertanya tentang pasangan 30 PNS tsb. Apakah mereka sudah menjalani tes HIV atau belum. Tidak pula dijelaskan apakah 30 PSN itu laki-laki semua atau ada juga perempuan.

Kalau 30 PNS itu mempunyai istri, maka ada 30 perempuan yang berisiko tertular HIV. Selanjutnya ada pula risiko penularan HIV secara vertikal dari ibu-ke-anak yang dikandungnya jika ada pasangan 30 PNS itu yang tertular HIV.

Ini pernyataan Ketua Harian KPA Kabupaten Buleleng Nyoman Sutjidra: "Kasus HIV/AIDS itu seperti fenomena gunung es. Kalau ada satu penderita yang terdeteksi, maka ada 100 penderita terselubung."

Memang, dalam fenomena gunung es kasus yang terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang menyembul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut. Tapi, tidak ada rumus yang bisa menghitung jumlah kasus yang tidak terdeteksi berdasarkan jumlah kasus yang terderteksi.

Biar pun di Kab Buleleng tidak ada lokalisasi pelacuran, tapi itu tidak jaminan bahwa di Kab Buleleng tidak ada praktek pelacuran yang terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu. Sayang, dalam Perda AIDS Kab Buleleng sama sekali tidak ada pasal yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV melalui pelacuran (Lihat: Perda AIDS Kab Buleleng, Bali - http://www.aidsindonesia.com/2012/11/perda-aids-kab-buleleng-prov-bali.html). 

Ada kemungkinan PNS melacur tidak dengan PSK langsung (PSK yang mangkal di lokasi pelacuran, di jalanan), tapi mereka melacur dengan PSK tidak langsung, seperti ‘cewek kafe’, ‘cewek pub’, ‘cewek disko’, ‘ABG’, ‘mahasiswi’, ‘ibu-ibu’, dll.

Karena selama ini informasi tentang HIV/AIDS tidak akurat karena penularan HIV hanya dikaitkan dengan PSK langsung, maka banyak orang yang merasa tidak berisiko tertular HIV karena mereka tidak melacur denaan PSK langsung.

Di Kota Makassar, Sulsel, dan di Kota Denpasar, Bali, ada kecenderungan penyebaran HIV/AIDS didorong oleh PSK tidak langsung, seperti cewek penyalahguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) yang bisasanya mangkal di kafe, pub, diskotek dan hotel berbintang (Lihat: AIDS di Kota Makassar, Sulsel, Penyebarannya Didorong PSK Tidak Langsung -  http://www.aidsindonesia.com/2012/08/aids-di-kota-makassar-sulsel.html). 


Selama Pemkab Buleleng tidak melakukan intervensi terhadap laki-laki yang melacur agar memakai kondom, maka penyebaran HIV/AIDS di Buleleng akan terus terjadi yang kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.