Tanggapan Berita (21/11-2012) – “Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Buleleng, Bali, mencatat, sebanyak 30
pegawai negeri sipil di daerah itu terjangkit virus HIV/AIDS selama periode
1999-2012.” Ini lead pada berita “Puluhan PNS di Buleleng Terjangkit HIV/AIDS”
di banjarmasin.tribunnews.com (
1.464.
Jumlah ini menempatkan Kabupaten Buleleng
di peringkat kedua sebagai daerah yang paling banyak pengidap HIV/AIDS di
Provinsi Bali.
Sayang,
wartawan yang menulis berita ini tidak bertanya tentang pasangan 30 PNS tsb.
Apakah mereka sudah menjalani tes HIV atau belum. Tidak pula dijelaskan apakah
30 PSN itu laki-laki semua atau ada juga perempuan.
Kalau
30 PNS itu mempunyai istri, maka ada 30 perempuan yang berisiko tertular HIV.
Selanjutnya ada pula risiko penularan HIV secara vertikal dari ibu-ke-anak yang
dikandungnya jika ada pasangan 30 PNS itu yang tertular HIV.
Ini pernyataan Ketua Harian KPA Kabupaten Buleleng Nyoman Sutjidra: "Kasus HIV/AIDS itu seperti fenomena gunung es. Kalau ada satu penderita yang terdeteksi, maka ada 100 penderita terselubung."
Memang,
dalam fenomena gunung es kasus yang terdeteksi digambarkan sebagai puncak
gunung es yang menyembul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak
terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah
permukaan air laut. Tapi, tidak ada rumus yang bisa menghitung jumlah kasus
yang tidak terdeteksi berdasarkan jumlah kasus yang terderteksi.
Biar
pun di Kab Buleleng tidak ada lokalisasi pelacuran, tapi itu tidak jaminan
bahwa di Kab Buleleng tidak ada praktek pelacuran yang terjadi di sembarang
tempat dan sembarang waktu. Sayang, dalam Perda AIDS Kab Buleleng sama sekali
tidak ada pasal yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV melalui
pelacuran (Lihat: Perda AIDS Kab Buleleng, Bali
- http://www.aidsindonesia.com/2012/11/perda-aids-kab-buleleng-prov-bali.html).
Ada kemungkinan PNS melacur tidak dengan PSK langsung (PSK yang mangkal di lokasi pelacuran, di jalanan), tapi mereka melacur dengan PSK tidak langsung, seperti ‘cewek kafe’, ‘cewek pub’, ‘cewek disko’, ‘ABG’, ‘mahasiswi’, ‘ibu-ibu’, dll.
Karena
selama ini informasi tentang HIV/AIDS tidak akurat karena penularan HIV hanya
dikaitkan dengan PSK langsung, maka banyak orang yang merasa tidak berisiko tertular
HIV karena mereka tidak melacur denaan PSK langsung.
Di Kota Makassar, Sulsel, dan di Kota Denpasar, Bali, ada kecenderungan penyebaran HIV/AIDS didorong oleh PSK tidak langsung, seperti cewek penyalahguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) yang bisasanya mangkal di kafe, pub, diskotek dan hotel berbintang (Lihat: AIDS di Kota Makassar, Sulsel, Penyebarannya Didorong PSK Tidak Langsung - http://www.aidsindonesia.com/2012/08/aids-di-kota-makassar-sulsel.html).
Selama
Pemkab Buleleng tidak melakukan intervensi terhadap laki-laki yang melacur agar
memakai kondom, maka penyebaran HIV/AIDS di Buleleng akan terus terjadi yang
kelak bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***[AIDS
Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.