Tanggapan Berita (4/10-2012) - Tangel
(maksudnya Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Sulawesi Utara, Tangel-Kairupan)
menduga, terinfeksinya tiga siswa ini karena faktor risiko heteroseksual,
karena faktor risiko ini menjadi tren pada tahun belakangan ini, dibanding
beberapa tahun lalu yang diakibatkan penggunaan jarum suntik (Tiga Siswa
di Sulawesi Utara Terinfeksi HIV/AIDS,
www.mediaindonesia.com, 21/9-2012).
Pernyataan “ …. karena faktor
risiko ini (maksudnya penularan HIV melalui hubungan seksual pada heteroseks) menjadi
tren pada tahun belakangan ini, dibanding beberapa tahun lalu yang diakibatkan
penggunaan jarum suntik.”
Sejak
awal epidemi salah satu cara penularan HIV adalah melalui hubungan seksual pada
heteroseks.
Mengapa
banyak kasus HIV/AIDS terdeteksi pada remaja?
Mereka
itu adalah penyalahguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya), terutama
dengan jarum suntik secara bergantian. Mereka wajib tes HIV ketika hendak menjalani
rehabilitasi sehingga banyak remaja terdeteksi mengidap HIV/AIDS.
Sebaliknya,
remaja yang tertular HIV melalui hubungan seksual tidak ada mekanisme untuk
mendeteksi mereka sehingga tidak banyak remaja yang terdeteksi mengidap
HIV/AIDS dengan faktor risiko hubungan seksual.
Sayang,
dalam berita tidak dijelaskan bagaimana dan mengapa tiga pelajar itu terdeteksi
mengidap HIV. Informasi yang ada hanya sebatas pernyataan ini: "Ini hanya
dugaan kami. Data tiga siswa ini dirahasiakan karena memang prosedur
pemeriksaan voluntary counseling and testing atau VCT seperti itu," kata Tangel.
Kalau
ketiga pelajar itu tes HIV di klinik VCT, apa yang membuat mereka menjalani tes
HIV?
Apakah
karena mereka berobat dengan penyakit yang terkait HIV/AIDS sehingga dokter
menyarankan tes HIV? Juga tidak jelas.
Bukan
hanya data pengidap HIV/AIDS yang dirahasiakan. Catatan medis mulai dari
identitas pasien, jenis penyakit, tindakan medis, hasil lab, dll. merupakan
rahasia jabatan dokter yang hanya boleh dibaca oleh pasien ybs. dan dokter.
Maka, bukan karena terkait dengan
HIV/AIDS data ketiga pelajar itu dirahasiakan, tapi karena aturan baku bahwa
catatan medis adalah rahasia.
Kasus
HIV/AIDS di Sulut sampai Juni 2012 dilaporkan terdeteksi pada kelompok profesi
swasta dan wiraswasta sebanyak 297, ibu
rumah tangga 199, dan tidak bekerja sebanyak 141. Sedangkan berdasarkan
pekerjaan pada pekerja seks komersial (PSK) 85, karyawan 63, pelaut 60, serta
mahasiswa 38.
Terkait
dengan kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada tiga pelajar bisa terjadi karena
pelajar tidak memperoleh informasi yang akurat tentang cara-cara penularan dan
pencegahan HIV/AIDS.
Dorongan
seks pada usia remaja menggelora sehingga mereka mencari penyaluran. Celakanya,
di Manado tidak ada lokalisasi pelacuran sehingga program penanggulangan
HIV/AIDS tidak ada karena yang terjadi adalah praktek pelacuran di sembarang
tempat dan sembarang waktu.
Kasus
HIV/AIDS pada mahasiswa yang mencapai 38 menunjukkan mereka disesatkan oleh
informasi HIV/AIDS yang mereka terima selama ini karena dibumbui dengan moral.
Selama
informasi HIV/AIDS yang disampaikan kepada remaja dibumbui dengan moral, maka
selama itu pula remaja akan terjerumus ke lembah nista karena mereka tidak
mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS yang konkret. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.