Media Watch
(21/10-2012) – Pemprov Kalimantan Barat (Kalbar) sudah menelurkan peraturan
daerah (perda) tentang penanggulangan
HIV/AIDS yaitu Perda Prov Kalbar No 2 tanggal 15 Juni 2009 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS di Provinsi Kalimantan Barat. Perda
AIDS Kalbar ini ada di urutan ke-39 dari 59 perda
sejenis yang sudah ada di Indonesia.
Sekarang Pemkab Sintang
merancang perda AIDS pula. Padahal, perda AIDS ’induk’ yaitu Perda AIDS Kalbar
saja tidak bisa diandalkan untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di Kalbar
karena tidak ada pasal yang konkret sebagai program untuk menanggulangi
HIV/AIDS.
Pertanyaan untuk Pemkab
Sintang: Apakah rancangan perda AIDS yang dibuat sudah mengacu dan belajar dari
Perda AIDS Kalbar?
Jika draft raperda AIDS Sintang
disimak,maka jelas pembuat rancangan itu sama sekali tidak menyimak Perda AIDS
Kalbar karena dalam draft sama sekali tidak ada langkah yang konkret untuk
menanggulangi penyebaran HIV.
Kalau dirunut ada satu hal (c) dari
lima masalah pokok terkait dengan penyebaran HIV/AIDS secara horizontal di
masyrakat yang perlu diintervensi melalui program yang konkret dalam perda, yaitu:
(a). Laki-laki dewasa yang
pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di
luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di wilayah Kab Sintang, di
luar wilayah Kab Sintang dan di luar negeri.
(b) Perempuan dewasa yang pernah atau sering
melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang
berganti-ganti tanpa kondom di wilayah Kab Sintang, di luar wilayah Kab Sintang
dan di luar negeri.
(c). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan
hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang sering
berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di
jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi
pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung
(’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek cafe’, ’cewek pub’, ’cewek
panti pijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG’, ’pelacur kelas tinggi’, ’call
girl’, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai di wilayah Kab Sintang.
(d). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa
kondom terkait dengan homseksual, yaitu: gay (seks anal) di wilayah Kab Sintang, di luar wilayah Kab Sintang dan di luar negeri.
(e) Laki-laki dewasa yang
pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom terkait dengan LSL
(lelaki suka seks lelaki) melalui seks anal di wilayah Kab Sintang, di luar wilayah Kab Sintang dan di luar negeri.
Dalam Perda AIDS Kalbar pun
tidak ada langkah konkret berupa program sebagai intervensi terhadap point (c)
(Lihat: Menakar Kerja Perda AIDS Provinsi
Kalimantan Barat
- http://www.aidsindonesia.com/2012/09/menakar-kerja-perda-aids-provinsi.html).
Selama point (c) tidak
diintervensi, maka selama itu pula insiden infeksi HIV baru pada laki-laki
dewasa akan terus terjadi.
Ada fakta yang selalu diabaikan
oleh banyak kalangan, yaitu: yang menularkan HIV/AIDS kepada PSK adalah
laki-laki dewasa yang dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami.
Kemudian ada pula laki-laki dewasa yang tertular HIV dari PSK, laki-laki ini
pun dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami.
Maka, laki-laki yang menularkan
HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK menjadi mata rantai
penyebaran HIV di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di
dalam dan di luar nikah (Lihat Gambar 1).
Coba simak Bagian Kedua
tentang Pencegahan HIV dan AIDS di pasal 15 ayat b disebutkan: “Program
pencegahan HIV dan AIDS bertujuan untuk melindungi setiap orang agar tidak
tertular HIV dan tidak menularkan kepada orang lain, program ini meliputi program
pemakaian kondom 100% pada setiap hubungan seks berisiko”
Di pasal 1 ayat 16 disebutkan:
perilaku berisiko adalah ” .... perilaku seseorang ketika salah satu
pasangan yang mempunyai risiko menulari pasangan lainnya (walaupun dengan
pasangan tetapnya) dan ketika melakukan aktivitas seksual, mereka tidak
menggunakan kondom.”
Bertolak
dari batasan pengertian perilaku biriko, maka jika dikaitkan dengan pasal 15 ayat
b sama sekali tidak menyentuh akar persoalan karena tidak ada intervensi yang
konkret (Lihat Gambar 2).
Pertama, perilaku
berisiko tertular HIV/AIDS melalui hubungan seksual adalah kondisi (a), (b),
(c), (d) dan (e).
Kedua, bagaimana
Pemkab Sintang bisa mengawasi kondisi-kondisi (a), (b), (c), (d) dan (e)?
Ketiga, dalam hubungan
seksual pada ikatan pernikahan yang sah yang terjadi adalah suami tidak
menyadari dirinya sudah mengidap HIV/AIDS sehingga mereka tidak memakai kondom.
Pada
pasal 15 ayat f disebutkan: Program pencegahan HIV dan AIDS bertujuan untuk
melindungi setiap orang agar tidak tertular HIV dan tidak menularkan kepada
orang lain, program ini meliputi Pelayanan Pencegahan Penularan dari Ibu ke
Anak (PMTCT/Prevention Mother To Child Transmission)
Untuk
itulah diperlukan program konkret berupa pencegahan HIV secara vertikal
dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya.
Tapi,
apakah program dimaksud ada dalam draft raperda AIDS Kab Sintang?
Tentu
saja tidak ada!
Persoalan
berikutnya adalah: Apakah program mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil ada
dalam draft raperda AIDS Kab Sintang?
Tentu saja tidak ada!
Maka, program pencegahan penularan
HIV secara
vertikal dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya pun tidak bisa dijalankan di Kab
Sintang.
Di
pasal 15 ayat a disebutkan: “Program pencegahan HIV dan AIDS bertujuan untuk
melindungi setiap orang agar tidak tertular HIV dan tidak menularkan kepada
orang lain, program ini meliputi BCC/Behavior Change Comunication atau
Komunikasi Perubahan Prilaku (KPP) meliputi Penjangkauan dan Pendampingan
terhadap kelompok-kelompok berisiko tertular dan rentan.”
Pertanyaannya adalah:
(1) Berapa lama waktu yang
dibutuhkan agar perilaku laki-laki ’hidung belang’ mau memakai kondom jika
melacur?
(2) Apakah ada jaminan melalui
program tsb. akan membuat semua laki-laki ’hidung belang’ mau memakai kondom
jika melacur?
(3) Apakah program tsb. bisa
menjangkau perilaku (a), (b), (d), dan (e)?
(4) Apakah ada jaminan
orang-orang yang dijangkau program ini selama berlangsung tidak akan melacur
tanpa kondom?
(5) Bagaimana memantau
keberhasilan program ini secara konkret?
Program yang ditawarkan ini
akan efektif jika sekaligus dijalankan program intervensi seperti di Gambar 2.
Jika tidak ada program berupa intervensi yang konkret, maka penyebaran HIV/AIDS
akan terus terjadi.
Kasus kumulatif HIV/AIDS
sebanyak 102 yang terdeteksi sejak tahun
2006 sampai Maret 2012 tentulah tidak menggambarkan kasus yang sebenarnya di
masyarakat karena penyebaran HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es.
Kasus yang terdeteksi (102) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas
permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat
digambarkan sebagai bongkahan es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).
Maka,
yang perlu ada dalam perda adalah mekanisme yang konkret untuk mendeteksi kasus
HIV/AIDS di masyarakat.
Apakah
dalam raperda ada program dimaksud?
Lagi-lagi
tidak ada!
Di
pasal 30 disebutkan: “Setiap orang yang melakukan hubungan seksual berisiko
wajib melakukan upaya pencegahan yang efektif dengan cara menggunakan kondom.”
Jika
dikaitkan dengan penjelasan seperti di pasal 1 ayat 16, maka pertanyaannya
adalah: Bagaimana mekanisme untuk memantau penggunaan kondom pada perilaku (a),
(b), (d) dan (e) di atas?
Pasal
42 ayat 4 disebutkan: Peran serta dan
kepedulian masyarakat, kelompok/komunitas dan LSM sebagaimana dimaksud ayat
(1), (2) dengan cara:
Berperilaku
hidup sehat;
Meningkatkan
ketahanan keluarga untuk mencegah penularan HIV dan AIDS;
Apa,
sih, kaitan langsung antara ‘berperilaku
hidup sehat’ dan ‘ketahanan keluarga’ dengan penularan HIV/AIDS?
Pasal
ini hanya menyuburkan stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda)
terhadap orang-orang yang mengidap HIV/AIDS karena: perilaku mereka dikesankan
tidak sehat dan tidak ada ketahahan keluarga mereka.
Jika
perda kelak tidak mempunyai pasal-pasal berupa program yang konkret untuk
menanggulangi HIV/AIDS, maka perda itu pun kelak tidak lebih dai copy-paste dan
hanya menjadi dokumen pengisi arsip. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.