Pemprov Riau menelurkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Riau No 4 Tahun 2006 tentang Pecegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS. Perda ini merupakan perda ke-13 dari 56 perda sejenis yang ada di Indonesia.
Pertanyaannya kemudian adalah
mengapa penularan HIV terus terjadi? Hal itu
terjadi, al. karena pemahaman masyarakat terhadap HIV/AIDS sebagai fakta medis
sangat rendah. Masyarakat tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan
yang konkret. Ini pulalah yang tidak ada dalam Perda AIDS Riau. Termasuk juga
tidak ada mekanisme untuk mendeteksi HIV di kalangan ibu-ibu rumah tangga.
Fakta Medis
Pertanyaan berikutnya adalah mengapa
masyarakat tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV? Ya, karena
selama ini materi komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS
selalu dibalut dengan norma, moral, dan agama sehingga yang muncul hanya mitos
(anggapan yang salah). Yaitu mengaitkan penularan HIV melalui hubungan seksual
(sanggama) dengan zina, pelacuran, seks pranikah, ’jajan’, selingkuh, seks
menyimpang, ’seks bebas’, dan homoseksual. Padahal, tidak ada kaitan langsung
antara penularan HIV melalui hubungan seksual dengan zina, pelacuran, seks
pranikah, ’jajan’, selingkuh, seks menyimpang, ’seks bebas’, dan homoseksual.
Penularan HIV melalui hubungan
seksual, di dalam ikatan pernikahan yang sah atau di luar nikah, bisa terjadi
kalau salah satu atau kedua-dua pasangan itu HIV-positif dan laki-laki tidak
memakai kondom setiap kali sanggama. Fakta inilah yang sering luput sehingga
masyarakat tidak mengetahui cara-cara penularan yang akurat.
Maka, mencegah penularan HIV
melalui hubungan seks, di dalam atau di luar nikah, adalah dengan cara tidak
melakukan sanggama dengan orang yang sudah tertular HIV (HIV-positif).
Persoalannya kemudian adalah kita tidak bisa mengenali orang-orang yang sudah
tertular HIV karena tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada
fisik mereka. Dalam kondisi ini pencegahan dapat dilakukan dengan melindungi
penis atau vagina agar tidak terjadi pergesekan langsung pada saat terjadi
hubungan seksual.
Pada pasal 4 ayat a dalam Perda
disebutkan ”HIV/AIDS dapat menular dari seseorang yang terinfeksi kepada orang
lain melalui hubungan seksual berisiko yang tak terlindungi.” Pada pasal 1 ayat
11 disebutkan ”Perilaku Seksual Berisiko adalah perilaku berganti-ganti
pasangan seksual tanpa menggunakan kondom.” Penularan HIV pada Perda ini tidak
akurat lagi karena penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam
atau di luar nikah tanpa harus berganti-ganti pasangan jika laki-laki tidak
memakai kondom.
Karena HIV/AIDS adalah fakta
medis maka pencegahannya pun dapat dilakukan dengan teknologi kedokteran yang
realistis. Tapi, dalam Perda ini justru mitos yang dikedepankan sebagai
cara-cara pencegahan.
Pada pasal 5 ayat a disebutkan
pencegahan HIV/AIDS dilakukan dengan cara ”Meningkatkan Iman dan Taqwa”. Tidak
ada kaitan langsung antara iman dan taqwa dengan penularan HIV karena HIV bisa
menular dalam ikatan pernikahan yang sah, melalui transfusi darah, cangkok
organ tubuh, jarum suntik dan alat-alat kesehatan, serta air susu ibu (ASI)
pada proses menyusui. Lagi pula, bagaimana menakar iman dan taqwa yang bisa
mencegah penularan HIV? Pasal ini menyuburkan stigmatisasi (pemberitan cap
buruk) kepada orang-orang yang tetular HIV (Odha) karena mereka dianggap tidak
beriman dan tidak bertaqwa sehingga tertular HIV.
Sedangkan di pasal 5 ayat b
disebutkan pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan melalui cara ”Tidak melakukan
hubungan seksual di luar perkawinan yang sah.” Ini tidak akurat karena tidak
ada kaitan langsung antara penularan HIV dengan hubungan seksual di luar nikah.
Penularan HIV melalui hubungan seksual (bisa) terjadi di dalam atau di luar
nikah jika salah satu atau kedua-dua pasangan itu HIV-positif dan laki-laki
tidak memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan pasangannya.
Sebaliknya, kalau satu pasangan yang melakukan hubungan seksual dua-duanya
HIV-negatif maka tidak ada risiko penularan HIV biar pun dilakukan di luar
nikah dan laki-laki tidak memakai kondom.
Perilaku Penduduk
Cara pencegahan lain yang
disebutkan dalam Perda ini tertera pada pasal 5 ayat c yaitu ”Setia pada
pasangan tetap dan atau tidak melakukan seks bebas.” Pada penjelasan seks bebas
disebutkan sebagai hubungan seksual yang dilakukan antara laki-laki dan
perempuan yang berganti-ganti pasangan, dan tidak terikat perkawinan yang sah
serta hubungan seksual sejenis. ’Setia pada pasangan tetap’ tidak pas karena
bisa saja terjadi salah satu atau kedua pasangan dari ’pasangan tetap’ itu
sudah pernah pula sekali atau beberapa kali mempunyai pasangan tetap
sebelumnya. Misalnya, dalam kasus kawin-cerai.
Lagi pula biar pun setia pada
pasangan tetap di dalam nikah kalau salah satu dari mereka atau kedua-dunya
HIV-positif maka ada risiko penularan HIV. Risiko penularan HIV melalui
hubungan seksual pada pasangan yang berganti-ganti terjadi karena kondisi hubungan
seksual (salah satu atau kedua-dua pasangan HIV-positif dan laki-laki tidak
selalu memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual) bukan karena
sifat hubungan seksual (bukan dengan pasangan tetap di luar nikah). Sedangkan
risiko penularan HIV pada hubungan seksual sejenis (homoseksual) bisa terjadi
kalau salah satu dari pasangan itu HIV-positif dan pasangan itu tidak memakai
kondom saat melakukan hubungan seksual (kondisi hubungan seksual) bukan karena
hubungan seksual sejenis (sifat hubungan seksual).
Pasal 5 ayat e disebutkan
pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan melalui cara ”Transfusi darah yang bebas
dari HIV/AIDS.” Persoalannya adalah: Apakah Unit Transfusi Darah (UTD) yang
dikelola Palang Merah Indonesia (PMI) bisa menjami darah yang ditransfusikan
bebas HIV/AIDS? Soalnya, kalau seseorang mendonorkan darah pada masa jendela
(seseorang yang tertular HIV di bawah tiga bulan) maka skirining HIV terhadap
darah yang didonorkan tidak bisa mendeteksi antibodi HIV. Akibatnya, hasil
skirining bisa HIV-negatif palsu artinya darah tersebut sebenarnya sudah
terkontaminasi HIV tapi tidak terdeteksi (Lihat Gambar).
Pengalaman Malaysia menghadap
tuntutan seorang perempuan yang tertular HIV melalui transfusi darah di sebuah
rumah sakit membuat negeri jiran itu menerapkan sistem yang bertumpu pada
standar ISO (International
Organization for Standardization) melalui standar ISO/ICE 17025:1999 (general
requirements for the competence of testing and calibration laboratories)
(Lihat: Hak Bebas HIV melalui Transfusi
Darah - http://www.aidsindonesia.com/2012/08/hak-bebas-hiv-melalui-transfusi-darah.html).
Kalau saja PMI menerapkan fakta
medis terhadap HIV/AIDS maka kepada setiap donor diajukan pertanyaan: Kapan
Anda terakhir melakukan hubungan seksual, di dalam atau di luar nikah, tanpa
kondom dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering
berganti-ganti pasangan? Jika jawabannya di bawah tiga bulan maka skirining HIV
terhadap darah yang didonorkannya tidak akan akurat.
Masalah besar yang dihadapi
pada epidemi HIV adalah kita tidak bisa mengenali orang-orang yang sudah
terular HIV karena tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas AIDS pada
fisik mereka. Kondisi inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong
percepatan dan pertambahan kasus HIV/AIDS di Riau. Penularan HIV terjadi tanpa
disadari karena banyak orang yang tidak menyadari kalau dirinya sudah tertular
HIV.
Soalnya, ada saja penduduk
lokal yang melakukan perilaku berisiko tinggi tertular HIV yaitu melakukan
hubungan seksual di dalam atau di luar nikah tanpa kondom dengan pasangan yang
berganti-ganti atau dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan,
seperti pekerja seks di lokalisasi atau di luar lokalisasi baik di Riau maupun
di luar Riau.
Upaya untuk memutus mata rantai
penyebaran HIV antar penduduk adalah dengan meningkatkan pennyuluhan dengan
materi komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang HIV/AIDS yang akurat
dengan mengedepankan fakta medis.
Melalui penyuluhan yang
intensif diharapkan orang-orang yang pernah melakukan perilaku berisiko tinggi
mau menjalani tes HIV secara sukarela. Makin banyak
kasus terdeteksi maka kian banyak pula mata rantai penyebaran HIV yang
diputuskan. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful
W. Harahap]***
Obat Kuat
BalasHapusObat Pembesar Penis
VmenPlus
Alat Pembesar Penis
Boneka Full Body
Celana Hernia
Obat Penggemuk Badan
Obat Penghilang Tatto
Obat Peninggi Badan
Obat Penyubur Sperma
Artikel Gue
Obat Kuat Cialis
Alat Bantu Sex Pria
Obat Perangsang Wanita
Obat Pelangsing Badan
Lintah Oil Papua
Vakum Pembesar Payudara
Cream Pemutih Wajah
Alat Bantu Sex Wanita
Obat Kuat Viagra
Kondom Bergerigi
Selaput Dara Buatan
Tongkat Madura
Cream Perontok Bulu
Obat Peninggi Badan
Video Bokep Terbaru
Cerita Dewasa