03 Oktober 2012

Perda AIDS Prov Lampung: Apakah Kelak (Hanya) Sebatas Copy-Paste?



Tanggapan Berita (3/10-2012) – Dikabarkan Pemprov Lampung merancang rancangan perda (raperda) bersama Komisi V DPRD Prov Lampung. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, Reihana, mengatakan bahwa penderita HIV/AIDS di Lampung meningkat setiap tahun (Pemprov Siapkan Perda Pencegahan HIV/AIDS, www.lampungpost.com, 13/9-2012).

Sampai sekarang sudah ada 56 daerah, mulai dari provinsi, kabupaten sampai kota yang mempunyai Perda AIDS, satu provinsi mempunyai peraturan gubernur (pergub) dan satu lagi mempunyai peraturan walikota (perwalkot).

Kalau Pemprov Lampung dan DPRD Prov Lampung menelurkan perda, maka itu artinya daerah yang ke-57 yang mempunyai perda dan daerah ke-59 yang mempunyai peraturan tentang penanggulangan AIDS.

Tapi, apakah 58 daerah yang sudah mempunyai peraturan terkait dengan penanggulangan HIV/AIDS itu bisa mengatasi penyebaran HIV/AIDS? Ternyata tidak!


Pertama, semua perda, termasuk pergub dan perwalkot, hanya copy-paste dari satu perda ke perda lain.

Kedua, perda-perda tsb., termasuk pergub dan perwalkot, sama sekali tidak mempunyai pasal yang konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS.

Ketiga, pasal-pasal dalam perda-perda tsb., termasuk pergub dan perwalkot, hanya bersifat normatif sehingga tidak menyentuh akar persoalan terkait dengan penyebaran HIV di masyarakat.

Maka, kelak Perda AIDS Prov Lampung juga tidak berbeda nasibnya dengan perda-perda yang sudah ada. Hanya lembaran kertas dengan kop pemerintah provinsi dan cap yang menjadi penghuni arsip belaka.

Itu terjadi kalau dalam perda AIDS itu kelak tidak ada pasal yang benar-benar menyentuh akar persoalan.

Misalnya, jika tidak ada pasal yang konkret untuk menuruntkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK), maka penyebaran HIV akan terus terjadi. Ini karena tetap saja ada laki-laki dewasa yang berisiko tertular HIV.

Risiko penularan HIV pada laki-laki dewasa bisa terjadi kalau mereka tidak memakai kondom ketika melalukan hubungan seksual dengan PSK.

Persoalannya adalah Pemprov Lampung, termasuk pemkab dan pemkot di Lampung, tidak mengakui ada pelacuran di daerahnya hanya dengan alasan tidak ada lokalisasi pelacuran yang ‘resmi’. Maka, program untuk memaksa laki-laki memakai kondom pun tidak bisa diterapkan. Akibatnya, laki-laki yang sanggama tanpa kondom dengan PSK berisiko menularkan HIV kepada PSK dan tertular HIV dari PSK.

Laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang  tertular  HIV dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat. Semuya terjadi tanpa disadari.

Pertanyaan untuk Pemprov Lampung dan DPRD Lampung: Apakah bisa dijamin tidak ada laki-laki dewasa penduduk Lampung yang melacur tanpa kondom di Lampung atau di luar Lampung?

Kalau jawabannya BISA, maka tidak ada persoalan penyebaran HIV dengan faktor risiko hubungan seksual. Maka, perlu dicari apa faktor pemicu penyebaran HIV/AIDS di Lampung.

Tapi, kalau jawabannya TIDAK BISA, maka Lampung akan menghadapi penyebaran HIV dengan faktor risiko hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Nah, untuk itulah diperlukan regulasi, seperti perda. Tapi, kalau Pemprov Lampung dan DPRD Lampung tidak meregulasi pelacuran dalam bentuk lokalisasi, maka program ‘wajib kondom’ bagi laki-laki ‘hidung belang’ yang melacur tidak bisa diterapkan.

Kasus kumulatif  HIV/AIDS di Prov Lampung dilaporkn sampai Juni 2012 (Kemenkes RI) adalah 608 HIV dan 192 AIDS. Dengan jumlah ini Prov Lampung bertengger di peringkat 21 dari 33 provinsi.

Untuk menanggulangi penyebaran HIV diperlukan program yang konkret, al. dalam bentu perda. Tapi, perda yang dirancang di Lampung justru lebih menekankan alokasi dana. Seperti yang disampaikan oleh anggota Pansus Raperda tentang Pencegahan, Penanggulangan, dan Pengendalian HIV/AIDS dan Inveksi Menular Seksual (IMS) DPRD Prov Lampung, Nenden Tresnanursari, raperda mengatur tentang alokasi dana yang harus dianggarkan untuk penanggulangan HIV/AIDS tersebut.

Biar pun ada alokasi dana, tapi kalau programmya tidak konkret maka penanggulangan HIV/AIDS di Lampung hanyalah sebatas retorika. Pada saat yang sama terjadi penyebaran HIV yang kelak akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.