Tanggapan Berita (19/10-2012) – “
…. Wali Kota Medan harus menyikapinya melalui penerbitan Perwal, sebab
dalam Perda tersebut menerapkan berbagai sanksi bagi penderita. Salah
satunya adalah bagi pihak yang terkena suspect HIV/AIDS dilarang
melakukan hubungan intim secara lansung, tanpa menggunakan alat pengaman.” Ini
pernyataan Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Medan Salman Alfarisi terkait dengan Perda AIDS Kota Medan
(DPRD Pertanyakan Keseriusan Pemko Aplikasikan
Perda HIV/AIDS, www.hariansumutpos.com, 26/9-2012).
Dari
56 perda yang ada tidak ada satu perda pun yang memberikan langkah yang konkret
untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS. Yang dimaksud Salman yaitu “terkena
suspect HIV/AIDS dilarang melakukan hubungan intim secara lansung, tanpa
menggunakan alat pengaman” menggambarkan pemahaman perancang perda itu terhadap
HIV/AIDS tidak komprehensif.
Pertama,
lebih dari 90 persen penularan HIV terjadi tanpa disadari. Ini terjadi karena
orang-orang yang sudah mengidap HIV/AIDS tidak menyadari dirinya sudah tertular
HIV sehingga penularan pun terjadi tanpa disadari.
Kedua,
tidak ada ‘suspect HIV/AIDS’ karena status HIV seseorang harus dibuktikan
melalui tes HIV.
Ketiga,
orang-orang yang sudah terdeteksi mengidap HIV/AIDS melalui tes HIV dengan
standar prosedur tes HIV yang baku sudah berjanji akan menghentikan penularan
HIV mulai dari dirinya.
Dalam
Perda AIDS Kota Medan tak satu pun pasal yang konkret terkait dengan cara-cara
mencegah penularan HV dan menanggulangi penyebaran HIV (Lihat: Perda AIDS Kota Medan - http://www.aidsindonesia.com/2012/10/perda-aids-kota-medan.html).
Yang
menjadi persoalan besar pada epidemi HIV/AIDS adalah penyebaran HIV yang
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dewasa yang perilaku seksnya berisiko,
yaitu:
(a). Laki-laki dewasa yang
pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di
luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di Kota Medan, di luar Kota
Medan atau di luar negeri.
(b) Perempuan dewasa yang pernah atau sering
melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang
berganti-ganti tanpa kondom di Kota Medan, di luar Kota Medan atau di luar
negeri.
(c). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan
hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang sering
berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di
jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi
pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung
(’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek cafe’, ’cewek pub’, ’cewek
panti pijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG’, ’pelacur kelas tinggi’, ’call
girl’, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai di Kota Medan, di luar Kota Medan atau di luar negeri.
(d). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa
kondom terkait dengan homseksual, yaitu: gay (seks anal) dan LSL (lelaki suka
seks lelaki) juga seks anal di Kota Medan, di
luar Kota Medan atau di luar negeri.
(e) Laki-laki dewasa yang
pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom terkait dengan LSL
(lelaki suka seks lelaki) melalui seks anal di Kota Medan, di luar Kota Medan atau di luar negeri.
Pertanyaan
untuk Salman: Apakah Anda bisa menjamin tidak ada laki-laki dan perempuan dewasa penduduk Kota Medan yang melakukan
(a), (b), (c), (d) dan (e)?
Kalau
jawaban Anda BISA, maka di Kota Medan tidak ada penyebaran HIV/AIDS dengan
faktor risiko (mode of transmission) hubungan seksual, dalam hal ini
heteroseksual.
Tapi,
kalau jawaban Anda TIDAK BISA, maka persoalan besar yang dihadapi Pemko Medan
adalah penyebaran HIV/AIDS dengan faktor risiko hubungan seksual.
Pertanyaan
selanjutnya: Apakah dalam Perda AIDS Kota Medan ada langkah konkret berupa
program yang konkret sebagai intervensi untuk perilaku (a), (b), (c), (d) dan
(e)?
Tentu
saja tidak ada!
Lihat
saja pasal-pasal di perda semua hanya bersifat normatif tanpa program yang
konkret.
Kasus
kumulatif HIV/AIDS di Kota Medan yang terdeteksi sejak Januari 2006 sampai Mei
2012 tercatat 3.175. Tapi, perlu diingat bahwa kasus ini hanya sebagian kecil
dari kasus yang ada di masyarakat karena penyebaran HIV/AIDS erat kaitannya
dengan fenomena gunung es. Kasus yang
terdeteksi (3.175) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas
permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat
digambarkan sebagai bongkahan es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).
Menurut
Salman, sampai saat yang kerap menjadi korban virus HIV/AIDS ini adalah ibu dan
anak, karena tanpa kontrol sipenderita tetap saja melakukan hubungan intim
dengan pasangannya tanpa mengunakan alat pengaman (alat kontrasepsi).
Yang
perlu dikontrol bukan penularan dari suami ke istri, tapi perilaku suami, dalam
hal ini laki-laki dewasa, ketika melacur. Artinya ada program yang konkret
untuk mecegah penularan HIV dari laki-laki dewasa ke pekerja seks komersial
(PSK) langsung dan PSK tidak langsung serta penularan dari PSK langsung dan PSK
tidak langsung ke laki-laki dewasa.
Selain itu tidak semua alat kontrasepsi (alat untuk mencegah kehamilan) bisa mencegah penularan HIV melalui hubungan seksuall di dalam dan di luar nikah. Yang bisa mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, adalah kondom.
Pertanyaan
berikutnya: Apakah dalam Perda AIDS Kota Medan ada program yang konkret untuk
mencegah penyebaran HIV di kalangan PSK?
Tentu
saja tidak ada!
Salah
satu langkah konkret yang bisa menurunkan insiden infeksi HIV baru pada
laki-laki dewasa adalah program ‘wajib kondom 100 persen’ pada laki-laki yang
melacur dengan PSK langsung.
Celakanya,
di Kota Medan tidak ada lokalisasi pelacuran. Maka, program penanggulangan
HIV/AIDS melalui hubungan seksual dengan PSK tidak bisa dijalankan.
Pemko
Medan boleh-boleh saja menepuk dada dengan mengatakan bahwa di Kota Medan tidak
ada pelacuran dengan bukti tidak ada lokalisasi pelacuran.
Tapi,
apakah Walikota Medan bisa menjamin di Kota Medan tidak ada praktek pelacuran?
Kalau
jawabannya BISA, maka lagi-lagi tidak ada penyebaran HIV/AIDS dengan faktor
risiko hubungan seksual.
Tapi,
kalau jawabannya TIDAK BISA, maka Pemko Medan berhadapan dengan penyebaran
HIV/AIDS melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah,
secara horizontal di masyarakat.
“Ini
sangat memprihatinkan kita, apalagi ibu rumah tangga dan bayi juga termasuk
yang terinfeksi.” Ini pernyataan Wali Kota dalam pidato tertulisnya yang
dibacakan Asisten Administrasi Kemasyarakatan Drs Darussalam Pohan pada sebuah
acara di Kota Medan.
Lagi-lagi
pertanyaan:
(1)
Apakah dalam Perda AIDS Kota Medan ada langkah yang konkret untuk mencegah
penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya?
(2)
Apakah dalam Perda AIDS Kota Medan ada langkah yang konkret untuk mendeteksi
HIV/AIDS ada prempuan hamil?
Tentu
saja jawaban untuk pertanyaan (1) dan (2) lagi-lagi: Tidak ada!
Karena
dalam perda tidak ada pasal yang menawarkan program yang konkret, maka adalah
hal yang mustahil dibuat peraturan walikota.
Kalau
saja perancang Perda AIDS Kota Medan belajar dari pengalaman Pemkab Serdang
Bedagai dan Pemkot Tanjungbalai yang sudah duluan mempunyai perda AIDS tentulah
Perda AIDS Kota Medan akan lebih bagus. Tapi, yang terjadi justru copy-paste.
Ya, tinggal menunggu waktu saja untuk ‘panen AIDS’. ***[AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Obat Kuat
BalasHapusObat Pembesar Penis
VmenPlus
Alat Pembesar Penis
Boneka Full Body
Celana Hernia
Obat Penggemuk Badan
Obat Penghilang Tatto
Obat Peninggi Badan
Obat Penyubur Sperma
Artikel Gue
Obat Kuat Cialis
Alat Bantu Sex Pria
Obat Perangsang Wanita
Obat Pelangsing Badan
Lintah Oil Papua
Vakum Pembesar Payudara
Cream Pemutih Wajah
Alat Bantu Sex Wanita
Obat Kuat Viagra
Kondom Bergerigi
Selaput Dara Buatan
Tongkat Madura
Cream Perontok Bulu
Obat Peninggi Badan
Video Bokep Terbaru
Cerita Dewasa