Tanggapan Berita (8/10-2012) – “Wali Kota
Jayapura Drs Benhur Tommy Mano, MM, mengungkapkan bahwa tahun 2015 mendatang
Kota Jayapura ditargetkan akan bebas dari kasus HIV/AIDS.” Ini lead di berita “2015, Kota Jayapura Target Bebas HIV/AIDS”
di Harian “Pasific Post” (14/9-2012).
Apa
yang (akan) dilakukan Benhur untuk mencapai target itu?
Inilah
yang akan dilakukan Benhur: Pemkot Jayapura akan melakukan berbagai perubahan
di antaranya dengan meningkatkan taraf hidup masyarakat, mengurangi angka
kesakitan, kematian ibu dan anak, melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang
HIV kepada masyarakat khususnya kaum muda usia produktif hingga mengkampanyekan
pemeriksaan VCT.
Langkah-langkah
tersebut, ada yang tidak berkaitan dengan penanggulangan HIV/AIDS secara langsung,
ada pula yang hanya di hilir. Kasus Kumulatif HIV/AIDS di Kota Jayapura
mencapai 2.836.
Pertama, meningkatkan
taraf hidup masyarakat sama sekali tidak ada kaitannya dengan pencegahan
HIV/AIDS. Bahkan, peningkatan taraf hidup bisa mendorong sebagian laki-laki
untuk melacur atau selingkuh.
Salah
satu faktor yang mendorong penyebaran HIV di Kota Jayapura khususnya adalah
perilaku sebagian laki-laki yang melacur tanpa kondom, sebagian lagi menjadikan
‘wanita penghibur’, kata lain untuk pekerja seks komersial (PSK), sebagai
‘istri simpanan’. Tapi, ‘istri simpanan’ itu tetap bekerja sebagai ‘wanita
penghibur’.
Selain
di Kota Jayapura ada juga laki-laki penduduk Jayapura yang mempunyai ‘istri
simpanan’ di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di luar Kota Jayapura. Seorang
sopir taksi mengaku sering mendengar cerita penumpangnya yang akan terbang ke
Jakarta tentang ‘simpanan’ mereka di Jakarta. “Ah, mereka kan ditipu,” kata
sopir taksi itu karena laki-laki Papua yang bercerita di taksinya mengatakan
‘istri simpanannya’ perempuan baik-baik.
Memang,
perempuan itu mereka temukan di bar, diskotek atau hotel sehingga jauh dari
kesan PSK. Tapi, pada prakteknya perempuan-perempuan itu sama saja dengan PSK.
Nah,
apakah Pak Walikota bisa menjamin tidak akan ada lagi laki-laki dewasa penduduk
Kota Jayapura yang melacur tanpa kondom dan tidak mempunyai wanita penghibur
sebagai ‘istri simpanan’?
Kedua, ‘mengurangi
angka kesakitan’ juga tidak ada kaitannya dengan HIV/AIDS karena orang-orang
yang tertular HIV/AIDS tidak otomatis mengalami kesakitan.
Ketiga, ‘kematian ibu
dan anak’ juga tidak ada kaitannya secara langsung dengan penanggulangan
HIV/AIDS karena ini terkait dengan reproduksi perempuan.
Keempat, melakukan
penyuluhan dan sosialisasi tentang HIV kepada masyarakat khususnya kaum muda
usia produktif hingga mengkampanyekan pemeriksaan VCT.
Persoalan
yang muncul adalah selama ini informasi tentang siapa yang harus menjalani tes
HIV tidak jelas. Yang selalu disebutkan adalah masyarakat. Padahal, tidak semua
orang harus menjalani tes HIV. Lagi pula tes HIV di klinik-klinik VCT adalah
penanggulangan di hilir.
Dikabarkan
Pemerintah Kota Jayapura menandatangani kesepakatan (MoU) dengan kinerja USAID untuk mendukung upaya perbaikan
layanan publik dalam sektor pendidikan, kesehatan dan usaha.
Kalau
perwakilan USAID mengetahui pernyataan wali kota tentang “2015, Kota Jayapura Target Bebas HIV/AIDS”, maka mereka sudah
mendukung informasi yang menyesatkan.

Selain
itu jika semua penduduk Kota Jayapura tidak menjalani tes HIV, maka penduduk
yang mengidap HIV/AIDS dan tidak terdeteksi akan menjadi mata rantai penyebaran
HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam
dan di luar nikah tanpa mereka sadari (Lihat Gambar 1).
Program
penanggulangan yang ada di Kota Jayapura sendiri tidak konkret dan hanya
mengandalkan penemuan kasus melalui klinik VCT. Ini adalah langkah di hilir,
sedangkan program penanggulangan di hulu sama sekali tidak ada.
Tidak
ada program berupa intervensi untuk mencegah penularan HIV dari suami ke istri
dan dari ibu-ke-anak yang dikandungnya (Lihat Gambar 2)
Lihat
saja jargon di billboard tentang HIV/AIDS yang menyebutkan “STOP AIDS. KASIH SAYANG DAN KETELADANAN”.
Apa hubungan antara kasih sayang dan keteladanan dengan penanggulangan
HIV/AIDS? Tidak ada! Ini mitos (anggapan yang salah).
Peraturan
Daerah (Perda) Kota Jayapura No 7 Tahun 2006 tentang Pencegahan dan Penanggulangan
IMS dan HIV/AIDS yang disahkan tanggal 12 Oktober 2006 sama sekali tidak
menyentuh akar persoalan.
Kota
Jayapura dekat dengan lokalisasi pelacuran Tanjung ‘turki’ Elmo di jalan raya
Jayapura – Sentani. Tidak ada program yang konkret dengan regulasi yang
objektif untuk menanggulangi penularan HIV dari laki-laki ‘hidung belang’ ke
PSK dan sebaliknya.
Maka,
laki-laki ‘hidung belang’ penduduk Kota Jayapura yang tertular HIV di Tanjung
Elmo akan menjadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat. Maka, adalah
mustahil menjadikan Kota Jayapura bebas HIV/AIDS. Yang ada kelak justru ‘ledakanAIDS’.
***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.