Pada Peringatan Hari AIDS Sedunia Tahun 2011 yang
diperingati di Silang Monas, Jakarta Pusat, tanggal 27 November 2011 Wakil
Presiden RI, Boediono, dalam sambutannya menyampaikan lima langkah
penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia.
Seiring dengan waktu, apa yang
sudah dilakukan pemerintah pusat dan daerah terkait dengan lima langkah tsb.?
Lima langkah yang disampaikan
Wapres Boediono, adalah:
(1) Perluasan jaringan
fasilitas pelayanan bagi penderita HIV/AIDS.
(2) Peningkatan keikutsertaan
masyarakat dalam pencegahan dan penanganan HIV/AIDS.
(3) Perbaikan koordinasi dan
tata kelola dari semua pihak dan instansi yang ikut menangani masalah HIV/AIDS di Tanah Air.
(4) Perbaikan sistem
informasi.
(5)
Dan yang sangat penting, mobilisasi dana, baik dari luar maupun dalam negeri,
untuk membiayai peningkatan
kuantitas dan kualitas penanganan HIV/AIDS di Tanah Air.
Langkah
nomor 1, yaitu “Perluasan jaringan fasilitas pelayanan bagi penderita
HIV/AIDS” merupakan langkah penanganan di hilir. Yang dilayani
adalah penderita HIV/AIDS yaitu orang-orang yang sudah tertular atau mengidap
HIV/AIDS. Itu artinya, ditunggu dulu orang tertular HIV baru ditangani. Fasilitas
pelayanan bagi orang-orang yang sudah tertular HIV tidak menghentikan insiden
infeksi HIV baru di hulu. Celakanya, program
penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia bekerja di hilir sesuai dengan ’pesanan’
donor (asing) karena ada angka (kasus).
Terkait dengan langkah nomor 1
ini yang terjadi di daerah pun hanyalah membangun fasilitas pelayanan pasca
tertular HIV, seperti klinik VCT (tempat tes HIV gratis secara sukarela dengan
konseling), dan penyediaan obat antiretroviral (ARV).
Langkah nomor 2 yaitu ”Peningkatan keikutsertaan masyarakat dalam pencegahan dan
penanganan HIV/AIDS” juga tidak menyentuh akar persoalan karena risiko tertular HIV erat kaitannya dengan perilaku
berisiko orang per orang yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan kegiatan masyarakat.
Maka, masyarakat tidak bisa melalukan sesuatu karena perilaku berisiko tertular
HIV bukan perilaku masyarakat tapi orang per orang.
Yang dilakukan hanyalah sebatas
sosialisasi dan penerbitan peraturan daerah (perda) penanggulangan HIV/AIDS
yang sama sekali tidak menyentuh akar persoalan terkait dengan insiden infeksi
HIV baru di hulu.
Langkah nomor 3 yaitu ”Perbaikan koordinasi dan tata kelola dari semua pihak dan
instansi yang ikut menangani masalah HIV/AIDS di Tanah Air”. Selama instansi dan institusi yang menangani HIV/AIDS
tetap berpijak pada moral, maka selama itu pula penyebaran HIV tidak akan bisa
ditanggulangi. Perda-perda HIV/AIDS sama sekali tidak memberikan program yang
konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS dan tidak ada langkah yang
konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa,
terutama melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK).
Langkah nomor 4 yaitu ”Perbaikan sistem informasi”. Jika yang dimaksud informasi adalah informasi tentang cara-cara penularan
dan pencegahan HIV, maka selama informasi HIV/AIDS tetap dibalut dengan moral
maka selama itu pula masyarakat tidak akan pernah menangkap cara-cara penularan
dan pencegahan yang konkret karena yang muncul hanya mitos (anggapan yang
salah). Lihat saja brosur, poster, leaflet, dll. selalu mengedepankan moral
sehingga mengabaikan fakta medis tentang HIV/AIDS.
Langkah nomor 5 yaitu ”Dan yang sangat
penting, mobilisasi dana, baik dari luar maupun dalam negeri, untuk membiayai
peningkatan kuantitas dan kualitas penanganan HIV/AIDS di Tanah Air”. Dana bisa bersumber dari APBD, tapi banyak daerah lebih
mementingkan dana APBD untuk klub sepak bola daripada penanggulangan HIV/AIDS.
Yang menjadi persoalan besar
sekarang adalah penyebaran HIV/AIDS kepada ibu-ibu rumah tangga yang dilakukan
oleh suami. Dalam kaitan ini sama sekali tidak ada program yang konkret untuk
menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa, al. melalui hubungan
seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokasi pelacuran, tempat
hiburan, dan panti pijat yang juga menyediakan transaksi seks.
Itu terjadi karena pemerintah,
terutama pemerintah daerah di provinsi, kabupaten dan kota selalu bersuara
lantang dengan mengatakan: Di daerah kami tidak ada pelacuran! Koq bisa? Ya,
tentu saja bisa karena yang mereka maksud adalah lokalisasi pelacuran.
Memang, tidak ada satu pun
lokalisasi pelacuran yang merupakan regulasi pemerintah yang melibatkan
kementrian sosial dan dinas sosial setempat.
Tapi, pratek pelacuran terjadi
di sembarang tempat dan sembarang waktu di banyak tempat di Nusantara. Di Prov
Papua, misalnya, tiap kota atau kabupaten ada lokasi pelacuran tapi disamarkan
jadi ’tempat-tempat berisiko terjadi penularan HIV’. Muncullah bar dan panti
pijat yang juga menyediakan pekerja seks yang ’berganti kulit’ sebagai pramuria
dan pemijat.
Karena bukan lokalisasi
pelacuran yang merupakan regulasi, maka program penanggulangan HIV/AIDS di
tempat-tempat berisiko itu pun tidak bisa dilakukan dengan cara-cara yang
eksplisit karena tidak berbentuk badan hukum.
Padahal, Thailand berhasil
menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan
seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuran melalui program ’wajib kondom 100 persen’.
Program ini ’dicangkok’ ke perda-perda AIDS, tapi dengan setengah hati karena
tidak melalui regulasi dan tidak ada pula cara pemantauan yang konkret.
Kemudian persoalan berikutnya
adalah penularan HIV/AIDS secara vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya.
Pemerintah mencanangkan pencegahan HIV dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya, tapi
celakanya sama sekali tidak ada cara yang sistematis untuk mendeteksi HIV/AIDS
pada ibu-ibu hamil.
Dengan kasus kumulatif HIV/AIDS
secara nasional sebanyak 118.865
yang tediri atas 86,762
HIV dan 32,103 AIDS
dengan 5,623
kematian, agaknya
pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum tergerak untuk membuat langkah
yang konkret.
Atau kita menunggu ’ledakan
AIDS’ dulu baru kalang-kabut membuat program. Tapi, kalau itu yang terjadi
artinya sudah terlambat. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.