Tanggapan Berita (4/10-2012) – “Masyrakat Inhu (Kabupaten Indragiri Hulu,
Prov Riau-pen.) dihimbau meningkatkan kewaspadaan terhadap penularan virus
AIDS. Mengingat, jumlah penderita di daerah tersebut terus meningkat.” Ini lead
berita “Penderita HIV - AIDS Di Inhu Meningkat” di riauterkini.com (20/9-2012).
Pernyataan
pada lead berita itu menunjukkan
pemahaman yang tidak akurat terhadap HIV/AIDS.
Pertama, sebagai virus
HIV tidak menular melalui udara, air dan pergaulan sehari-hari. Maka, biar pun
di satu daerah banyak penduduk yang mengidap HIV/AIDS tidak akan terjadi
penularan melalui pergaulan sehari-hari.
Kedua, biar pun di
satu daerah tidak ada penduduk yang mengidap HIV/AIDS tidak menjamin semua
penduduk akan terhindar dari HIV/AIDS karena bisa saja ada penduduk setempat
yang tertular HIV di luar daerah.
Ketiga, pelaporan
kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif yaitu kasus lama
ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka kasus HIV/AIDS tidak akan
pernah turun.
Di
lead berita saja sudah terjadi
misleading yaitu informasi yang menyesatkan.
Kasus HIV/AIDS di Inhu sampai April 2012 dilaporkan 11 HIV dan 14 AIDS dengan 3 kematian. Tentu saja angka ini tidak menggambarkan kasus yang sebenarnya di masyarakat karena penyebaran HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi (25) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).
Dikabarkan
bahwa salah satu pengidap HIV/AIDS adalah anak berusia 3 tahun 2 bulan. Diduga
anak tersebut terinfeksi HIV sejak dalam kandungan ibunya yang saat ini sudah
meninggal dunia.
Pernyataan
‘terinfeksi HIV sejak dalam kandungan ibunya’ tidak akurat karena penularan HIV
dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya bisa terjadi ketika di dalam kandungan, saat
persalinan atau ketika menyusui dengan air susu ibu (ASI).
Sayang,
dalam berita tidak dijelaskan ayah anak tsb. Jika ayah anak itu tidak menjelani
tes HIV dan masih hidup maka dia akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di
masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar
nikah.
Menurut
Kepala Dinas Kesehatan Inhu, Zainal Arifin: “Yang paling memprihatinkan, latar
belakang penderita HIV/AIDS tersebut sudah menyentuh semua kalangan, mulai dari
pegawai negeri sipil, TNI-Polri, ibu rumah tangga, mahasiswa, tenaga
profesional non medis, wiraswasta hingga sopir. Bahkan ibu rumah tangga
menduduki peringkat ketiga.”
Yang
memprihatinkan adalah ada suami yang menularkan HIV kepada istrinya. Penularan
terjadi tanpa disadari, tapi perilaku suami-suami itu berisiko, al. mereka
pernah atau sering melacur tanpa kondom dengan perempuan yang berganti-ganti
atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan.
Menurut
Zainal, penderita HIV/AIDS yang terdata tersebut diketahui setelah mereka
berobat ke rumah sakit dan dilakukan pemeriksaan darah.
Itu
artinya mereka sudah masuk masa AIDS yaitu sudah tertular HIV antara 5 – 15 tahun
sebelumnya. Maka, pada rentang waktu itu mereka sudah menularkan HIV kepada
orang lain tanpa mereka sadari. Yang beristri akan menularkan HIV kepada
istrinya.
Masih
menurut Zainal, masih banyak pengidap HIV/AIDS diluaran yang tidak menyadari
dirinya sudah terinfeksi HIV. Sehingga sangat rentan untuk menularkan terhadap
orang lain.
Pertanyaan
untuk Zainal: Apakah Dinkes Inhu mempunyai program yang konkret untuk
mendeteksi HIV/AIDS di masyarakat?
Kalau
jawabannya tidak ada, maka penyebaran HIV/AIDS terus terjadi di masyarkat Inhu.
Ini juga pernyataan Zainal: “Semua orang beresiko terinfeksi HIV dan terserang AIDS. Namun banyak yang tidak menyadarinya. ….”
Ini juga pernyataan Zainal: “Semua orang beresiko terinfeksi HIV dan terserang AIDS. Namun banyak yang tidak menyadarinya. ….”
Pernyataan
di atas tidak akurat, karena tidak semua orang perilakunya berisiko tertular
HIV/AIDS. Perilaku berisiko tertular HIV merupakan perilaku orang per orang,
al. perilaku seks yang dilakukan tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah,
dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti
pasangan, seperti pekerja seks.
Disebutkan
lagi: “Namun seks bebas dengan menggunakan pengaman seperti kondom juga tidak
menjamin seseorang terhindar dari HIV/AIDS.”
Kalau
‘seks bebas’ diartikan zina atau melacur, maka tidak ada kaitan langsung antara
zina dan melacur dengan penularan HIV karena penularan HIV melalui hubungan
seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah (sifat hubungan seksual) jika
salah satu dari pasangan tsb. mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai
kondom (kondisi hubungan seksual).
Maka,
biar pun ‘seks bebas’ kalau dilakukan dengan yang tidak mengidap HIV/AIDS maka
tidak ada risiko tertular HIV biar pun laki-laki tidak memakai kondom.
Tanpa
program penanggulangan yang konkret, maka penyebaran HIV/AIDS di Inhu akan
terus terjadi yang kelak akan sampai pada ‘ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful
W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.