Tanggapan Berita (10/10-2012) – “Selain
itu, KPA Provinsi juga minta kepada KPA di kabupaten/kota dan LSM untuk mendata
nama dan alamat penderita untuk memudahkan penanganan dan mencegah meluasnya
wabah penyakit mematikan tersebut.” Ini pernyataan di berita “Jatim Provinsi Beresiko Terkena Virus AIDS”
(tribunnews.com, 26/10-2012).
Ada beberapa hal
yang tidak akurat dalam pernyataan di atas.
Pertama, HIV/AIDS bukan wabah karena HIV
tidak mudah menular. HIV juga tidak bisa menular melalui pergaulan sehari-hari,
air dan udara. HIV hanya menular melalui cara-cara tertentu.
Kedua, HIV/AIDS bukan penyakit mematikan
karena belum ada laporan kematian karena HIV atau AIDS atau karena HIV/AIDS.
Kematian pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) terjadi di masa AIDS (setelah
tertular antara 5 – 15 tahun) karena penyakit yang disebut infeksi
oportunistik, seperti diare dan TBC.
Ketiga, orang-orang yang sudah
terdeteksi HIV/AIDS tidak perlu diawasi karena mereka akan menjaga dirinya
serta sudah berjanji tidak akan menularkan HIV kepada orang lain. Ini bisa
terjadi kalau tes HIV dilakukan dengan cara yang sesuai dengan standar operasi
tes HIV yang baku.
Komisi Penanggulangan AIDS
(KPA) Prov Jawa Timur (Jatim) rupanya tidak memahami penyebaran HIV justru
terjadi pada orang-orang yang sudah mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi.
Ini terjadi karena banyak orang yang sudah mengidap HIV/AIDS tidak menyadari
dirinya sudah tertular HIV karena tidak ada tanda, gejala atau pun ciri-ciri
yang khas AIDS pada fisik mereka.
Maka, penyebaran HIV/AIDS
di Jatim akan terus terjadi melalui penduduk Jatim, terutama laki-laki dewasa,
yang sudah mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi (Lihat Gambar 1).
Yang perlu dilakukan KPA
Jatim adalah membuat program yang konkret berupa intervensi agar tidak terjadi
penyebaran HIV/AIDS dari laki-laki ke PSK dan dari PSK ke laki-laki. Intervensi
lain adalah program konkret untuk mencegah penularan HIV dari suami ke istri
dan dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya.
Disebutkan dengan kasus
kumulatif HIV/AIDS 6.309 Jatim menjadi salah satu provinsi
dengan jumlah populasi berisiko tinggi terkena virus AIDS. Dari jumlah itu 3.310
terdeteksi pada penyalahguna narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya).
Tapi, perlu
dipertanyakan apakah bisa dibuktikan bawah semua kasus yang terdeteksi pada
penyalahguna narkoba (3.310) benar-benar tertular melalui jarum suntik pada
saat mereka menyuntikkan narkoba secara bersama-sama dengan bergiliran?
Tentu saja tidak
karena ada di antara mereka yang sudah ngesek
(melalukan hubungan seksual berisiko) sebelum menjadi penyalahguna narkoba dan
ketika atau selama mereka sudah menjadi penyalahguna narkoba.

Edi benar, tapi
mengabaikan fakta lain di ranah realitas sosial yaitu penyebaran HIV/AIDS
melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah melalui
laki-laki ‘hidung belang’. Pemprov Jatim boleh-boleh saja menepuk dada karena
lokalisasi akan ditutup. Bahkan Pemkot Surabaya mencanangkan “Surabaya Kota Bersih dari Asusila”.
Tapi, jangan
lupa praktek pelacuran akan terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu di
Jatim. Bisa juga laki-laki dewasa penduduk Jatim melacur ke luar Jatim (Lihat
Gambar 2).
Bahkan, dua
bulan lalu terbongkar pelacuran dengan menggunakan alat komunikasi yang disebut
e-prostitution yang melibatkan 2.000-an
gadis belia. Melihat tarif pelacur ini antara Rp 2 – Rp 5 juta tentulah yang
bisa ‘menikmati’ gadis-gadis belia itu hanya yang berkantong tebal, seperti
pengusaha, karyawan dan pegawai negeri. Maka, tidak mengherankan kalau lima
sampai sepuluh tahun ke depan kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi di kalangan pengusaha,
karyawan dan pegawai negeri.
Sekretaris KPA
Jatim, Otto Bambang Wahyudi, mengatakan untuk
menekan meluasnya wabah AIDS, pihaknya telah minta kepada seluruh KPA di
kabupaten/kota dan LSM yang peduli terhadap HIV/AIDS untuk mempertajam
sosialisasi kepada masyarakat mengenai cara pencegahan dan penanggulangannya.
Sosialisasi
HIV/AIDS sudah berjalan sejak tahun 1980-an. Maka, yang diperlukan adalah
program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki
dewasa melalui hubungan seksual dengan pekerja seks. Program ini hanya bisa
dilakukan di lokalisasi pelacuran. Celakanya, Perda AIDS Prov Jawa Timur pun
tidak memberikan langkah yang konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS (Lihat: Menyibak
Kiprah Perda AIDS Jatim - http://www.aidsindonesia.com/2012/09/menyibak-kiprah-perda-aids-jatim.html).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.