12 Oktober 2012

Kematian Balita Terkait HIV/AIDS di Banda Aceh

Tanggapan Berita (13/10-2012) - Dari hasil pemeriksaan, balita SR terinfeksi HIV karena tertular dari sang ibu. "Sementara untuk ayahnya negatif." Ini berita tentang kematian balita SR di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA), Banda Aceh, Aceh, karena diare yang terkait dengan HIV/AIDS (Balita Terinfeksi HIV di Aceh Meninggal Dunia, kompas.com, 11/10-2012).

SR tertular dari ibunya secara vertikal, tapi dalam berita kompas.com sama sekali tidak ada penjelasan tentang ayah SR yang tidak mengidap HIV/AIDS.

Di beritasore.com disebutkan: Sementara ibu dari balita tersebut tercatat sebagai pekerja di luar negeri.

Pertanyannya adalah:

1. Apakah sebelum berangkat ke luar negeri ibu balita tsb. menjalani tes HIV? Kalau jawabannya tidak, maka bisa saja ibu SR tertular HIV di Aceh atau di luar Aceh.

2. Kapan ibu RS menikah dengan ayahnya? Kalau SR adalah anak dari pernikahan ibu dan ayahnya, maka hal ini merupakan fakta baru karena hubungan seksual antara ibu SR dengan ayahnya yang dilakukan tanpa kondom ternyata tidak menular ke ayahnya.

Wartawan dan narasumber sama sekali mengabaikan dua pertanyaan di atas sehingga berita yang muncul pun penuh dengan rentetan pertanyaan.

Dikabarkan RSUZA sudah pernah merawat empat balita yang positif terinfeksi HIV. Data ini pun tidak dikembangkan wartawan. Padahal, dengan empat balita yang terdeteksi HIV/AIDS sudah ada minimal delapan orang yaitu empat perempuan (istri) dan empat laki-laki (suami) yang mengidap HIV/AIDS.

Kalau wartawan memakai perspektif dalam menulis berita tsb., maka yang dikembangkan adalah pertanyaan: Apakah ayah dan ibu empat balita tsb. sudah menjalani tes HIV? Jawaban dari pertanyaan ini akan membawa wartawan mengembangkan data terkait dengan penyebaran HIV/AIDS di ranah masyarakat sebagai realitas sosial.

Wakil Direktur RSUZA bidang pelayanan, dr Mohd Andalas, meminta para orang tua baik ayah maupun ibu untuk sama-sama melakukan pemeriksaan dini untuk mengetahui apakah ada gejala yang mengarah pada HIV/AIDS atau tidak untuk dilakukan pencegahan.

Lagi-lagi pernyataan ini membingungkan karena tidak semua orang atau pasangan suami-istri berisiko tertular HIV/AIDS. Kalau saja wartawan bertanya: siapa atau pasangan yang bagaimana yang harus melakukan pemeriksaan dini, maka pernyataan itu tidak akan muncul.

Masih menurut Mohd Andalas, yang terpenting adalah bagaimana masyarakat mau dan sadar datang ke bagian layanan pengobatan dan konseling HIV RSUZA untuk memeriksakan diri mereka.

Lagi-lagi pernyataan ini menyamaratakan perilaku semua orang. Yang berisiko bukan (semua) masyarakat karena risiko tertular HIV/AIDS erat kaitannya dengan perilaku orang per orang. Tidak semua orang perilakunya berisiko tertular HIV/AIDS.

Untuk itulah wartawan bertanya kepada Mohd Andalas: siapa saja yang harus sadar dan mendatangi layanan konseling AIDS?

Ada empat media yang memberitakan kematian balita SR terkait dengan HIV/AIDS yaitu kompas.com, beritasore.com, okezone.com, dan Harian “Analisa”, tapi tak satu pun dari media itu yang memberikan penjelasan tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV.

Wartawan pun tidak menggambarkan perilaku berisiko di Banda Aceh, misalnya, perilaku sebagian laki-laki dewasa terkait dengan praktek pelacuran. Apakah ada praktek pelacuran di Banda Aceh? Bagaimana ketersediaan kondom di Banda Aceh? Apakah ada laki-laki Banda Aceh yang melacur di luar Aceh?

Pemparan perilaku terkait dengan risiko tertular HIV akan menggambarkan penyebaran HIV/AIDS di Banda Aceh khususnya dan di Aceh pada umumnya. Sayang, wartawan lebih mementingkan sensasi kematian balita yang terkait dengan HIV/AIDS.

Disebutkan: RSUZA sendiri sudah mendata sejak 2006, di seluruh Aceh penderita HIV mencapai 145 orang dan 28 penderita di antaranya rutin mengambil obat di RSUZA Banda Aceh (Harian “Analisa”). Perlu diingat bahwa kasus ini hanya yang ditangani RSUZA, karena sebelum tahun2006 sudah ada kasus HIV/AIDS yang terdeteksi. Selain itu ada juga kasus HIV/AIDS pada penduduk Aceh yang terdeteksi di Medan.

Kematian balita SR terkait dengan HIV/AIDS memang jadi cantelan (newspeg) berita, tapi berita cenderung sensasional karena tidak memberikan gambaran yang ril tentang epidemi HIV/AIDS di Aceh. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.