Tanggapan Berita (30/10-2012) –
“Sylvia mengatakan tidak bisa memberikan identitas orangtua dan bayinya karena
menyangkut penyakit HIV/AIDS. Akan tetapi, kedua orangtua tersebut merupakan
warga Tambora dan Grogol, Jakarta Barat.” Ini pernyataan dr Sylvia, Kepala
Puskesmas Tambora, Jakarta Barat (Dua Ibu Pengidap HIV/AIDS Melahirkan, kompas.com, 29/10-2012).
Pernyataan
dr Sylvia ini, yaitu “tidak bisa memberikan identitas orangtua dan bayinya
karena menyangkut penyakit HIV/AIDS” mengesankan penderita atau pengidap
HIV/AIDS dilindungi dan diistimewakan dari pengidap penyakit lain. Inilah salah
satu faktor yang mendorong stigma (cap buruk) dan diskriminasi (pemberian cap
buruk) kepada orang-orang yang mengidap HIV/AIDS.
Padahal,
secara medis identitas semua pasien adalah fakta privat dan rahasia yang ada di
rekam medis yang dilindungi undang-undang, yaitu UU No 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran, dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No 269 Tahun
2008 tentang Rekam Medis. Kalau alasan ini yang disampaikan dr Sylvia ke
wartawan maka tidak ada kesan pengidap
HIV/AIDS dilindungi atau diistimewakan.
Dikabarkan dua perempuan pengidap HIV/AIDS penduduk
Tambora dan Grogol yang ditangani Puskesmas Tambora, Jakarta Barat, melahirkan.
Satu dua minggu lalu dan satulagi dua bulan yang lalu. Kedua perempuan itu
terdeteksi mengidap HIV/AIDS ketika ada kunjungan Badan Penanggulangan AIDS
Dunia (UNAIDS) ke Puskesmas Kecamatan Tambora. Dua perempuan itu tertular HIV
sebelum hamil.
Ada
risiko penularan secara vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya ketika di
dalam kandungan, saat persalinan dan waktu menyusui dengan air susu ibu (ASI).
Jika ditangani dokter sejak kehamilan, al. dengan memberikan obat antiretroviral
(ARV) dan persalinan dengan operasi Caesar
serta ASI diganti dengan susu formula maka risiko penularan bisa ditekan sampai
nol persen.
Kalau
wartawan jeli, maka yang perlu dikembangkan adalah: Apakah suami kedua perempuan itu sudah
menjalani tes HIV?
Soalnya,
kalau suami kedua perempuan itu tidak menjalani tes HIV, maka mereka akan
menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat secara horizontal terutama
melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Celakanya,
wartawan justru membesar-besarkan ‘nasib’ anak kedua perempuan itu: Apakah
kedua anak tersebut positif terindikasi HIV/AIDS atau tidak? ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.