Tanggapan Berita (6/10-2012) – “Virus
HIV/AIDS sampai sekarang ini belum ditemukan obatnya. Golongan usia muda
ternyata termasuk paling gampang terkena virus tersebut. Walau begitu, kita
sebenarnya dapat mencegah tertular virus maut tersebut.” Ini lead di berita “Usia muda
paling rentang terinfeksi HIV”
(www.waspada.co.id, 22/9-2012).
Ada beberapa hal yang tidak akurat
dalam pernyataan di lead berita tsb.
Pertama, obat
untuk HIV/AIDS sudah ada yaitu obat antiretroviral (ARV). Obat ini tidak
menyembuhkan, tapi menekan laju perkembangan HIV di dalam darah sehingga yang
meminum obat ARV bisa tetap hidup tanpa gangguan kesehatan yang berarti.
Kedua, HIV
sebagai virus tidak mencari-cari golongan usia muda karena penularan HIV tidak
ada kaitannya dengan usia. Seseorang berisiko tertular HIV tergantung pada
perilaku, al. perilaku seksual yang berisiko yaitu sering melakukan hubungan
seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pasangan yang
berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan.
Ketiga, belum
ada laporan kematian karena virus (HIV). Kematian pada Odha (Orang dengan
HIV/AIDS) terjadi karena penyakit lain yang disebut infeksi oportunistik pada
masa AIDS (setelah tertular antara 5 – 15 tahun).
Disebutkan:
“Masalah pergaulan bebas dan kurangnya informasi soal HIV/AIDS biasanya menjadi
jadi penyebab utama cepatnya penyebaran virus ini.”
Tidak
ada kaitan langsung antara ‘pergaulan bebas’ dengan penularan HIV karena
penularan HIV melalui hubungan seksual terjadi di dalam dan di luar nikah
(sifat hubungan seksual) jika salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak
memakai kondom setiap kali sanggama (kondisi hubungan seksual).
Terkait
dengan informasi selama ini pemerintah, termasuk sebagian besar pakar dan tokoh,
menyebarluaskan informasi HIV/AIDS yang menyesatkan. Ini terjadi karena
informasi dibumbui dengan moral sehingga fakta medis tentang HIV/AIDS hilang,
sedangkan yang sampai ke masyarakat hanya mitos (anggapan yang salah).
Kepala
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sugiri Syarief ,
mengatakan: “Kelompok umur 15 - 49 tahun merupakan populasi rawan tertular
HIV/AIDS. Tapi, lebih dari 50% terjadi pada kelompok usia 15 - 29 tahun. Data
ini memang memprihatinkan karena usia itu sebenarnya termasuk masa yang sangat
produktif.”
Pertanyaan:
(1)
Mengapa kelompok usia 15 - 29 tahun rawan tertular HIV/AIDS? Sayang, dalam
berita tidak ada penjelasan.
(2)
Bagaimana penularan HIV terjadi pada kelompok usia 15 - 29 tahun? Juga tidak
ada penjelasan dalam berita.
(3)
Bagaimana HIV/AIDS terdeteksi pada kelompok usia 15 - 29 tahun? Lagi-lagi tidak
ada penjelasan.
Pernyataan
yang mengatikan kerawanan tertular HIV pada kelompok usia 15 - 29 tahun jadi
tidak akurat karena tidak ada penjelasan yang konkret.
Disebutkan
bahwa Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional, Nafsiah Mboi,
mengatakan peningkatan estimasi tersebut disebabkan perilaku seks beresiko yang
dilakukan oleh masyarakat, dan terutama kaum muda alias remaja. Selain itu,
penyebaran melalui narkoba atau transfusi darah berada di urutan selanjutnya.
Apakah
perilaku seks berisiko hanya dilakukan oleh kelompok usia 15-29 tahun?
Bukti
yang ada justru bertolak belakang dengan data tsb., yaitu kasus HIV/AIDS yang
banyak terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga membuktikan bahwa yang
menularkan HIV kepada ibu-ibu rumah
tangga itu adalah laki-laki dewasa, dalam hal ini suami. Itu artinya
suami-suami itu tertular HIV, al. melalui perilaku seks berisiko.
Kalau
saja wartawan yang menulis berita ini bertanya kepada narasumber dengan tiga
pertanyaan di atas, maka realitas penyebaran HIV akan jelas karena kasus
HIV/AIDS yang terdeteksi pada kelompok usia 15 - 29 tahun sebagian besar bukan
karena kerentanan perilaku seksual mereka. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.