05 Oktober 2012

HIV/AIDS: Biaya Penanganan Lebih Besar dari Devisa Wisata



Oleh: I Komang Robby Patria – 23 September 2012

DENPASAR-Estimasi biaya langsung dan tidak langsung penanganan HIV AIDS di Thailand dari kurun waktu 1990 sampai dengan tahun 2000 sebesar US$ 8,7 miliar, jumlah ini lebih besar dibandingkan devisa wisatanya pada periode yang sama mencapai US$2,2 miliar.

Syaiful W Harahap, Pemimpin Redaksi Situs Berita AIDS Watch Indonesia menuturkan besarnya biaya yang dialokasikan oleh pemerintah Thailand tersebut dinilai sebagai dampak dari pengembangan pariwisatanya. Hasilnya, kata dia dari keseriusan pemerintah Thailand menangani AIDS tersebut dapat menurunkan infeksi penularan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV tersebut.

Dari contoh itu, lanjutnya, pemerintah baik provinsi ataupun kabupaten kota di Bali seharusnya mampu menyediakan anggaran yang khusus untuk menangani baik biaya langsung ataupun tidak langsung terkait AIDS. Jika tidak, ia mengkhawatirkan dampaknya akan semakin banyak kasus penularan HIV AIDS karena bentuk penanganannya selain minim juga tidak efektif dalam riilnya di masyarakat.


Merunut data yang tercatat dalam sumber surat kabar, Saiful menyebutkan pengidap HIV/AIDS di Sumatera Utara (Sumut) menghabiskan Rp19 miliar dalam setahun. Hingga pada Oktober 2009 tercatat 444 pengidap HIV/AIDS di Sumut yang harus mengonsumsi obat antiretrovival (ARV), dimana seorang pengidap HIV/AIDS menghabiskan Rp3,6 juta per bulan untuk membeli obat tersebut.

“Dari indikasi biaya itu, jelas terlihat dampak ekonomi biaya yang dikeluarkan bagi pengidap HIV/AIDS memerlukan anggaran yang tidak sedikit,” ujarnya saat lokakarya HIV dan Media, Minggu (23/9).

Selain bentuk subsidi anggaran untuk biaya langsung dan tidak langsung, Syaiful menambahkan dari sisi perangkat aturan, yaitu melalui peraturab daerah, pemerintah juga mampu berperan dalam menekan terjadinya penularan. Seperti rencana adanya peraturan daerah (perda) kota Denpasar tentang AIDS yang akan ditetapkan tidak lama lagi, ia mengharapkan adanya regulasi yang mengatur tempat lokalisasi kawasan bagi pekerja seks komersial (PSK).

Dalam aturan tersebut pemerintah daerah berhak untuk mengeluarkan ijin usaha bagi penyedia jasa seks komersial dan memberi peringatan, mendenda serta mencabut ijin itu apabila melanggar ketentuan yeng tertera dalam perjanjian penerbitan ijin usaha tersebut.

“Jika diketahui terdapat salah satu PSK yang terdeteksi HIV /AIDS di tempatnya, maka tentunya penyedia jasa itu bisa dikenakan sanksi yang jelas,” ujarnya.

Dari aturan ini, kata dia sekurang-kurangnya penyedia jasa seks komersial juga bertanggung jawab terhadap praktek seks yang beresiko seperti adanya pelanggan yang tidak menggunakan kondom.

Di samping itu, menurutnya dalam perda AIDS sebaiknya diatur tentang adanya wajib tes bagi ibu hamil, karena dari sini dapat mengetahui anak yang masih dalam kandungan sudah terinfeksi HIV positif atau tidak sehingga dapat melakukan tindakan antisipasi penyelamatan. Terlebih. Syaiful juga menjelaskan rekam jejak jika wanita itu teridentifikasi HIV positif dapat ditelusuri lebih lanjut pada suami dan pada akhirnya dapat menekan terjadinya penularan.

Seorang pengidap HIV/AIDS yang berinisial A mengatakan dalam penyediaan obat selama ini dapat diperoleh gratis berkat bantuan dari funding dari salah satu lembaga asing yang peduli terhadap HIV/AIDS. Hal ini, menurutnya yang membuatnya miris karena selama ini pemerintah daerah yang diharapkan peduli ternyata tidak mampu membantu penyediaan obat.

Yang menjadi persoalan lainnya, kata dia adalah masih munculnya stigma dan diskriminasi oleh masyarakat terhadap pengidap HIV/AIDS. Inilah kemudian dalam lingkungan dan sosialisasi di masyarakat Orang Dengan HIV (ODHIV) kerapkali termarjinalkan.

“Maka dari itu, beruntung dari yayasan lembaga AIDS yang kami ikuti, saya dipercaya sebagai konselor yang dapat saling memberi motivasi para ODHIV untuk percaya diri dan optimistis di tengah ancaman virus ini,” tegasnya. (redaksi.dps@bisnis.co.id/k2)

[Sumber: http://bali-bisnis.com/index.php/hivaids-biaya-penanganan-lebih-besar-dari-devisa-wisata/]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.