Oleh:
I Komang Robby Patria – 23
September 2012
DENPASAR-Estimasi
biaya langsung dan tidak langsung penanganan HIV AIDS di Thailand dari kurun
waktu 1990 sampai dengan tahun 2000 sebesar US$ 8,7 miliar, jumlah ini lebih
besar dibandingkan devisa wisatanya pada periode yang sama mencapai US$2,2
miliar.
Syaiful W
Harahap, Pemimpin Redaksi Situs Berita AIDS Watch Indonesia
menuturkan besarnya biaya yang dialokasikan oleh pemerintah Thailand
tersebut dinilai sebagai dampak dari pengembangan pariwisatanya. Hasilnya, kata
dia dari keseriusan pemerintah Thailand
menangani AIDS tersebut dapat menurunkan infeksi penularan penyakit yang
disebabkan oleh virus HIV tersebut.
Dari contoh itu,
lanjutnya, pemerintah baik provinsi ataupun kabupaten kota
di Bali seharusnya mampu menyediakan anggaran
yang khusus untuk menangani baik biaya langsung ataupun tidak langsung terkait
AIDS. Jika tidak, ia mengkhawatirkan dampaknya akan semakin banyak kasus
penularan HIV AIDS karena bentuk penanganannya selain minim juga tidak efektif
dalam riilnya di masyarakat.
Merunut data
yang tercatat dalam sumber surat
kabar, Saiful menyebutkan pengidap HIV/AIDS di Sumatera Utara (Sumut)
menghabiskan Rp19 miliar dalam setahun. Hingga pada Oktober 2009 tercatat 444
pengidap HIV/AIDS di Sumut yang harus mengonsumsi obat antiretrovival (ARV),
dimana seorang pengidap HIV/AIDS menghabiskan Rp3,6 juta per bulan untuk
membeli obat tersebut.
“Dari indikasi
biaya itu, jelas terlihat dampak ekonomi biaya yang dikeluarkan bagi pengidap
HIV/AIDS memerlukan anggaran yang tidak sedikit,” ujarnya saat lokakarya HIV
dan Media, Minggu (23/9).
Selain bentuk
subsidi anggaran untuk biaya langsung dan tidak langsung, Syaiful menambahkan
dari sisi perangkat aturan, yaitu melalui peraturab daerah, pemerintah juga
mampu berperan dalam menekan terjadinya penularan. Seperti rencana adanya
peraturan daerah (perda) kota
Denpasar tentang AIDS yang akan ditetapkan tidak lama lagi, ia mengharapkan
adanya regulasi yang mengatur tempat lokalisasi kawasan bagi pekerja seks
komersial (PSK).
Dalam aturan
tersebut pemerintah daerah berhak untuk mengeluarkan ijin usaha bagi penyedia
jasa seks komersial dan memberi peringatan, mendenda serta mencabut ijin itu
apabila melanggar ketentuan yeng tertera dalam perjanjian penerbitan ijin usaha
tersebut.
“Jika diketahui
terdapat salah satu PSK yang terdeteksi HIV /AIDS di tempatnya, maka tentunya
penyedia jasa itu bisa dikenakan sanksi yang jelas,” ujarnya.
Dari aturan ini, kata dia sekurang-kurangnya penyedia jasa seks komersial juga bertanggung jawab terhadap praktek seks yang beresiko seperti adanya pelanggan yang tidak menggunakan kondom.
Di samping itu,
menurutnya dalam perda AIDS sebaiknya diatur tentang adanya wajib tes bagi ibu
hamil, karena dari sini dapat mengetahui anak yang masih dalam kandungan sudah
terinfeksi HIV positif atau tidak sehingga dapat melakukan tindakan antisipasi
penyelamatan. Terlebih. Syaiful juga menjelaskan rekam jejak jika wanita itu teridentifikasi HIV positif dapat ditelusuri lebih lanjut pada suami dan
pada akhirnya dapat menekan terjadinya penularan.
Seorang pengidap
HIV/AIDS yang berinisial A mengatakan dalam penyediaan obat selama ini dapat
diperoleh gratis berkat bantuan dari funding dari salah satu lembaga asing yang
peduli terhadap HIV/AIDS. Hal ini, menurutnya yang membuatnya miris karena
selama ini pemerintah daerah yang diharapkan peduli ternyata tidak mampu
membantu penyediaan obat.
Yang menjadi
persoalan lainnya, kata dia adalah masih munculnya stigma dan diskriminasi oleh
masyarakat terhadap pengidap HIV/AIDS. Inilah kemudian dalam lingkungan dan
sosialisasi di masyarakat Orang Dengan HIV (ODHIV) kerapkali termarjinalkan.
“Maka dari itu,
beruntung dari yayasan lembaga AIDS yang kami ikuti, saya dipercaya sebagai
konselor yang dapat saling memberi motivasi para ODHIV untuk percaya diri dan
optimistis di tengah ancaman virus ini,” tegasnya. (redaksi.dps@bisnis.co.id/k2)
[Sumber: http://bali-bisnis.com/index.php/hivaids-biaya-penanganan-lebih-besar-dari-devisa-wisata/]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.