Tanggapan Berita
(9/10-2012) – “Virus mematikan HIV/AIDS sudah menjalar hingga lingkungan
keluarga. Ditambah lagi, semakin banyak ibu rumah tangga yang mengidap AIDS.
Jumlah anak-anak mengidap AIDS otomatis juga meningkat, mengingat balita
menyusu pada ibunya. Kasus kumulatif AIDS pada kelompok usia 0-4 tahun adalah
0,27 persen, setara 20 orang.” Ini lead
pada berita “HIV/AIDS Sasar IRT” di Harian
“Jambi Independent” (28/9-2012).
Ada beberapa pernyataan yang tidak
akurat pada lead berita di atas.
Pertama,
disebutkan “virus mematikan HIV/AIDS”. Ini menyesatkan karena belum ada kasus
kematian karena HIV atau AIDS atau HIV/AIDS. Penyebab kematian pada Odha (Orang
dengan HIV/AIDS) terjadi karena penyakit yang disebut infeksi oportunisik,
seperti diare dan TBC, pada masa AIDS yaitu setelah tertular antara 5-15 tahun.
Kedua, disebutkan “sudah menjalar hingga lingkungan keluarga”. Maksud
pernyataan ini HIV/AIDS sudah menjalar ke lingkungan keluarga. Ini juga
menyesatkan karena sejak awal epidemi HIV kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada
laki-laki gay dan pekerja seks komersial (PSK) juga ada dalam lingkungan
keluarga. Laki-laki gay, waria, PSK, dll. adalah bagian dari satu keluarga.
Ketiga,
disebutkan “Jumlah anak-anak mengidap AIDS otomatis juga meningkat, mengingat
balita menyusu pada ibunya” juga tidak tepat karena risiko penularan HIV secara
vertikal dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya juga bisa terjadi saat dalam
kandungan dan ketika persalinan.
Keempat,
disebutkan kasus HIV/AIDS pada kelompok usia 0-4 tahun ada 20. Ini menunjukkan
ada 20 ibu rumah tangga yang mengidap HIV dan ada lagi 20 laki-laki yang
mengidap HIV yaitu suami atau pasangan dari 20 ibu ibu rumah tangga yang
mengidap HIV/AIDS.
Dalam berita ini sama sekali tidak
dipersoalkan laki-laki dewasa, dalam hal ini suami, yang menularkan HIV kepada
istrinya.
Dikabarkan
kasus kumulatif di Jambi sampai Juni 2012 mencapai 675 dengan rincian 341 HIV dan 334 AID
dengan 119 kematian.
Menurut Ferdia Prakasa, aktivis
Komisi Perlindungan AIDS (KPA) Provinsi Jambi: “ …. Yang paling kasihan adalah
perempuan-perempuan yang positif HIV, tapi notabene bukan pelacur atau PSK. ….”
Tanpa disadari Ferdia justru
menyuburkan stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) karena
mengesankan kalau pelacur atau PSK yang tertular HIV tidak di-kasihan-i.
Ada fakta yang tidak disampaikan
Ferdia yaitu: (1) yang menularkan HIV kepada pelacuran atau PSK justru
laki-laki yang dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, (2) ada
pula laki-laki yang tertular HIV dari PSK.
Laki-laki yang menularkan HIV kepada
PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK menyebarkan HIV secara horizontal
di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di
luar nikah.
Disebutkan oleh Ferdia: “Ibu rumah
tangga tidak memiliki posisi tawar dengan pasangan saat berhubungan seks
sehingga mereka tidak berani meminta pasangannya memakai kondom. Karenanya
laki-laki perlu diingatkan untuk bertanggung jawab dan kembali pada konteks
kesetiaan.”
Kesetiaan yang seperti apa? Banyak
laki-laki ‘hidung belang’ yang setia dengan pasangannya di lokalisasi
pelacuran. Ada pula yang setia pada pasangan pada kurun waktu tertentu yang
tidak salah, seperti pelaku kawin-cerai.
Ya, yang perlu ditekankan adalah
tanggung jawab laki-laki agar tidak menularkan HIV kepada pasangannya, termasuk
kepada pelacur.
Ferdia mengatakan, faktor pencegahan
HIV dan AIDS yang utama adalah dengan pendidikan agama. Kedua adalah pendidikan
dan pemberdayaan remaja untuk say no to
drugs dan free sex. Ketiga adalah
penjangkauan di tempat kerja dengan fokus lelaki dan yang terakhir adalah
perlindungan perempuan dan remaja putri, serta penggunaan kondom.
Yang perlu disampaikan adalah fakta
tentang cara-cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS. Tidak ada kaitan langsung
antara pendidikan agama dengan penularan HIV karena orang yang tidak beragama
pun kalau perilakunya tidak berisiko maka tidak ada risiko tertular HIV.
Kalau yang dimaksud free sex adalah zina atau melacur, maka
lagi-lagi itu mitos karena tidak ada kaitan langsung antara free sex dengan penularan HIV. Penularan
HIV melalui hubungan seksual bukan karena free
sex (sifat hubungan seksual), tapi karena salah satu mengidap HIV/AIDS dan
laki-laki tidak memakai kondom (kondisi hubungan seksual).
Di Kota Jambi ada lokasi pelacuran Payosigadung
alias Pucuk.
Pertanyaan untuk Ferdia: Apakah ada
program yang konkret berupa regulasi untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru
pada laki-laki yang melacur di lokasi pelcuran itu?
Kalau jawabannya tidak ada, maka
penyebaran HIV di Kota Jambi khususnya dan di Prov Jambi umumnya akan terus
terjadi karena laki-laki yang menularkan HIV ke PSK di Payosigadung alias Pucuk
dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK di Payosigadung alias Pucuk akan
menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat.
Jika Pemkot Jambi atau Pemprov Jambi
tidak menjalankan program yang konkret, al. di lokasi pelacuran Payosigadung
alias Pucuk, maka penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi yang kelak bermuara
pada ‘ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.