Tanggapan Berita (29/10-2012) –
“Jumlah penderita penyakit mematikan HIVAids di
wilayah Kabupaten Bangka Selatan (Basel) sejak tiga tahun belakangan terus
mengalami peningkatan.” Ini lead di berita “Penderita
HIV/Aids di Basel Meningkat” (bangkaselatankab.go.id, 23/10-2012).
Berita
ini dilansir melalui situs kabupaten yang merupakan instansi resmi. Tapi,
informasi yang disampaikan ternyata tidak akurat.
Pernyataan
“penyakit mematikan HIVAids” tidak akurat
karena belum ada laporan kematian karena HIV/AIDS. Kematian pada pengidap
HIV/AIDS terjadi karena penyakit yang disebut infeksi oportunistik, seperti
diare dan TBC, di masa AIDS yaitu setelah tertular HIV antara 5 – 15 tahun.
Pelaporan kasus
HIV/AIDS di Indonesia dilakukan secara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah
kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka laporan kasus HIV/AIDS tidak akan
pernah turun.
Yang perlu
dipersoalkan adalah insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki melalui
hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK).
Disebutkan data
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kab Basel, Prov Bangka Belitung, menunjukkan
kasus HIV/AIDS pada tahun 2010 tercatat 3, tahun 2011 tercatat 2, dan tahun
2012 tercatat empat.
Dikabarkan bawah
empat kasus HIV/AIDS yang terdeteksi tahun 2012 ditemukan dalam pelacakan
terhadap 10 cafe dan 1 kelompok waria Basel yang dilakukan KPA Basel pada bulan
Juni lalu.
Penyebutakn
“pelacakan” tidak tepat karena yang dilakukan adalah survailans tes HIV.
Yang menyedihkan
adalah wartawan atau pegawai yang menulis berita ini tidak membawa empat kasus
tsb. ke realitas sosial terkait dengan penyebaran HIV/AIDS.
Pertama,
ada kemungkinanan HIV/AIDS yang terdeteksi pada tiga perempuan dan seorang
waria tsb. ditularkan oleh laki-laki dewasa penduduk lokal, asli atau
pendatang. Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki tsb. bisa saja sebagai seorang
suami sehingga menularkan HIV kepada istrinya.
Kedua,
ada kemungkinan tiga perempuan dan seorang waria tsb. sudah mengidap HIV/AIDS
sebelum praktek di Basel. Maka, laki-laki dewasa yang melakukan hubungan
seksual tanpa kondom dengan tiga perempuan dan seorang waria itu berisiko
tertular HIV. Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki tsb. bisa saja sebagai
seorang suami sehingga menularkan HIV kepada istrinya.
Di masyarakat
laki-laki yang menularkan HIV kepada tiga perempuan dan seorang waria serta laki-laki
yang tertular HIV dari tiga perempuan dan seorang waria menjadi mata rantai
penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di
dalam dan di luar nikah.
Menurut Sekretaris KPA Basel, Benny Supratama, kasus tsb. terdeteksi dari 86 sampel darah.
Sayang wartawan
tidak bertanya metode dan reagen yang dipakai KPA Basel untuk melakukan tes HIV
teradap darah tsb. Soalnya, kalau hanya bersifat survailans maka kasus itu
belum bisa dipastikan karena hasil tes HIV tidak dikonfirmasi dengan tes lain.
Karena
di Basel ada café yang menyediakan perempuan untuk transaksi seks, maka
pertanyaannya adalah: Apa program konkret yang dilakukan Pemkab Basel, dalam
hal ini KPA Kab Basel, untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki
melalui hubungan seksual dengan perempuan café?
Kalau
tidak ada program yang konkret, maka Pemkab Basel tingga menunggu waktu saja
unuk ‘panen AIDS’. ***[AIDS Watch
Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.