28 Oktober 2012

Di Bangka Selatan HIV/AIDS Terdeteksi pada Pelayan Café dan Waria



Tanggapan Berita (29/10-2012) – “Jumlah penderita penyakit mematikan HIVAids di wilayah Kabupaten Bangka Selatan (Basel) sejak tiga tahun belakangan terus mengalami peningkatan.” Ini lead di berita “Penderita HIV/Aids di Basel Meningkat” (bangkaselatankab.go.id, 23/10-2012).

Berita ini dilansir melalui situs kabupaten yang merupakan instansi resmi. Tapi, informasi yang disampaikan ternyata tidak akurat.

Pernyataan “penyakit mematikan HIVAids” tidak akurat karena belum ada laporan kematian karena HIV/AIDS. Kematian pada pengidap HIV/AIDS terjadi karena penyakit yang disebut infeksi oportunistik, seperti diare dan TBC, di masa AIDS yaitu setelah tertular HIV antara 5 – 15 tahun.

Pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan secara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka laporan kasus HIV/AIDS tidak akan pernah turun.

Yang perlu dipersoalkan adalah insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK).

Disebutkan data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kab Basel, Prov Bangka Belitung, menunjukkan kasus HIV/AIDS pada tahun 2010 tercatat  3, tahun 2011 tercatat 2, dan tahun 2012 tercatat empat.

Dikabarkan bawah empat kasus HIV/AIDS yang terdeteksi tahun 2012 ditemukan dalam pelacakan terhadap 10 cafe dan 1 kelompok waria Basel yang dilakukan KPA Basel pada bulan Juni lalu.

Penyebutakn “pelacakan” tidak tepat karena yang dilakukan adalah survailans tes HIV.

Yang menyedihkan adalah wartawan atau pegawai yang menulis berita ini tidak membawa empat kasus tsb. ke realitas sosial terkait dengan penyebaran HIV/AIDS.

Pertama, ada kemungkinanan HIV/AIDS yang terdeteksi pada tiga perempuan dan seorang waria tsb. ditularkan oleh laki-laki dewasa penduduk lokal, asli atau pendatang. Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki tsb. bisa saja sebagai seorang suami sehingga menularkan HIV kepada istrinya.

Kedua, ada kemungkinan tiga perempuan dan seorang waria tsb. sudah mengidap HIV/AIDS sebelum praktek di Basel. Maka, laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan tiga perempuan dan seorang waria itu berisiko tertular HIV. Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki tsb. bisa saja sebagai seorang suami sehingga menularkan HIV kepada istrinya.

Di masyarakat laki-laki yang menularkan HIV kepada tiga perempuan dan seorang waria serta laki-laki yang tertular HIV dari tiga perempuan dan seorang waria menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Menurut Sekretaris KPA Basel, Benny Supratama, kasus tsb. terdeteksi dari 86 sampel darah.

Sayang wartawan tidak bertanya metode dan reagen yang dipakai KPA Basel untuk melakukan tes HIV teradap darah tsb. Soalnya, kalau hanya bersifat survailans maka kasus itu belum bisa dipastikan karena hasil tes HIV tidak dikonfirmasi dengan tes lain.

Karena di Basel ada café yang menyediakan perempuan untuk transaksi seks, maka pertanyaannya adalah: Apa program konkret yang dilakukan Pemkab Basel, dalam hal ini KPA Kab Basel, untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan perempuan café?

Kalau tidak ada program yang konkret, maka Pemkab Basel tingga menunggu waktu saja unuk ‘panen AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.