Liputan (17/10-2012) – Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA) Kab Sumedang, Jabar, mencatat ada 34 pengidap
HIV/AIDS di wilayah itu yang sudah meminum obat antiretroviral (ARV).
Celakanya, obat ARV belum tersedia di RSUD Sumedang sehingga setiap bulan 34 pengidap HIV/AIDS yang sudah meminum obat ARV harus
mengambil obat ke RS Hasan Sadikin (RSHS) di Bandung. Selain itu mesin tes CD4 pun belum ada di Sumedang.
Jika ada pengidap HIV/AIDS yang
mau mengetahui tingkat CD4, al. terkait dengan ketentuan untuk meminum obat
ARV, mereka juga harus ke Bandung karena di sebuah laboratorium swasta di
Sumedang biaya tes CD4 Rp 140.000.
Kalau pengidap HIV/AIDS harus
ke Bandung mengambil obat ARV tiap bulan, maka minimal mereka harus
mengeluarkan biaya Rp 150.000 karena biasanya ditemani.
Pembelian mesin tes CD4 bisa
saja dibebankan kepada APBD Prov Jawa Barat karena menyangkut hak dasar
penduduk untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Begitu juga dengan penyiapan
sarana penangangan HIV/AIDS di RSUD selain dana dari APBD Kab Sumedang tentu
saja bisa didukung oleh Pemprov Jabar.
Soalnya, obat ARV sangat
penting artinya untuk menurunkan kesakitan dan kematian pada pengidap HIV/AIDS.
Selain itu bisa pula menekan penularan HIV karena obat ARV menekan laju
perkembangan HIV di dalam darah sehingga tidak cukup untuk ditularkan.
Ketiadaan obat ARV di Sumedang
karena Pemkab Sumedang belum menyediakan sarana khusus untuk penangangan
HIV/AIDS di RSUD Sumedang. Tapi, Dr.
H. Hilman Taufik, M.Kes,
Sekretaris KPA Sumedang, mengatakan bahwa sarana khusus untuk penanganan
HIV/AIDS sedangkan dipersiapkan di RSUD Sumedang. Hal ini disampaikan dr Hilman kepada wartawan peserta pelatihan terkait dengan penulisan HIV/AIDS di Sumedang (16/10-2012).
Kasus
kumulatif HIV/AIDS di Kab Sumedang menunjukkan 197 terdiri atas 90 HIV dan 107
AIDS dengan 63 kematian. Kasus ini,
seperti yang disampikan dr Hilman, tidaklah menggambarkan kasus yang sebenarnya
di masyarakat.
Untuk
itulah pihaknya sedang melatih konselor yang akan menjadi ujung tombak di
klinik-klinik VCT (tempat tes HIV gratis secara sukarela dengan bimbingan).
Sudah disiapkan 10 puskesmas yang akan menangani infeksi menular seksual (IMS),
yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, seperti
sifilis, GO, hepatitis B, dll. Klinik IMS ini erat kaitannya dengan HIV/AIDS
karena itu pasien IMS akan dikonseling agar bersedia menjalani tes HIV.
Saat ini ada empat anak-anak
yang mengidap HIV/AIDS di Sumdang. Dua balita dan dua sudah sekolah di SD.
Semula, seperti dituturkan Tita Anarita, staf di KPA Sumedang, salah seorang
anak nyaris dikeluarkan dari sekolah. Berkat sosialisasi akhirnya masyarakat
tidak lagi mengusik anak tadi.
Penyebaran HIV/AIDS di Kab
Sumedang al. didorong oleh perilaku laki-laki, terutama pekerja migran. Salah
satu kasus, misalnya, menimpa keluarga yang si suami kerja di Jakarta sebagai
pedagang mie di sekitar terminal Kp Rambutan, Jakarta Timur. Si suami dan istrinya sudah meninggal.
Selain itu lokasi pelacuran di
Nyalindung dan di Jatinangor ditutup dan di sana dibangun rumah ibadah. Tapi,
praktek pelacuran menyebar dan sulit dijangkau untuk sosialisasi terhadap
laki-laki ’hidung belang’. Soalnya, praktek pelacuran terjadi di sembarang
tempat sehingga tidak bisa didatangi karena ada yang terjadi di rumah penduduk.
Seorang penduduk di Sumedang yang
ditemui di pusat kota mengatakan bahwa jika pelacuran dilokalisir itu artinya
Pemkab Sumedang melagalkan pelacuran yang dilarang oleh agama. Tapi, ketika
ditanya apakah ada langkah untuk membasmi praktek pelacuran laki-laki itu
mengeleng-gelangkan kepalanya.
Selain praktek pelacuran ada
juga ’warem’ (warung reman-remang) yang juga menyediakan perempuan sebagai
pekerja seks.
Yang perlu diingat adalah
kesalahan bukan pada pekerja seks, tapi ada pada laki-laki ’hidung belang’. Maka,
penjangkauan bukan pada pekerja seks tapi pada laki-laki ’hidung belang’ agar
mereka memakai kondom jika sanggama dengan pekerja seks.
Persoalan yang dihadapi oleh
KPA Sumedang adalah praktek pelacuran yang tidak bisa dijangkau sehingga
insiden infeksi HIV baru akan terus terjadi. Ini sudah terbukti yang dengan
jumlah 42 kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu rumah tangga.
Agaknya, penanggulangan
HIV/AIDS di Kab Sumedang membutukahkan langkah
yang konkret dengan didukungam semua pihak. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.