03 September 2012

“Sentuhan Vagina” sebagai Cara Penularan HIV/AIDS


Tanggapan Berita - Dari 24 kasus kumulatif HIV/AIDS di Aceh Utara, Prov Aceh, dikabarkan 60 persen terdeteksi pada ibu rumah tangga dengan lima kematian (24 Warga Aceh Utara Terindikasi HIV/AIDS, harianandalas.com, 30/8-2012). Salah satu dari pengidap HIV/AIDS di Aceh Utara adalah seorang bocah murid SD (Lihat: Seorang Bocah Siswa SD di Aceh Utara Terdeteksi Mengidap HIV/AIDS - http://www.aidsindonesia.com/2012/09/seorang-bocah-siswa-sd-di-aceh-utara_2.html).  

Jika 60 persen kasus HIV/AIDS di Aceh Utara itu terdeteksi pada ibu rumah tangga, maka data ini menggambarkan ada laki-laki yang mempunyai istri atau pasangan lebih dari satu.

Dalam berita tidak dijelaskan apakah suami atau pasangan ibu-ibu rumah tangga itu sudah menjalani tes  HIV. Kalau suami-suami atau pasangan ibu-ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS itu belum menjalani tes HIV, maka mereka akan menyebarkan HIV kepada orang lain, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Disebutkan “ …. mereka sekarang dalam pengawasan pihak yang berkompeten yaitu dari Dinas Kesehatan setempat.” Pernyataan ini menyesatkan karena mengesankan orang-orang yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS harus diawasi. Ini salah kaprah karena orang-orang yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS tidak otomatis harus mendapatkan pengobatan dan perawatan.

Jika tes HIV yang dilakukan terhadap orang-orang yang mengidap HIV/AIDS itu sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku, maka mereka tidak perlu diawasi karena salah satu janji seseorang yang menyatakan dirinya bersedia menjalani tes HIV adalah: menghentikan penularan HIV mulai dari dirinya....


Sedangkan untuk mencegah menularnya (penyebaran HIV/AIDS-pen.) lebih luas, dikabarkan pemda telah membentuk tim terpadu melakukan sosialisasi kepada masyarakat Gampong.

Yang diperlukan bukan sosialisasi, tapi program yang konkret terutama menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa terutama melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK).

Yang menjadi persoalan adalah Pemkab Aceh Utara akan bersikukuh bahwa di daerahnya tidak ada pelacuran karena wilayah Provinsi Aceh menerapkan syariat Islam.

Memang, secara de jure tidak ada lokalisasi pelacuran. Tapi, secara de facto praktek pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu di Aceh.

Selain itu ada pula laki-laki dewasa penduduk Aceh yang melacur ke luar daerah, seperti ke Besitang di perbatasan Aceh dan Sumut atau ke Kota Medan. Dikabarkan penerbangan Banda Aceh – Medan sering penuh pada akhir pekan. Begitu juga dengan angkutan darat, seperti bus dan travel, selalu banyak penumpang di akhir pekan dengan tujuan Medan. Di Kota Medan sendiri dikabarkan ada beberapa hotel yang menawarkan potongan harga kepada pemegang KTP Aceh.

Disebutkan bahwa “Kasus tersebut terjadi akibat jajanan seks bebas, narkoba yang kemudian ketularan kepada keluarganya. ….”

Kalau ‘seks bebas’ diartikan sebagai zina atau melacur, maka pernyataan itu tidak akurat karena penularan melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (zina, melacur, ‘seks bebas’, dll.), tapi karena kondisi (saat terjadi) hubungan seksual yaitu salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom ketika sanggama.

Menurut Bupati Aceh Utara (Acut), H Muhammad Thaib alias Cek Mad, pihaknya merahasiakan siapa nama dan dimana alamat penderita HIV itu.

Dalam konteks kesehatan semua data dan informasi tentang penyakit seseorang merupakan rahasia jabatan dokter sebagai catatan medis. Bukan hanya pengidap HIV/AIDS yang dirahasiakan, tapi semua pengidap penyakit harus dirahasiakan. Yang boleh dipublikasikan hanya penyakit yang terkait dengan wabah.

Disebutkan pula “ …. masyarakat tak perlu takut (maksudnya penyebaran HIV/AIDS karena identitas pengidap HIV/AIDS dirahasiakan-pen.), karena penularan itu ada batasnya, yakni melalui cairan darah, cairan sperma, sentuhan vagina dan air susu ibu.”

Penularan HIV melaui ‘sentuhan vagina’ menyesatkan karena tidak jelas apa yang dimaksud dengan ‘sentuhan vagina’.

Kalau ‘sentuhan vagina’ dimaksudkan sebagai hubungan seksual atau sanggama, maka hubungan seksual tidak otomatis sebagai faktor risiko penularan HIV karena harus memehui bebarapa unsur, al. salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.