Liputan (9/9-2012) – Dengan
jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS yang ‘kecil’ di Prov Sulawesi Tenggara (Sultra)
terkesan dianggap remeh. Dari tahun 2004 sampai April 2012 kasus kumulatif HIV/AIDS di Sultra dilaporkan
196. Angka ini tidak menggambarkan kasus ril di masyarakat.
Hasil
survai Lembaga Advokasi HIV-AIDS (LAHA) Sultra tahun 2004 sampai 2010 menyebutkan
ada 127 kasus kumulatif HIV/AIDS di Sultra, yang terdiri atas 77 pria dan 50
wanita. Di Kota Kendari dilaporkan 38, Kab Muna 24, Wakatobi 13, Buton dan
Kolaka masing-masing 8, Baubau 6, Bombana 5, Konawe Selatan 4, Konawe 3, dan
Konawe Utara 2 (www.jpnn.com, 8/6-2011).
Mobilitas
ke wilayah Sultra mulai meningkat tajam sejak perkebunan sawit dan kakao serta
tambang dikembangkan. Penerbangan regular berjadwal dari Makassar ke Kota
Kendari pun sudah dilayani beberapa perusahaan penerbangan, seperti Garuda dan
Lion Air. Kegiatan perkebunan dan pertambangan membutuhkan tenaga kerja yang tidak sedikit
dan membuka peluang untuk ‘bisnis seks’.
Di
Kota Kendari terdapat kafe dan karaoke tenda di sepanjang pantai, penduduk menyebutnya Kendari Beach, menjadi hiburan murah
bagi masyarakat. ‘Cewek-cewek’ di kafe dan karaoke bisa diajak jadi teman
ngobrol dan bernyanyi.
Praktek
pelacuran memang tidak terbuka di Kota Kendari, tapi dengan bantuan sopir taksi, para pekerja seks komersial (PSK) amat mudah dipesan. “Tinggal kasi tau kita ke hotel mana, Pak,” kata seorang sopir taksi
menawarkan ‘cewek’ yang kata sopir taksi itu bohay.
Tarifnya?
Nah, jangan kaget kalau disebut angka Rp 500.000. Ini belum termasuk kamar
hotel. Memang, ada losmen dan hotel melati tapi tentu tidak aman dari razia
Satpol PP dan polisi. Maka, kalangan berduit dan penggede menunggu atau menemui
‘cewek’ di hotel berbintang yang aman dari razia. Hotel berbintang mematok tarif
seputaran Rp 1 juta. Tentu sudah bisa ditebak siapa saja laki-laki yang ‘memesan’
cewek ke hotel berbintang.
Kota
sekecil Kendari ternyata banyak taksi. Siapa penumpangnya? “Ya, dengan punya
dua atau tiga cewek saja setoran saya sudah lunas, Pak,” kata sopir taksi tadi.
Artinya, kalau setiap malam dia membawa tiga ‘cewek’ ke laki-laki ‘hidung
belang’, maka dia mengantongi uang antara Rp 300.000 – Rp 450.000. Setoran
taksi Rp 200.000 per hari.
Masih
menurut sopir taksi tadi, kalau sudah beberapa kali ‘mem-booking’ ‘cewek’ yang
sama, tarif sekali kencan bisa Rp 350.000.
Tarif
sebesar itu tentulah mencegangkan karena di beberapa lokasi pelacuran di P.
Jawa atau ‘cewek’ panggilan tarifnya antara Rp 70.000 – Rp 250.000. Itu terjadi
karena pendapatan sebagian penduduk di Kota Kendari khususnya bertambah dari
hasil perkebunan dan pertambangan.
Kalau pegawai negeri atau karyawan mempunyai kebun sawit atau kakao tentulah pendapatan mereka setiap bulan bertambah dari gaji sehingga penghasilan ril kian besar. Dengan tarif Rp 500.000 tidak ada artinya bagi mereka karena harga kelapa sawit dan kakao yang tinggi.
Kalau pegawai negeri atau karyawan mempunyai kebun sawit atau kakao tentulah pendapatan mereka setiap bulan bertambah dari gaji sehingga penghasilan ril kian besar. Dengan tarif Rp 500.000 tidak ada artinya bagi mereka karena harga kelapa sawit dan kakao yang tinggi.
Biar
pun praktek pelacuran tidak kasat maka, tapi Pemkot Kendari khususnya dan
Pemprov Sultra sudah harus membuka mata bahwa ada kegiatan yang berisiko
menjadi pemicu penyebaran IMS (infeksi menular seksual, seperti GO/kencing
nanah, sifilis/raja singa, virus hepatitis B, klamidia, jengger ayam, herpes
genitalis, dll.) dan HIV/AIDS.
PSK
yang datang ke Kota Kendari dan daerah lain di Sultra tentulah ada yang
mengidap IMS atau HIV/AIDS atau dua-duanya sekaligus. Maka, kalau ada laki-laki
penduduk Kota Kendari dan Sultra yang melakukan hubungan seksual dengan PSK
tanpa kondom maka mereka berisiko tertular IMS atau HIV atau dua-duanya
sekaligus.
Untuk
meningkatkan kemampuan wartawan, khususnya di Fajar Group, LPSDM Harian “FAJAR”
Makassar melalui
Harian “Kendari Ekspres” melatih wartawan Fajar Group
di Kendari
(25-26 September 2011). Melalui pelatihan tsb. diharapkan wartawan bisa menulis
berita yang lebih komprehensif sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap penanggulangan HIV/AIDS.
Tanpa
langkah yang konkret penyebaran HIV/AIDS di Kota Kendari khususnya dan di
Sultra umumnya akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful
W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.