Tanggapan Berita (15/9-2012) – “Dari
283 orang penderita, yang paling banyak umur 15-35 tahun ….” Ini pernyataan Awan,
anggota KPA Karawang, Jawa Barat, dalam berita “Pelajar di Karawang Rentan Tertular AIDS” di “Pos Kota” (9/9-2012).
Data mentah itu tidak dikembangkan
oleh wartawan sehingga dikesankan usia 15 – 35 tahun adalah ‘mangsa’ HIV/AIDS. Kalau wartawan yang menulis berita itu
membawa data itu ke realitas sosial tentulah tidak muncul kesan buruk terhadap
kalangan berusia 15 – 35 tahun.
Pertama, pada
kalangan mana kasus HIV/AIDS itu terdeksi? Dalam berita tidak ada penjelasdan. Kasus
HIV/AIDS pada rentang usia 15 – 35 tahun banyak terdeteksi pada penyalahguna
narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) dengan jarum suntik secara
bergantian. Mereka diwajibkan tes HIV jika hendak menjalani rehabilitasi.
Kedua,
bagaimana kasus-kasus HIV/AIDS pada rentang usia 15 – 35 tahun itu terdeteksi?
Juga tidak ada penjelasan. Padahal, kasus ini banyak terdeteksi ketika mereka
wajib tes HIV.
Ketiga,
bagaimana jumlah perbandingan jenis kelamin? Ini pun tidak ada penjelasan.
Soalnya, pengidap HIV/AIDS pada rentang usia 15 – 35 tahun yang terdeteksi pada
penyalahguna narkoba terdeteksi pada lak-laki karena penyalahguna narkoba
perempuan jarang yang dibawa ke tempat rehabilitasi dengan alasan memalukan
bagi keluarga.
Sebaliknya, kasus HIV/AIDS pada
laki-laki dewasa banyak terdeteksi di masa AIDS (setelah tertular antara 5 – 15
tahun) ketika mereka borobat dengan keluhan penyakit yang sulit disembuhkan.
Indikator kasus HIV/AIDS banyak pada
laki-laki dewasa dapat dilihat pada kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu
rumah tangga. Ini menunjukkan laki-laki dewasa yang beristri menularkan HIV
kepada istrinya.
Disebutkan: “ ….
sosialisasi kepada pelajar yang selama ini rentan terkena akibat pergaulan
bebas yang dilakukan.:
Kalau pergaulan bebas adalah berzina dengan pasangan dan melacur dengan pekerja seks komersial (PSK), maka perilaku ini justru jauh lebih banyak dilakukan kalangan dewasa. Misalnya, pasangan yang check-in malam dan pulang pagi di penginapan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang (Lihat: “Pasangan” yang Check-in di Hotel di Karawang Menolak Kondom - http://www.aidsindonesia.com/2012/08/pasangan-yang-check-in-di-hotel-di.html).
Lagi pula ‘pergaulan
bebas’ adalah sifat hubungan seksual, padahal penularan HIV/AIDS melalui
hubungan seksual terjadi karena kondisi hubungan seksual yaitu salah satu
mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom setiap sanggama.
Masih menurut
Awan: “…. penyakit ini bisa menular pada siapapun juga, tidak terkecuali bagi
pelajar. Sebab saat ini pelajar Karawang sangat rentan dengan virus berbahaya
itu.”
HIV/AIDS tidak
menular kepada siapa pun. Penularan HIV melalui hubungan seksual hanya dari
yang mengidap HIV/AIDS ke orang lain melalui hubungan seksual tanpa kondom di
dalam dan di luar nikah.
Kalau saja Awan
mengamati penginapan, losmen, hotel melati dan hotel berbintang serta belasan
lokasi pelacuran di Kab Karawang tentulah pernyataannya tidak lagi memojokkan
pelajar karena yang ada di sana justru laki-laki dewasa.
Dikabarkan
KPA Karawang meningkatkan sosialisasi bahaya HIV/AIDS ke pelajar untuk
mengatasi HIV/AIDS. Langkah ini akan sia-sia jika tidak ada regulasi yang
konkret untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS.
Tidak sedikit perempuan asal Kab Karawang yang menjadi PSK di berbagai kota. Nah, kalau mereka pulang kampung tentulah ada risiko penyebaran HIV (Lihat: PSK Mudik Lebaran: Ada yang Bawa AIDS sebagai Oleh-oleh - http://www.aidsindonesia.com/2012/08/psk-mudik-lebaran-ada-yang-bawa-aids.html).
Tanpa
program yang konkret penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Kab Karawang
yang akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.