02 September 2012

Materi KIE HIV/AIDS yang Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia


Media Watch. Penggunaan kata yang merendahkan harkat dan martabat manusia terdapat dalam beberapa material KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) terkait HIV/AIDS.

Misalnya, dalam buku “Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia 2007-2010” (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2007), ditemukan penggunaan kata penjaja untuk menggantikan istilah pelacur atau pekerja seks komersial (PSK).

Di halaman iii disebutkan: penjaja seks (PS), pelanggan penjaja seks (PPS).

Di halaman x pada Daftar Singkatan disebutkan:

- PPS: Pelanggan Penjaja Seks

- WPS: Wanita Penjaja Seks

Di halaman 1 disebutkan wanita penjaja seks (WPS)

Di halaman 11 disebutkan: penjaja seks (PS), wanita penjaja seks (langsung dan tidak langsung), lelaki seks dengan lelaki (LSL), pelanggan penjaja seks (PPS).....


 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud-Balai Pustaka, Cet I, 1988, disebutkan:

- jaja-berjaja-menjaja: pergi berkeliling membawa dan menawarkan barang dagangan (supaya dibeli orang)

- menjajakan: menjual barang dagangan (dengan dibawa berkeliling)

- jaja-jajaan: barang dagangan yang dijajakan

- penjaja: orang yang menjajakan

Bertolak dari makna kata jaja tentulah penggunaan kata penjaja seks tidak pas karena pekerja seks tidak pernah menjajakan ‘barang dagangannya’. Tidak ada pekerja seks yang berkeliling menunjukkan ‘barang dagangannya’. Ini fakta empiris.

Yang terjadi adalah justru laki-laki yang mendatangi, mencari atau ’memesan’ PSK. Ini juga fakta empiris. Sayang, laki-laki yang melacur tidak dijuluki dengan istilah yang bernuansa moral. Yang ada hanya sebutan ’hidung belang’, tapi ini pun tidak menyentuh ranah moral karena tidak menggambarkan kondisi yang ril tentang perilaku (laki-laki).

Pemakaian kata pejaja seks kepada pekerja seks merendahkan harkat dan martabat orang-orang yang (memilih) atau menjadi PSK (baca: perempuan) sebagai manusia.

Pemakaian kata penjaja pada penjaja seks atau wanita penjaja seks menunjukkan tidak ada cita rasa bahasa. Ini terjadi karena penyebutan berpijak pada moralitas sepihak yang menempatkan PSK di posisi tidak bermoral dan pemberi istilah pada kedudukan yang bermoral walaupun ada sebagian yang justru laki-laki ’hidung belang’ dan perempuan peselingkuh.

Penggunaan kata penjaja menyuburkan stigma terhadap PSK dan mendorong masyarakat melakukan diskriminasi terhadap PSK karena mereka sudah ditempatkan pada posisi yang tidak bermoral.

Istilah lelaki seks dengan lelaki (LSL) juga tidak pas karena tidak ada gambaran proses atau kegiatan dalam kata ini. Seks adalah jenis kelamin sehingga kalau diartikan maka kata itu menjadi ‘lelaki jenis kelamin dengan lelaki’. LSL dipakai sebagai padanan istilah ‘man having sex with man‘ (MSM). Pada MSM ada kegiatan yaitu laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki atau laki-laki suka seks laki-laki, sedangkan pada LSL tidak ada kegiatan (seks).

Selain itu Odha bukan singkatan atau akronim tapi kata yang mengacu kepada Orang dengan HIV/AIDS sehingga tidak semua hurufnya kapital. Istilah ini sendiri dianjurkan oleh (alm.) Prof Dr Anton M. Moeliono, ketika itu Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud, kepada aktivis YPI al. Husein Habsyi dan alm. Suzana Murni (16/11-1995). Menurut Prof Anton pemakaian kata Odha lebih netral dan dinamis daripada menyebut penderita, pengidap, korban, dll.(Syaiful W. Harahap, Pers Meliput AIDS, Penerbit PT Sinar Kasih/Ford Foundation, Jakarta, 2000).

Dalam KIE saja kita sudah membuat jarak dan merendahkan harkat dan martabat manusia. Ini juga akan membuat orang melihat PSK sebagai bidang keladi epidemi HIV. Pada akhirnya hal itu akan mendorong masyarakat melakukan stigma (pemberian cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan yang berbeda) terhadap PSK dan akan bermuara pada Odha.

Memojokkan PSK dalam kaitannya dengan pelacuran hanyalah menunjukan kemunafikan karena sama sekali mengabaikan peranan laki-laki (’hidung belang’) dalam pelacuran. ***[AIDS Watch Indonesia/ Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.