Tanggapan Berita (10/9-2012) – “Sekretaris Batam
City Aids Commision, Pieter P. Purklolong mengatakan, penderita HIV/AIDS di
Batam meningkat lima belas persen tiap tahun. Kenaikan penderita HIV/AIDS
diketahui setelah komisi melakukan konseling terhadap laki-laki dan perempuan
di Batam.” Ini lead di berita “Penderita
HIV/AIDS di Batam Kebanyakan Laki-laki” (tempo.co.id, 4/9-2012).
Pernyataan “penderita HIV/AIDS di Batam meningkat
lima belas persen tiap tahun” menunjukkan pemahaman yang tidak akurat terhadap cara
pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia. Laporan kasus HIV/AIDS tidak akan pernah
turun karena laporan dilakukan secara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah
kasus baru. Begitu seterusnya. Biar pun banyak pengidap HIV/AIDS yang meninggal, jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan akan terus bertambah.
Yang
bertambah adalah kasus baru yaitu kasus-kasus yang baru terdeteksi. Ini
menunjukkan insiden kasus baru terus terjadi di masyarakat. Ini terjadi karena
Pemkot Batam tidak mempunyai program yang konkret untuk menurunkan insiden
infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan
pekerja seks komersial (PSK).
Disebutkan
bahwa pada kurun enam bulan di tahun 2012 kasus HIV terdeteksi pada 69 laki-laki
dan 58 perempuan pada masa AIDS.
Data
itu menunjukkan 69 laki-laki dan 58 perempuan tsb. sudah tertular HIV antara 5 –
15 tahun sebelumnya. Maka, diperkirakan mereka tertular HIV antara tahun 1997
dan 2007 (Lihat Gambar 1).
Celakanya,
tanpa mereka sadari mereka sudah menularkan HIV kepada orang lain karena mereka
tidak menyadari bahwa mereka sudah mengidap HIV/AIDS. Ini terjadi karena tidak
ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik mereka. Penularan HIV yang mereka
lakukan terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar
nikah.
Disebutkan
pula bahwa 17 perempuan dan 21 laki-laki meninggal. Sayang, dalam berita tidak
dijelaskan penyakit apa yang menyebabkan mereka meninggal. Kematian pada Odha
(Orang dengan HIV/AIDS) terjadi pada masa AIDS karena penyakit yang disebut
infeksi oportunistik, seperti diare dan TBC (Lihat Gambar 2).

Sayang,
dalam berita tidak ada penjelasan tentang status perkawinan laki-laki dan
perempuan yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS itu.
Soalnya,
kalau di antara mereka ada ibu rumah
tangga maka perlu dilakukan konseling pasangan.
Pertanyaan
untuk Pieter: Apakah suami atau istri dari orang-orang yang terdetesi mengidap
HIV/AIDS itu menjalani tes HIV?
Kalau
jawabannya tidak, maka pasangan dari orang-orang yang terdeteksi mengidap
HIV/AIDS itu akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama
melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Menurut
Pieter, sex bebas di Batam merupakan penyebab utama banyaknya laki-laki
terinfeksi HIV. Di Batam, terdapat banyak tempat hiburan sebagai kamuflase
kegiatan prostitusi.
Pertama, kalau ‘seks
bebas’ yang dimaksud adalah melacur, maka tidak ada kaitan langsung antara
melacur dan penularan HIV. Penularan melalui ‘seks bebas’ (sifat hubungan
seksual) terjadi karena salah satu mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai
kondom (kondisi hubungan seksual).
Kedua, Pemkot Batam
dan Pemprov Kepulauan Riau tidak mengakui ada pelacuran sehingga tidak ada
program yang konkret untuk menanggulangi penularan HIV melalui pelacuran.
Ketiga, cara-cara
penanggulangan yang ditawarkan di Perda AIDS Prov Kepulauan Riau juga tidak ada
yang konrket (Lihat: Menakar Efektivitas
Perda AIDS Provinsi Kepulauan Riau - http://www.aidsindonesia.com/2012/09/menakar-efektivitas-perda-aids-provinsi.html).
Melalui
program penyuluhan kesehatan reproduksi pada buruh perempuan yang dijalankan
oleh Yayasan Mitra
Kesehatan dan Kemanusiaan (YMKK) Batam di tahun 2000-an terungkap
bahwa buruh perempuan akan dipecat kalau terdeteksi mengidap IMS (infeksi
menular seksual, seperti sifilis, GO, virus hepatitis B, klamidia, dll.). Itu
dilakukan dengan anggapan mereka nyambi sebagai PSK. Ini menyesatkan dan
membuat perempuan jadi korban, sedangkan laki-laki yang terdeteksi mengidap IMS
tidak dipecat.
Itu
artinya (banyak) laki-laki yang mengidap IMS. Kalau buruh laki-laki yang
menularkan IMS kepada buruh perempuan juga mengidap HIV/AIDS, maka sekaligus
juga terjadi penularan HIV. Sebaliknya, laki-laki yang melakukan hubungan
seksual dengan buruh yang mengidap IMS bisa juga sekaligus mengidap HIV/AIDS
akan berisiko tertular IMS atau AIDS atau dua-duanya sekaligus.
Masih
menurut Pieter, banyak perempuan yang berusia muda jauh dari pengawasan orang
tua mereka, dan tak jarang melakukan seks bebas.
Pertanyaan
untuk Pieter: Apakah perempuan pengidap HIV/AIDS yang terdeteksi pada priode
Januari – Juni 2012 merupakan perempuan berusia muda?
Kalau jawabannya tidak, maka
tidak ada kaitan antara perempuan muda yang melakukan ’seks bebas’ dengan kasus
HIV/AIDS yang terdeteksi.
Selama Pemkot Batam tidak
mempunyai program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada
laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK, maka selama itu pula
penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi. Kelak muaranya adalah ’ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.