30 September 2012

Kasus HIV/AIDS d Kota Semarang Didominasi Laki-laki Pelanggan PSK


Tanggapan Berita (1/10-2012) –  Dikabarkan dari 1.981 kasus kumulatif HIV/AIDS sejak tahun 1995 sampai Juli 2012 didominasi pelanggan pekerja seks komersial (PSK) sebanyak 43 persen, sedangkan kasus HIVAIDS pada PSK sebanyak 13 persen (Semarang Baru Temukan 1.981 Positif HIV, www.tempo.co, 28/9-2012).

Data terkait dengan 43 persen kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada laki-laki pelanggan PSK ternyata tidak dibawa ke realitas sosial. Data itu erat kaitannya dengan penyebaran HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga karena sebagian dari mereka mempunyai istri.

Untuk itulah diperlukan program yang konkret untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil. Celakanya, Pemkot Semarang sama sekali tidak mempunyai program yang konkret untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil.

Bahkan, dalam Perda AIDS Prov Jawa Tengah pun sama sekali tidak ada pasal yang konkret untuk mendeteksi HIV/AIDS pada ibu rumah tangga (Lihat: Perda AIDS Provinsi Jawa Tengah Mengabaikan (Lokalisasi) Pelacuran - http://www.aidsindonesia.com/2012/08/perda-aids-provinsi-jawa-tengah.html).



Pelaksana tugas (Plt) Dinas Kesehatan Kota Semarang, Widoyono,  mengatakan jumlah PSK yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS di Kota Semarang mencapai 13 persen dari 1.981 atau sekitar 257.

Angka ini pun kalau dibawa ke realitas sosial akan menunjukkan penyebaran HIV/AIDS, terutama pada laki-laki dewasa yang menjadi pelanggan PSK.

Dengan 257 PSK yang mengidap HIV/AIDS, maka setiap malam ada 771 laki-laki dewasa yang berisiko tertular HIV (257 PSK x 3 laki-laki). Kalau di antara mereka ada yang beristri tentulah penularan akan terjadi pada istri mereka.

Selanjutnya kalau ada istri yang tertular HIV dari suami, maka ada pula risiko penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang akan dikandungnya kelak.

Menurut Widoyono, masih besarnya kelompok resiko dibandingkan kasus yang ditemukan karena banyak di antara penderita HIV/AIDS yang belum membuka diri dan tak mau mengaku.

Widoyono ngawur. Yang terjadi adalah banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik mereka. Ini terjadi karena informasi HIV/AIDS selama ini tidak akurat karena selalu dibumbui dengan moral sehingga fakta medis hilang. Yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah).

Disebutkan estimasi Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Semarang ada 3.658 PSK dengan 66.309 laki-laki pelanggan. Pasangan laki-laki pelanggan PSK diperkirakan 30.025.

Itu artinya ada 30.025 perempuan berisiko tertular HIV. Kalau perempuan itu tertular dan kelak hamil, maka ada risiko penularan terhadap bayi yang kelak mereka kandung.

Kalau 30.025 perempuan tsb. tertular HIV dan hamil, maka jika tidak ditangani secara medis akan lahir 9.000-an bayi dengan HIV/AIDS (sekitar 30 persen), tapi kalau ditangani secara medis risiko bayi yang lahir dengan HIV/AIDS mencapai 2.400-an (delapan persen).

Persoalannya adalah Pemkot Semarang tidak mempunyai program yang konkret untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil.

Karena tidak ada program penanggulangan yang konkret, maka penyebaran HIV/AIDS di Kota Semarang akan terus terjadi yang kelak akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.