Tanggapan
Berita (1/10-2012) – Dikabarkan dari 1.981 kasus kumulatif HIV/AIDS sejak tahun 1995 sampai Juli
2012 didominasi pelanggan pekerja seks komersial (PSK) sebanyak 43 persen, sedangkan
kasus HIVAIDS pada PSK sebanyak 13 persen (Semarang Baru Temukan 1.981 Positif HIV, www.tempo.co,
28/9-2012).
Data terkait dengan 43 persen kasus
HIV/AIDS yang terdeteksi pada laki-laki pelanggan PSK ternyata tidak dibawa ke
realitas sosial. Data itu erat kaitannya dengan penyebaran HIV/AIDS pada
ibu-ibu rumah tangga karena sebagian dari mereka mempunyai istri.
Untuk itulah diperlukan program yang
konkret untuk mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil. Celakanya, Pemkot
Semarang sama sekali tidak mempunyai program yang konkret untuk mendeteksi
HIV/AIDS pada perempuan hamil.
Bahkan, dalam Perda AIDS Prov Jawa Tengah pun sama sekali tidak ada pasal yang konkret untuk mendeteksi HIV/AIDS pada ibu rumah tangga (Lihat: Perda AIDS Provinsi Jawa Tengah Mengabaikan (Lokalisasi) Pelacuran - http://www.aidsindonesia.com/2012/08/perda-aids-provinsi-jawa-tengah.html).
Pelaksana
tugas (Plt) Dinas Kesehatan Kota Semarang, Widoyono, mengatakan jumlah PSK yang terdeteksi mengidap
HIV/AIDS di Kota Semarang mencapai 13 persen dari 1.981 atau sekitar 257.
Angka
ini pun kalau dibawa ke realitas sosial akan menunjukkan penyebaran HIV/AIDS,
terutama pada laki-laki dewasa yang menjadi pelanggan PSK.
Dengan
257 PSK yang mengidap HIV/AIDS, maka setiap malam ada 771 laki-laki dewasa yang
berisiko tertular HIV (257 PSK x 3 laki-laki). Kalau di antara mereka ada yang
beristri tentulah penularan akan terjadi pada istri mereka.
Selanjutnya
kalau ada istri yang tertular HIV dari suami, maka ada pula risiko penularan
HIV dari-ibu-ke-bayi yang akan dikandungnya kelak.
Menurut
Widoyono, masih besarnya kelompok resiko dibandingkan kasus yang ditemukan
karena banyak di antara penderita HIV/AIDS yang belum membuka diri dan tak mau
mengaku.
Widoyono
ngawur. Yang terjadi adalah banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah
tertular HIV karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik mereka. Ini
terjadi karena informasi HIV/AIDS selama ini tidak akurat karena selalu
dibumbui dengan moral sehingga fakta medis hilang. Yang muncul hanya mitos
(anggapan yang salah).
Disebutkan
estimasi Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Semarang ada 3.658 PSK dengan 66.309
laki-laki pelanggan. Pasangan laki-laki pelanggan PSK diperkirakan 30.025.
Itu
artinya ada 30.025 perempuan berisiko tertular HIV. Kalau perempuan itu
tertular dan kelak hamil, maka ada risiko penularan terhadap bayi yang kelak
mereka kandung.
Kalau
30.025 perempuan tsb. tertular HIV dan hamil, maka jika tidak ditangani secara
medis akan lahir 9.000-an bayi dengan HIV/AIDS (sekitar 30 persen), tapi kalau
ditangani secara medis risiko bayi yang lahir dengan HIV/AIDS mencapai 2.400-an
(delapan persen).
Persoalannya
adalah Pemkot Semarang tidak mempunyai program yang konkret untuk mendeteksi
HIV/AIDS pada perempuan hamil.
Karena tidak ada program penanggulangan yang konkret, maka penyebaran HIV/AIDS di Kota Semarang akan terus terjadi yang kelak akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.