19 September 2012

Hotel di Kota Gorontalo Menyediakan Kondom dan Kitab Suci


* Tanggapan terhadap penyebaran HIV/AIDS yang kontradiktif

Tanggapan Berita (20/9-2012) – Pada suatu kesempatan menyelenggakan seminar di Kota Gorontalo, Prov Gorontalo, petugas di front office salah satu hotel berbintang di kota itu mengatakan: “Di sini (maksudnya di Gorontalo-pen.) hotel tidak boleh ada connecting door.” Ya, ini tentulah berpijak pada moralitas dengan ‘piktor’ (pikiran kotor) karena pemerintah di sana menganggap kalau ada connecting door akan dipakai untuk berbubat maksiat, zina atau melacur.

Eh, ini ada judul berita “Hotel Diminta Sediakan Kitab Suci dan Kondom” di www.beritasatu.com (19/9-2012). Lho, kalau connecting door saja tidak ada untuk apa menyediakan kondom? Ini kalau dianalogikan dari peraturan di kota itu yang melarang hotel menyediakan kamar dengan connecting door.


Menurut Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS KPA, Kota Gorontalo, Yana Suleman, sosialisasi penyediaan kitab suci dan kondom di hotel-hotel sangat penting.

Yana rupanya tidak melihat realitas terkait dengan pelacuran. Mana ada laki-laki ‘hidung belang’ yang mau memakai kondom. Mereka merasa rugi kalau pakai kondom karena sudah membayar pekerja seks komersial (PSK) ratusan ribu rupiah, koq, maaf, penis malah dibungkus.

Disebutkan bahwa “Sosialisasi penyediaan kitab suci dan kondom di hotel-hotel sangat penting”. Busyet. Untuk apa? Ini adalah tanggapan terhadap penyebaran HIV/AIDS di Gorontalo. Tapi, tentu saja langkah ini kontra produktif dan tidak masuk akal (sehat).

Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Gorontalo dilaporkan  pada bulan Agustus 2012 ada 43 dengan 19 kematian. Angka ini tidak menggambarkan kasus ril di masyarakat karena penyebaran HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi (43) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar ).

Dikabarkan bahwa penyediaan kondom di setiap hotel yang beroperasi di Kota Gorontalo untuk seks aman mencegah penyakit menular. Lho, connecting door saja tidak ada bagaimana tamu mau berzina? Pasangan yang mau menginap sekamar harus menunjukkan surat nikah.

Lalu, untuk apa pula kitab suci di setiap kamar hotel?

Disebutkan lagi bahwa kitab suci untuk kegiatan kerohanian. Astaga, orang mau berzina atau melacur tidak mungkinlah membuka-buka kita suci.

Ini pernyataan Yana: "Saat ini, sudah ada 10 hotel yang mau menerima kondom yang kami berikan gratis, tapi terserah mereka jika ingin menjualnya pada para tamu hotel."

Pertanyaan untuk Yana: Bagaimana Anda membuktikan bahwa pezina yang melacur atau selingkuh di kamar-kamar hotel mau memakai kondom dan membaca kitab suci?

Dalam55 perda AIDS  di seluruh Indonesia yang mewajibkan pemakaian kondom pun sama sekali tidak ada cara pemantauan yang konkret.

Yana sendiri tanpa dia sadari dia sudah buka kartu tentang pelacuran di Kota Gorontalo. Padahal di provinsi itu ada peraturan daerah yaitu Perda Prov Gorontalo No 10/2003 tanggal 21 November 2003 tentang Pencegahan Maksiat (Lihat: http://www.aidsindonesia.com/2012/09/perda-pencegahan-maksiat-provinsi.html).  

Disebutkan bahwa persoalan potensi seks di luar pernikahan, heteroseksual maupun yang menggunakan jasa PSK, dikembalikan pada pribadi setiap tamu yang menginap di hotel.

Kalau pasangan-pasangan di luar nikah, apalagi dengan PSK, yang melakukan hubungan seksual menyadari risiko penularan HIV/AIDS, tentulah mereka akan membawa kondom. Persoalannya adalah banyak yang menganggap hubungan seksual di hotel tidak berisiko tertular HIV karena informasi yang beredar selama ini hanya mengaitkan penularan HIV jika melacur di lokalisasi pelacuran.

Bahkan, tidak sedikit praktek pelacuran di hotel tidak dilakukan dengan PSK langsung, tapi dengan PSK tidak langsung, seperti ‘cewek bar’, ‘cewek kafe’, ‘cewek SPG’, ‘anak sekolah’, ‘mahasiswi’, ‘ibu rumah tangga’, dll.

Karena informasi yang menyesatkan selama ini maka banyak yang merasa tidak berisiko tertular HIV karena mereka tidak melakukakannya dengan PSK di lokalisasi pelacuran.

Menurut Yana, KPA bersama pemerintah bersepakat untuk menyediakan kitab suci dan kondom sebagai langkah pencegahan menyebarnya penyakit menular, seperti sipilis, HIV dan AIDS.

Langkah KPA itu jelas tidak konkret karena tidak ada mekanisme yang konkret untuk ‘memaksa’ laki-laki yang berzina atau melacur di kamar-kamar mau memakai kondom ketika mereka melakukan hubungan seksual.

Lagi pula, apakah hubungan seksual yang berisiko HIV/AIDS hanya dilakukan di kamar-kamar hotel?

Menurut Yana: "Banyak yang salah kaprah, kinerja KPA dikira hanya persoalan kondom saja, padahal itu opsi paling terakhir, justru yang paling utama adalah kesetiaan pada pasangan atau tidak melakukan seks bebas sama sekali."

Pernyataan Yana itu menyesatkan karena pencegahan HIV/AIDS melalui hubungan seksual hanya dengan cara laki-laki memakai kondom. Banyak laki-laki ‘hidung belang’ yang setia ketika berzina atau melacur yaitu dengan cara mereka selalu ‘memakai’ PSK yang sama atau selingkuhan yang sama.

Kalau yang dimaksud Yana sebagai ‘seks bebas’ adalah zina atau melacur, maka lagi-lagi pernyataan Yana menyesatkan karena tidak ada kaitan langsung antara ‘seks bebas’ dengan penularan HIV.

Penularan HIV melalui hubungan seksual (bisa) terjadi di dalam dan di luar nikah, seperti zina, melacur, ‘seks bebas’, selingkuh, ‘jajan’, seks pranikah, seks anal, seks oral, dll. (sifat hubungan seksual), kalau salah satu dari pasangan itu mengidap HIV/AIDS dan suami atau laki-laki tidak memakai kondom setiap sanggama (kondisi hubungan seksual).

Selama penanggulangan HIV/AIDS tidak dilakukan dengan cara-cara yang konkret, maka selama itu pula penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Kota Gorontalo yang kelak akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.