18 September 2012

HIV/AIDS di Kab Sambas, Kalbar, Banyak Terdeteksi pada Perempuan


Tanggapan Berita (18/9-2012) – “Hingga Juli 2012, sesuai data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Sambas (Prov Kalimantan Barat atau Kalbar-pen.), tercatat 204 penderita HIV/AIDS. Parahnya lagi, sekitar 47 persen dari jumlah tersebut adalah penderita wanita. KPA mencatat terdapat 96 orang wanita terinfeksi di Bumi Terigas ini. Dari jumlah tersebut, menurut mereka, adanya kelompok populasi yang tidak berisiko tertular sebanyak 46 ibu rumah tangga, di mana mereka tertular dari suaminya. Kemudian sebanyak 12 bayi yang tidak berdosa tertular dari ibu kandungnya.” Ini lead di berita “204 Penderita HIV/AIDS Kabupaten Sambas. Hingga Juli 2012, Kian Mengkhawatirkan" (www.pontianakpost.com, 13/9-2012).

Pernyataan pada lead berita ini tidak akurat karena mencampuradukkan fakta dan opini.

Pertama,  disebutkan “Parahnya lagi, sekitar 47 persen dari jumlah tersebut adalah penderita wanita”. Yang parah adalah laki-laki yang menularkan HIV kepada wanita tsb. Apalagi wanita itu istri maka amat disayangkan suami membawa HIV ke rumah.

Kedua, disebutkan dari 96 wanita yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS ada 46 ibu rumah tangga yang disebutkan sebagai kelompok populasi yang tidak berisiko. Mereka tertular dari suaminya. Tidak berarti yang berisiko otomatis akan tertular HIV jika mereka menerapkan seks aman yaitu hanya meladeni laki-laki yang memakai kondom. Dalam kaitan ini suami dari 46 ibu rumah tangga tsb. merupakan laki-laki yang perilaku seksnya berisiko karena tidak memakai kondom jika melacur.

Ketiga, kalau 50 wanita yang terdeteksi HIV/AIDS adalah pekerja seks komersial (PSK), maka sudah banyak laki-laki dewasa penduduk Kab Sambas yang berisiko tertular HIV yaitu laki-laki yang melacur tanpa kondom dengan PSK. Kalau setiap malam ada tiga laki-laki yang diladeni seorang PSK, maka tiap malam adan 150 laki-laki yang berisiko tertular  HIV/AIDS. Seseorang bisa terdeteksi HIV melalui tes HIV dengan reagen ELISA minimal sudah tertular tiga bulan. Maka, 50 PSK itu sudah meladeni 9.000 laki-laki (50 PSK x 3 laki-laki/malam x 20 hari/bulan x 3 bulan).

Keempat, disebutkan “sebanyak 12 bayi yang tidak berdosa tertular dari ibu kandungnya”. Ini juga tidak objektif karena tidak ada kaitan antara dosa dan tertular HIV. Orang-orang yang tertular dari transfusi darah dan cangkok organ tubuh tidak melakukan perbuatan dosa. Tapi, kalau darah yang ditransfusikan dan organ tubuh yang dicangkokkan mengangdung HIV/AIDS maka mereka akan berisiko tertular HIV/AIDS.

Wakil Bupati Sambas, Pabali Musa, mengatakan bahwa Pemkab Sambas melalui KPA, telah berupaya melaksanakan program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS ke masyarakat umum.

Sayang, dalam berita tidak dijelaskan apa dan bagaimana program pencegahan dan penanggulangan yang dilancarkan KPA Sambas. Bahkan, dalam Perda AIDS Kalbar pun tidak ada program yang konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di Kalbar (Lihat: Menakar Kerja Perda AIDS Provinsi Kalimantan Barat - http://www.aidsindonesia.com/2012/09/menakar-kerja-perda-aids-provinsi.html).


Menurut Pabali Musa: “Kalau kita kaji, berdasarkan fenomena gunung es, maka wanita yang terinfeksi HIV dan AIDS sudah ada sekitar 9.600 orang, ibu yang terinfeksi sudah ada sekitar 4.600 ibu, dan anak-anak yang terinfeksi berjumlah sekitar 1.200 anak.”

Angka yang dilaporkan meamng tidak menggambarkan jumlah ril pengidap HIV/AIDS di masyarakat karena penyebaran HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Tapi, tidak ada rumus ‘matematika’ yang bisa menentukan jumlah kasus yang tidak terdeteksi berdasarkan kasus yang terdeteksi.

WHO menyebutkan bahwa jika ada 1 kasus HIV/AIDS yang terdeteksi, maka ada 100 kasus yang tidak terdeteksi. Tapi, harus diingat bahwa ‘rumus’ ini hanya untuk keperluan epidemiologi sebagai patokan untuk estimasi dan merancang program. ‘Rumus’ ini pun harus memenuhi beberapa syarat, al. tingkat pelacuran tinggi, pemakaian kondom rendah,dll. Jadi, ‘rumus’ ini tidak bisa dipakai secara langsung atau ‘telanjang’ karena tidak ada cara yang pasti menghitung kasus yang tidak terdeteksi berdasarkan kasus yang terdeteksi.

 Kasus yang terdeteksi (204) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan es di bawah permukaan air laut. Tapi, kasus yang tidak terdeteksi tidak bisa dihitung berdasarkankasus yang terdeteksi (Lihat Gambar).

Disebutkan: Perempuan rentan terinfeksi HIV dan hal ini sangat berdampak terhadap anak.

Persoalan bukan pada perempuan, termasuk PSK, tapi pada laki-laki yang tidak bisa menjaga perilakunya. Yang menularkan HIV kepada PSK adalah laki-laki dewasa. Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki tsb. bisa sebagai seorang suami. Lalu, ada pula laki-laki dewasa yang membawa HIV dari PSK karena mereka melakukan hubungan seksual dengan PSK tanpa kondom. Laki-laki ini juga bisa sebagai suami.

Maka, laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Pertanyaan untuk Pabali Musa: Apakah di Kab Sambas ada pelacuran?

Ya, sambil menepuk dada Pabali Musa akan mengatakan: Tidak ada!

Pabali Musa benar karena di Kab Sambas tidak ada lokalisasi pelacuran yang merupakan hasil regulasi yang menjadi bagian program dinas sosial.

Tapi, Pak Pabali Musa, apakah Anda bisa menjamin di Kab Sambas tidak ada praktek pelacuran yang terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu?

Kalau Pabali Musa mengatakan bisa, maka penyebaran HIV di Kab Sambas bukan karena faktor risiko hubungan seksual. Maka, perlu dicari apa faktor yang mendorong penyebaran HIV di Kab Sambas.

Namun, kalau Pabali Musa mengatakan tidak bisa menjamin, nah, Pemkab Sambas dalam kondisi darurat karena ada laki-laki penduduk Kab Sambas yang melacur tanpa kondom. Laki-laki yang tertular HIV dari praktek pelacuran menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Untuk itulah Pemkab Sambas perlu menjalankan program penanggulangan yang konkret, al. membuat langkah yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK.

Persoalannya adalah di Kab Sambas tidak ada lokalisasi pelacuran sebagai bagian dari regulasi. Maka, program penanggulangan pun berupa menurunkan insiden infeksi HIV baru tidak bisa diterapkan yaitu pemakaian kondom bagi laki-laki yang melacur.

Selama tidak ada program yang konkret, maka selama itu pula penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Kab Sambas yang kelak akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.