Tanggapan Berita (12/9-2012) – Perkembangan
penularan HIV/AIDS saat ini tidak lagi di lingkungan pekerja seks, namun sudah
mengarah pada lingkungan rumah tangga. Ini pernyataan di intro berita “Perkembangan HIV/AIDS Mulai Sasar Ibu Rumah Tangga” (balitv, 4/9-2012).
Ada beberapa fakta yang luput
dari pemahaman wartawan yang menulis intro ini, yaitu:
Pertama, HIV/AIDS di lingkungan pekerja seks justr disebarkan
atau ditularkan oleh laki-laki dewasa yang dalam kehidupan sehari-hari bisa
sebagai seorang suami.
Kedua, pekerja seks juga adalah bagian dari (lingkungan)
keluarga.
Ketiga, yang ‘membawa’ HIV/AIDS ke keluarga, dalam hal ini
istri, adalah suami atau laki-laki pasangan seks.
Objek intro itu adalah ibu rumah tangga, sedangkan subjeknya tidak
dijelaskan yaitu yang menularkan atau membawa HIV/AIDS ke keluarga yaitu
laki-laki, dalam hal ini suami.
Dikabarkan perkiraan ibu rumah tangga yang tertular HIV dari suami 500
per tahun (Lihat: Bali, Setiap
Tahun Diperkirakan 500 Ibu Hamil Tertular HIV/AIDS dari Suami - http://www.aidsindonesia.com/2012/09/bali-setiap-tahun-diperkirakan-500-ibu.html).
Intro itu
dikembangkan wartawan dari wawancara dengan Ketua Tim Advokasi KPA Prov dr Molin Yudiasa.
Disebutkan: ” .... bila
penyebaran (HIV/AIDS-pen.) bersifat umum akan sangat menyulitkan petugas dalam
melakukan pencegahan apalagi masih banyak masyarakat masih malu untuk melakukan
pemeriksaan padahal deteksi dini sangat penting untuk menanggulangi penyebaran
virus HIV.”
Yang bisa dilakukan petugas
bukan pencegahan, tapi merancang atau membuat program untuk mencegah penularan
HIV yang konkret, terutama melalui hubungan seksual dengan pekerjas seks
komersial (PSK). Program itu pun bukan untuk menghentikan penularan, tapi hanya
sebatas menurunkan insiden infeksi HIV baru yaitu melalui program ’wajib kondom
100 persen’ bagi laki-laki yang melacur dengan PSK di lokalisasi pelacuran.
Persoalannya adalah di Bali
tidak ada lokalisasi pelacuran yang dibuat berdasarkan regulasi. Maka, program
penanggulangan HIV/AIDS melalui hubungan seksual dengan PSK tidak akan bisa
diterapkan di Bali.
Anggota Komisi IV DRPD Bali, Rawan
Atmaja, .... pihaknya berharap pemerintah harus tegas terhadap keberadaan cafe
remang-remang yang berpotensi sebagai tempat penularan HIV/AIDS.
Yang menularkan HIV ke pelayan
cafe adalah laki-laki, dan kemudian yang tertular HIV dari pelayan cafe juga
laki-laki. Maka, baliklah paradigma berpikir jangan hanya menyalahkan cafe,
tapi ajaklah laki-laki agar tidak melacur di sana. Kalau pun melacur pakailah
kondom.
Jika program penanggulangan
HIV/AIDS tetap berpijak pada moral, maka selama itu pula masyarakat tidak
mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan yang konkret. Ini akan bermuara
pada ’ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.