05 September 2012

Di Merauke, Papua, PSK yang Tertular IMS Dihukum Denda Rp 1,1 Juta


* PSK menuntut agar laki-laki yang menularkan IMS juga dijerat dengan perda

Tanggapan Berita – “Tak Pakai Kondom, PSK di Merauke Disidang” Ini judul berita di www.tempo.co (26/7- 2012). Judul berita ini menunjukkan bahwa pekerja seks komersial (PSK) yang diwajibkan memakai kondom pada hubungan seksual antara laki-laki dengan (PSK). Ini tertuang pada pasal 4 dalam Peraturan Daerah (Perda) Kab Merauke Nomor 5 Tahun 2003 tentang tentang Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficency Syndrome (HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual (IMS).

Pada pasal 4 ayat a disebutkan: Setiap Penjaja Seks Komersial wajib menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual.

Laporan terkhir Juni 2012 menunjukan kasus kumulatif HIV/AIDS di Merauke mencapai 1.464. Jumlah terbanyak terdeteksi pada ibu rumah tangga yaitu 222 atau 15,2 persen. PSK menempati urutan kedua dengan 219 kasus.

Kondom Perempuan

Dikabarkan tanggal 26 Juli 2012 ada sembilan PSK yang disidang karena mereka tidak memakai kondom ketika sanggama dengan laki-laki. Sedangkan tanggal 1 Juni 2012 pengadilan negeri setempat menghukum 18 PSK yang tidak memakai kondom ketika sanggama dengan laki-laki.


Aturan dalam perda itu merupakan perbuatan yang diskriminatif karena hanya menjadikan PSK sebagai objek sasaran perda. Sedangkan laki-laki ‘hidung belang’ yang berzina atau melacur dengan PSK lolos dari sanksi hukum karena dalam perda mereka tidak diwajibkan memakai kondom.

Maka, tidaklah mengherankan kalau ada PSK yang mengatakan cara itu tidak adil. Dia meminta agar Pemkab Merauke tidak hanya menerapkan perda kepada PSK. “Tapi juga kepada para lelaki yang menjadi pelanggan. Mereka harus disalahkan, jangan kami saja,” kata perempuan itu seperti diberitakan tempo.co.id.

Lagi pula, kondom perempuan tidak tersedia secara luas sehingga tidak mudah bagi PSK untuk mendapatkan kondom perempuan. Selama ini kondom perempuan diedarkan oleh kalangan tertentu sebagai sosialisasi belaka. Di apotek pun belum tersedia kondom perempuan.

Satu hal yang luput dari perhatian Pemkab Merauke, dalam hal ini Dinkes Merauke dan KPA Merauke adalah laki-laki yang menularkan IMS kepada PSK dan laki-laki yang tertular IMS dari PSK akan menjadi mata rantai penyebaran IMS di masyarakat.

Celakanya, kalau laki-laki, bisa saja penduduk asli lokal, yang menularkan IMS kepada PSK juga mengidap HIV, maka sekaligus bisa terjadi penularan IMS dan HIV. Maka, laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK tanpa kondom akan berisiko tertular IMS dan HIV sekaligus.

Dengan jumlah 18 PSK yang disidang tanggal 1 Juni 2012, maka paling tidak ada 18 laki-laki yang mengidap IMS yaitu yang menularkan IMS kepada 18 PSK yang disidang karena terdeteksi mengidap IMS.

Di masyarakat 18 laki-laki ini bisa saja sebagai suami, sehingga ada 18 istri yang berisiko tertular IMS. Kaluu suami juga mengidap HIV/AIDS, maka istri-istri itu pun berisiko tertular HIV yang kelak akan bermuara pada penularan HIV kepada bayi yang mereka kandung (Lihat Gambar 1).

Selanjutnya, 18 PSK yang mengidap IMS itu, ada kemungkinan juga sekaligus mengidap HIV akan menularkan IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus kepada laki-laki yang mengencani mereka tanpa kondom. Kalau satu malam ada 3 laki-laki yang dilayani seorang PSK, maka setiap malam ada 54 laki-laki yang berisiko tertular IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus (Lihat Gambar 2).

Kalau Pemkab Merauke tetap bersikukuh hanya memaksa PSK (baca: perempuan) yang memakai kondom, maka ada risiko besar yang luput dari perhatian Dinkes Merauke dan KPA Merauke, yaitu kalau kondom perempuan berulang kali dipakai oleh PSK,maka air mani yang ada di dalam kondom akan bersentuhan bahkan merendam penis laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK tadi.

Jika air mani di dalam kondom perempuan itu mengandung HIV, maka laki-laki pun berisiko tinggi tertular HIV. Kondom perempuan bisa dipakai dua sampai tiga kali setelah ‘dicuci’. Tapi, kalau PSK tidak mencucinya atau laki-laki yang antre memaksa tetap sanggama biar pun kondom belum dicuci atau diganti, maka bencana penyebaran IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus akan terjadi di Merauke.

Dsikrimnasi

Dikabarkan sembilan PSK tersebut didenda Rp 1.100.000. Disebutkan, Pengadilan Negeri Merauke menghukum denda sembilan PSK itu berdasarkan permintaan Bagian Hukum Pemkab Merauke.

Hal lain yang luput dari perhatian Pemkab Merauke adalah uang untuk membayar denda itu biasanya dipinjamkan oleh germo atau mucikari. PSK akan mencicil pinjaman itu. Maka, germo akan tetap mempekerjakan PSK yang mengidap IMS bisa juga sekaligus mengidap HIV.

Dalam perda disebutkan bahwa PSK yang terdeteksi mengidap IMS diwajibkan menjalani pengobatan dan tidak boleh praktek.

Pertanyaannya: Apakah laki-laki yang menularkan IMS kepada PSK dan laki-laki yang tertular IMS dari PSK juga diobati?

Kalau jawabannya TIDAK, maka penyebaran IMS melalui laki-laki yang menularkan IMS kepada PSK dan laki-laki yang tertular IMS dari PSK akan terus terjadi di masyarakat. Kasus-kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga dan bayi menunjukkan terjadi penyebaran HIV yang dilakukan oleh laki-laki yang menularkan IMS kepada PSK dan laki-laki yang tertular IMS dari PSK. Buktinya, 222 atau 15,2 persen dari kasus kumulatif HIV/AIDS di Merauke terdeteksi pada ibu rumah tangga.

Terkait dengan pemakaian kondom pada PSK, perancang perda tidak memahami posisi tawar PSK yang sangat lemah. Laki-laki sering memakai tangan germo untuk memaksa PSK meladeni mereka tanpa kondom. Selain itu, seperti yang dikatakan seorang PSK: “Karena kami termakan rayuan laki-laki hidung belang dengan bayaran tinggi. Kami ikut saja.”

Dalam kaitan ini jika dilihat dari aspek hukum, maka laki-laki yang membujuk PSK agar tidak memakai kondom juga merupakan bagian yang integral dalam perbuatan melawan hukum. Tapi, selama ini belum ada laki-laki yang dijerat dengan perda (Lihat: “Menembak” PSK di Perda AIDS Kab Merauke, Papua - http://www.aidsindonesia.com/2012/09/menembak-psk-di-perda-aids-kab-merauke.html).  

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Merauke, Heni Astuti Suparman, mengatakan hasil tes VCT (Voluntary Counseling and Testing) setiap bulan yang dilakukan Pusat Kesehatan Reproduksi, terbukti belasan wanita itu mengidap IMS. 

Heni boleh-boleh saja menepuk dada dengan berlindung di balik perda, tapi tanpa dia sadari antara tertular IMS dan tes IMS sudah banyak laki-laki, bisa saja laki-laki lokal, yang tertular IMS. Kalau PSK yang mengidap IMS itu juga mengidap HIV, maka sekaligus terjadi penularan HIV.

Heni juga mengatakan: “Ada pemeriksaan setiap bulan. Kita berharap para pekerja patuh pada Perda yang sudah ada.”

Padahal, di pasal 7 ayat a disebutkan: Setiap pelanggan (laki-laki yang melacur dengan PSK-pen.) wajib menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan seksual.

Nah, ketika ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS tentulah mereka tertular dari laki-laki yang melacur. Tapi, laki-laki yang menularkan IMS kepada PSK tidak dijerat dengan perda. Maka, dalam kaitan ini persidangan terhadap PSK merupakan perbuatan melawan hukum berupa pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM) karena diskriminatif. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.