* PSK menuntut agar laki-laki yang menularkan IMS juga dijerat dengan
perda
Tanggapan Berita – “Tak Pakai Kondom, PSK di Merauke Disidang” Ini judul berita di www.tempo.co (26/7- 2012).
Judul berita ini menunjukkan bahwa pekerja seks komersial (PSK) yang diwajibkan
memakai kondom pada hubungan seksual antara laki-laki dengan (PSK). Ini
tertuang pada pasal 4 dalam Peraturan Daerah (Perda) Kab Merauke Nomor 5 Tahun
2003 tentang tentang Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunodeficiency
Virus/Acquired Immunodeficency Syndrome (HIV/AIDS dan Infeksi Menular Seksual
(IMS).
Pada
pasal 4 ayat a disebutkan: Setiap Penjaja Seks Komersial
wajib menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual.
Laporan
terkhir Juni 2012 menunjukan kasus kumulatif HIV/AIDS di Merauke mencapai
1.464. Jumlah terbanyak terdeteksi pada ibu rumah tangga yaitu 222 atau 15,2
persen. PSK menempati urutan kedua dengan 219 kasus.
Kondom Perempuan
Dikabarkan
tanggal 26 Juli 2012 ada sembilan PSK yang disidang karena mereka tidak memakai
kondom ketika sanggama dengan laki-laki. Sedangkan tanggal 1 Juni 2012
pengadilan negeri setempat menghukum 18 PSK yang tidak memakai kondom ketika
sanggama dengan laki-laki.
Aturan dalam perda itu merupakan perbuatan yang
diskriminatif karena hanya menjadikan PSK sebagai objek sasaran perda.
Sedangkan laki-laki ‘hidung belang’ yang berzina atau melacur dengan PSK lolos
dari sanksi hukum karena dalam perda mereka tidak diwajibkan memakai kondom.
Maka, tidaklah mengherankan kalau ada PSK yang
mengatakan cara itu tidak adil. Dia meminta agar Pemkab Merauke tidak hanya menerapkan
perda kepada PSK. “Tapi juga kepada para lelaki yang menjadi pelanggan. Mereka
harus disalahkan, jangan kami saja,” kata perempuan itu seperti diberitakan tempo.co.id.
Lagi
pula, kondom perempuan tidak tersedia secara luas sehingga tidak mudah bagi PSK
untuk mendapatkan kondom perempuan. Selama ini kondom perempuan diedarkan oleh
kalangan tertentu sebagai sosialisasi belaka. Di apotek pun belum tersedia
kondom perempuan.
Satu
hal yang luput dari perhatian Pemkab Merauke, dalam hal ini Dinkes Merauke dan
KPA Merauke adalah laki-laki yang
menularkan IMS kepada PSK dan laki-laki yang tertular IMS dari PSK akan menjadi
mata rantai penyebaran IMS di masyarakat.
Celakanya, kalau laki-laki, bisa saja penduduk asli
lokal, yang menularkan IMS kepada PSK juga mengidap HIV, maka sekaligus bisa
terjadi penularan IMS dan HIV. Maka, laki-laki yang melakukan hubungan seksual
dengan PSK tanpa kondom akan berisiko tertular IMS dan HIV sekaligus.
Dengan jumlah 18 PSK yang disidang tanggal 1 Juni 2012,
maka paling tidak ada 18 laki-laki yang mengidap IMS yaitu yang menularkan IMS
kepada 18 PSK yang disidang karena terdeteksi mengidap IMS.
Di
masyarakat 18 laki-laki ini bisa saja sebagai suami, sehingga ada 18 istri yang
berisiko tertular IMS. Kaluu suami juga mengidap HIV/AIDS, maka istri-istri itu
pun berisiko tertular HIV yang kelak akan bermuara pada penularan HIV kepada
bayi yang mereka kandung (Lihat Gambar 1).
Selanjutnya,
18 PSK yang mengidap IMS itu, ada kemungkinan juga sekaligus mengidap HIV akan
menularkan IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus kepada laki-laki yang
mengencani mereka tanpa kondom. Kalau satu malam ada 3 laki-laki yang dilayani
seorang PSK, maka setiap malam ada 54 laki-laki yang berisiko tertular IMS atau
HIV atau dua-duanya sekaligus (Lihat Gambar 2).
Kalau
Pemkab Merauke tetap bersikukuh hanya memaksa PSK (baca: perempuan) yang
memakai kondom, maka ada risiko besar yang luput dari perhatian Dinkes Merauke
dan KPA Merauke, yaitu kalau kondom perempuan berulang kali dipakai oleh
PSK,maka air mani yang ada di dalam kondom akan bersentuhan bahkan merendam
penis laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK tadi.
Jika
air mani di dalam kondom perempuan itu mengandung HIV, maka laki-laki pun
berisiko tinggi tertular HIV. Kondom perempuan bisa dipakai dua sampai tiga
kali setelah ‘dicuci’. Tapi, kalau PSK tidak mencucinya atau laki-laki yang
antre memaksa tetap sanggama biar pun kondom belum dicuci atau diganti, maka
bencana penyebaran IMS atau HIV atau dua-duanya sekaligus akan terjadi di
Merauke.
Dsikrimnasi
Dikabarkan
sembilan PSK tersebut didenda Rp 1.100.000. Disebutkan, Pengadilan Negeri
Merauke menghukum denda sembilan PSK itu berdasarkan permintaan Bagian Hukum Pemkab
Merauke.
Hal
lain yang luput dari perhatian Pemkab Merauke adalah uang untuk membayar denda
itu biasanya dipinjamkan oleh germo atau mucikari. PSK akan mencicil pinjaman
itu. Maka, germo akan tetap mempekerjakan PSK yang mengidap IMS bisa juga
sekaligus mengidap HIV.
Dalam
perda disebutkan bahwa PSK yang terdeteksi mengidap IMS diwajibkan menjalani
pengobatan dan tidak boleh praktek.
Pertanyaannya:
Apakah laki-laki yang menularkan IMS kepada PSK dan laki-laki yang tertular IMS
dari PSK juga diobati?
Kalau
jawabannya TIDAK, maka penyebaran IMS melalui laki-laki yang menularkan IMS
kepada PSK dan laki-laki yang tertular IMS dari PSK akan terus terjadi di
masyarakat. Kasus-kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga dan bayi menunjukkan
terjadi penyebaran HIV yang dilakukan oleh laki-laki yang menularkan IMS kepada
PSK dan laki-laki yang tertular IMS dari PSK. Buktinya, 222 atau 15,2 persen
dari kasus kumulatif HIV/AIDS di Merauke terdeteksi pada ibu rumah tangga.
Terkait
dengan pemakaian kondom pada PSK, perancang perda tidak memahami posisi tawar
PSK yang sangat lemah. Laki-laki sering memakai tangan germo untuk memaksa PSK
meladeni mereka tanpa kondom. Selain itu, seperti yang dikatakan seorang PSK: “Karena
kami termakan rayuan laki-laki hidung belang dengan bayaran tinggi. Kami ikut
saja.”
Dalam
kaitan ini jika dilihat dari aspek hukum, maka laki-laki yang membujuk PSK agar
tidak memakai kondom juga merupakan bagian yang integral dalam perbuatan
melawan hukum. Tapi, selama ini belum ada laki-laki yang dijerat dengan perda
(Lihat: “Menembak” PSK
di Perda AIDS Kab Merauke, Papua - http://www.aidsindonesia.com/2012/09/menembak-psk-di-perda-aids-kab-merauke.html).
Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Merauke, Heni Astuti Suparman, mengatakan hasil tes VCT (Voluntary Counseling and Testing) setiap bulan yang dilakukan Pusat Kesehatan Reproduksi, terbukti belasan wanita itu mengidap IMS.
Heni
boleh-boleh saja menepuk dada dengan berlindung di balik perda, tapi tanpa dia
sadari antara tertular IMS dan tes IMS sudah banyak laki-laki, bisa saja
laki-laki lokal, yang tertular IMS. Kalau PSK yang mengidap IMS itu juga
mengidap HIV, maka sekaligus terjadi penularan HIV.
Heni
juga mengatakan: “Ada pemeriksaan setiap bulan. Kita berharap para pekerja
patuh pada Perda yang sudah ada.”
Padahal,
di pasal 7 ayat a disebutkan: Setiap pelanggan (laki-laki
yang melacur dengan PSK-pen.) wajib menggunakan kondom pada saat melakukan
hubungan seksual.
Nah, ketika ada
PSK yang terdeteksi mengidap IMS tentulah mereka tertular dari laki-laki yang
melacur. Tapi, laki-laki yang menularkan IMS kepada PSK tidak dijerat dengan
perda. Maka, dalam kaitan ini persidangan terhadap PSK merupakan perbuatan melawan
hukum berupa pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM) karena diskriminatif.
***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.