18 September 2012

Di Maluku Utara AIDS ‘Menyerang’ Usia Produktif


Tanggapan Berita (19/9-2012) – “AIDS Serang Usia Produktif di Malut (Prov Maluku Utara-pen.)” Ini judul berita di www.jpnn.com (14/9-2012).

Judul berita itu jelas tidak akurat karena tidak faktual. AIDS bukan penyakit atau virus sehingga tidak bisa menyerang. AIDS adalah kondisi yang disebabkan oleh infeksi HIV setelah 5-15 tahun.

Sedangkan HIV sebagai virus pun tidak menyerang, tapi menular dari seseorang yang mengidap HIV/AIDS ke orang lain, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Penularan HIV pun tidak terkait dengan usia, tapi erat kaitannya dengan perilaku, al. perilaku seksual orang per orang khususnya pada kalangan dewasa.

Disebutkan bahwa penyebaran HIV/AIDS Malut dari tahun ke tahun  menunjukkan fenomena yang mengkhawatirkan.

Pernyataan di atas menunjukan wartawan tidak memahami cara pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu dengan cara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka laporan kasus tidak akan pernah turun biar pun pengidap HIV/AIDS banyak yang meninggal.

Disebukan lagi:  Parahnya lagi, mayoritas penderita HIV/AIDS  berasal dari kalangan muda alias usia produktif. 

Pertanyaannya:

(1) Di kalangan muda alias usia produktif mana kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi?

(2) Apa faktor risiko penularan HV pada kalangan muda alias usia produktif tsb.?

(3) Bagaimana kasus-kasus HIV/AIDS terdeteksi pada kalangan muda alias usia produktif tsb.?


Jawaban dari tiga pertanyaan di atas akan memberikan gambaran ril terkait dengan kasus HIV/AIDS pada kalangan muda alias usia produktif. Tanpa penjelasan berdasakan tiga pertanyaan di atas, maka pernyataan bahwa “mayoritas penderita HIV/AIDS  berasal dari kalangan muda alias usia produktif” mengesabkan HIV/AIDS memilih ‘sasaran’.

Sekretaris KPAP Malut Hj. Rumi Abdullatif, SKM, mengatakan: “Yang paling tinggi itu usia produktif dari usia 20 sampai 29 tahun dan 30 sampai 39 tahun.”

Sayang, Rumi tidak menjelaskan dari kalangan mana, faktor risiko dan bagaimana cara mereka terdeteksi.

Data KPA Malut yang dihimpun  sejak 2004 hingga Juni 2012,  terdapat 182 kasus HIV dan AIDS di Malut dengan kematian 25 persen.  Kota Ternate 84,  Halmahera Utara 58, Halmahera Selatan 14, Kepulauan Sula 11, Kota Tidore Kepulauan 9,  Morotai 4, dan  Halmahera Barat serta Halmahera Timur masing-masing 1. 

Dikatakan Rumi, tahun 2011 dan 2012, paling banyak kasus ditemukan dibanding tahun-tahun sebelumnya. 

Lagi-lagi Rumi tidak menjelaskan dan wartawan pun tidak bertanya: Mengapa pada tahun 2011 dan 2012 banyak kasus HIV/AIDS terdeteksi?

Ada beberapa kemungkinan terkait dengan penemuan kasus yang barnya pada tahun 2011 dan 2012, al. orang-orang yang terdeteksi sudah masuk masa AIDS sehingga ada penyakit terkait dengan HIV/AIDS yang membuat mereka terpaksa berobat ke rumah sakit, fasilitas tes HIV sudah mulai tersedia, dll.

Kemungkinan karena sakit terbukti dari pernyataan Rumi ini: “Yang terdata itu, karena ada laporan dari rumah sakit.”

Disebutkan: …. dengan temuan 1 kasus HIV dan AIDS maka dideteksi ada 100 penderita lain yang belum terungkap.  

Memang, penyebaran HIV/AIDS di masyarakat erat kaitannya dengan fenomena gunung es, tapi tidak ada rumus yang akurat tentang jumlah kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi berdasarkan kasus HIV/AIDS yang terdeteksi.

Kasus yang terdeteksi (182) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).

Rumi mengaku pihaknya sejauh ini telah melakukan berbagai sosialisasi guna mencegah penyebaran HIV/AIDS. 

Lagi-lagi dalam berita tidak dijelaskan apa yang sudah dilakukan oleh pihak Rumi dalam menanggulangi penyebaran HIV/AIDS. Kalau hanya sosialisasi itu tidak akan bekerja karena sosialisasi sudah dilakukan sejak awal epidemi di tahun 1980-an.

Pertanyaan untuk Rumi: Apakah di Malut ada pelacuran?

Rumi pasti mengatakan: Tidak ada!

Rumi benar karena di Malut tidak ada lokalasisasi pelacuran yang dibentuk berdasarkan regulasi yang ditangani oleh dinas sosial.

Tapi, apakah di Malut ada praktek pelacuran?

Kalau Rumi tetap mengatakan tidak ada, berarti penyebaran HIV di Malut bukan karena hubungan seksual tapi karena faktor-faktor lain.

Tapi, kalau Rumi mengatakan ada, maka Pemprov Malut menghadapi persoalan besar karena banyak laki-laki yang melacur dengan pekerja seks komersial (PSK) tidak memakai kondom sehingga ada risiko penularan HIV.

Laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungans seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi menunjukkan ada suami yang melacur tanpa kondom di Malut atau di luar Malut. Ini akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’. ***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.