Tanggapan Berita (19/9-2012) – “AIDS Serang Usia Produktif di Malut
(Prov Maluku Utara-pen.)” Ini judul berita di www.jpnn.com (14/9-2012).
Judul
berita itu jelas tidak akurat karena tidak faktual. AIDS bukan penyakit atau
virus sehingga tidak bisa menyerang. AIDS adalah kondisi yang disebabkan oleh
infeksi HIV setelah 5-15 tahun.
Sedangkan
HIV sebagai virus pun tidak menyerang, tapi menular dari seseorang yang mengidap
HIV/AIDS ke orang lain, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan
di luar nikah.

Penularan HIV pun tidak terkait dengan usia, tapi erat kaitannya dengan perilaku, al. perilaku seksual orang per orang khususnya pada kalangan dewasa.
Disebutkan bahwa penyebaran HIV/AIDS Malut
dari tahun ke tahun menunjukkan fenomena yang mengkhawatirkan.
Pernyataan
di atas menunjukan wartawan tidak memahami cara pelaporan kasus HIV/AIDS di
Indonesia yaitu dengan cara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah kasus baru.
Begitu seterusnya sehingga angka laporan kasus tidak akan pernah turun biar pun
pengidap HIV/AIDS banyak yang meninggal.
Disebukan
lagi: Parahnya lagi, mayoritas penderita HIV/AIDS berasal dari
kalangan muda alias usia produktif.
Pertanyaannya:
(1)
Di kalangan muda alias usia produktif mana kasus HIV/AIDS banyak terdeteksi?
(2)
Apa faktor risiko penularan HV pada kalangan muda alias usia produktif tsb.?
(3)
Bagaimana kasus-kasus HIV/AIDS terdeteksi pada kalangan muda alias usia
produktif tsb.?
Jawaban
dari tiga pertanyaan di atas akan memberikan gambaran ril terkait dengan kasus
HIV/AIDS pada kalangan muda alias usia produktif. Tanpa penjelasan berdasakan
tiga pertanyaan di atas, maka pernyataan bahwa “mayoritas penderita
HIV/AIDS berasal dari kalangan muda alias usia produktif” mengesabkan
HIV/AIDS memilih ‘sasaran’.
Sekretaris
KPAP Malut Hj. Rumi Abdullatif, SKM, mengatakan: “Yang paling tinggi itu usia
produktif dari usia 20 sampai 29 tahun dan 30 sampai 39 tahun.”
Sayang,
Rumi tidak menjelaskan dari kalangan mana, faktor risiko dan bagaimana cara
mereka terdeteksi.
Data KPA Malut yang dihimpun sejak 2004 hingga Juni 2012, terdapat 182 kasus HIV dan AIDS di Malut dengan kematian 25 persen. Kota Ternate 84, Halmahera Utara 58, Halmahera Selatan 14, Kepulauan Sula 11, Kota Tidore Kepulauan 9, Morotai 4, dan Halmahera Barat serta Halmahera Timur masing-masing 1.
Dikatakan Rumi, tahun 2011 dan 2012, paling banyak kasus ditemukan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Lagi-lagi
Rumi tidak menjelaskan dan wartawan pun tidak bertanya: Mengapa pada tahun 2011
dan 2012 banyak kasus HIV/AIDS terdeteksi?
Ada
beberapa kemungkinan terkait dengan penemuan kasus yang barnya pada tahun 2011
dan 2012, al. orang-orang yang terdeteksi sudah masuk masa AIDS sehingga ada
penyakit terkait dengan HIV/AIDS yang membuat mereka terpaksa berobat ke rumah
sakit, fasilitas tes HIV sudah mulai tersedia, dll.
Kemungkinan
karena sakit terbukti dari pernyataan Rumi ini: “Yang terdata itu, karena ada
laporan dari rumah sakit.”
Disebutkan:
…. dengan temuan 1 kasus HIV dan AIDS maka dideteksi ada 100 penderita lain
yang belum terungkap.
Memang,
penyebaran HIV/AIDS di masyarakat erat kaitannya dengan fenomena gunung es,
tapi tidak ada rumus yang akurat tentang jumlah kasus HIV/AIDS yang tidak
terdeteksi berdasarkan kasus HIV/AIDS yang terdeteksi.
Kasus
yang terdeteksi (182) digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas
permukaan air laut, sedangkan kasus yang tidak terdeteksi di masyarakat
digambarkan sebagai bongkahan es di bawah permukaan air laut (Lihat Gambar).
Rumi
mengaku pihaknya sejauh ini telah melakukan berbagai sosialisasi guna mencegah
penyebaran HIV/AIDS.
Lagi-lagi
dalam berita tidak dijelaskan apa yang sudah dilakukan oleh pihak Rumi dalam
menanggulangi penyebaran HIV/AIDS. Kalau hanya sosialisasi itu tidak akan
bekerja karena sosialisasi sudah dilakukan sejak awal epidemi di tahun 1980-an.
Pertanyaan
untuk Rumi: Apakah di Malut ada pelacuran?
Rumi
pasti mengatakan: Tidak ada!
Rumi
benar karena di Malut tidak ada lokalasisasi pelacuran yang dibentuk
berdasarkan regulasi yang ditangani oleh dinas sosial.
Tapi,
apakah di Malut ada praktek pelacuran?
Kalau
Rumi tetap mengatakan tidak ada, berarti penyebaran HIV di Malut bukan karena
hubungan seksual tapi karena faktor-faktor lain.
Tapi,
kalau Rumi mengatakan ada, maka Pemprov Malut menghadapi persoalan besar karena
banyak laki-laki yang melacur dengan pekerja seks komersial (PSK) tidak memakai
kondom sehingga ada risiko penularan HIV.
Laki-laki
yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK menjadi
mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungans seksual
tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Kasus
HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi menunjukkan ada suami yang melacur
tanpa kondom di Malut atau di luar Malut. Ini akan bermuara pada ‘ledakan AIDS’.
***[AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.