Tanggapan Berita - “Klinik Rumah Tahanan (Rutan) Tanjung
Gusta Medan (Prov Sumatera Utara/Sumut-pen.), adanya warga binaan yang
terjangkit virus HIV/AIDS sebanyak 18 orang. Dan jika dikalkulasikan sejak
Januari-Agustus 2012, terdapat 40-an warga binaan yang terinfeksi virus
tersebut.” Ini lead berita “Rutan Tanjung Gusta Medan Temukan 18 Binaan
Idap HIV” (www.tribunnews.com, 1/9-2012).
Pernyataan
di lead berita itu mengesankan penyebaran
atau penularan HIV/AIDS antara wargaw binaan terjadi di dalam rutan.
Kalau
saja wartawan bertanya: Apakah narapidana (napi) dan tahanan menjalani tes HIV
sebelum masuk ke rutan?
Jawaban
pertanyaan di atas akan memberikan gambaran tentang epidemi HIV/AIDS di rutan.
Jika
tahanan dan napi yang masuk rutan tidak menjalani tes HIV ketika masuk ke
rutan, maka ada kemungkinan mereka tertular di luar rutan.
Tapi,
kalau tahanan dan napi yang akan masuk rutan menjalani tes HIV, maka bisa dilihat di mana mereka
tertular HIV. Kalau tes HIV sebelum masuk menunjukkan negatif, maka kalau hasil
tes HIV positif setelah mereka masuk rutan maka ada kemungkinan mereka tertular
di dalam rutan.
Namun,
perlu juga diperhatikan masa jendela yaitu jarak antara tertular HIV dan tes
HIV. Kalau jaraknya di bawah tiga bulan maka ada kemungkinan hasil tes bisa negatif
palsu. Artinya, hasil tes negatif karena belum ada antibody HIV di dalam darah, padahal sudah tertular HIV.
Soalnya, tes HIV dengan rapid test dan ELISA bukan mencari virus (HIV) di dalam
darah, tapi mencari antibody HIV.
Disebutkan
karena virus HIV/AIDS sulit menular maka
pihak rutan tetap menggabungkan warga binaan yang terinfeksi dengan warga
binaan lainnya.
Risiko
penyebaran HIV/AIDS di rutan bisa terjadi kalau terjadi kontak seksual dalam
bentuk seks anal (penis ke dubur atau anus) antara tahanan atau napi, atau
menyuntikkan narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) dengan jarum suntik
yang dipakai secara bergantian.
Pemahaman
yang tidak akurat tentang HIV/AIDS di sebagian wartawan membuat berita tidak
komprehensif bahkan hanya mengedapankan sensasi sehingga yang dipahami masyarakat
hanya mitos (anggapan yang salah).
Coba
simak pernyataan ini: “Dengan perincian 42 orang tahanan Rutan Kelas I-A
Tanjung Gusta Medan, terjangkit HIV dan tiga diantaranya positif mengidap
penyakit AIDS.” (waspada.co.id,
30/9-2012).
Pernyataan
di atas mengesankan ada beda antara ‘terjangkit HIV’ dan ‘positif mengidap AIDS’.
Yang terjadi adalah 42 tahanan terdeteksi mengidap HIV/AIDS, tiga di antaranya
terdeteksi pada masa AIDS. Yang tiga ini juga (sudah) tertular HIV. Bedanya
adalah yang terdeteksi HIV pada masa AIDS sudah menunjukkan gejala-gejala
penyakit yang terkait dengan HIV/AIDS, disebut infeksi oportunistik, seperti
ruam, jamur, sariawan, diare, TBC, dll. Sedangkan yang terdeteksi HIV belum
masa AIDS tidak menunjukkan gejala-gejala terkait AIDS.
Pemahaman
wartawan yang tidak akurat juga muncul pada pernyataan ini: “Para tahanan yang
terinfeksi penyakit HIV dan AIDS ini, hingga sekarang masih dalam
pengawasan intensif oleh dokter klinik Rutan Kelas Satu-A Tanjung Gusta Medan.”
(waspada.co.id, 30/9-2012).
HIV
bukan penyakit tapi virus. Maka, yang tepat adalah tahanan yang tertular atau
terinfeksi HIV. AIDS bukan virus dan buka pula penyakit, sehingga yang tepat
adalah tahanan yang sudah masuk masa AIDS.
Tidak
semua orang yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS harus diawasi secara intesif.
Pengidap HIV/AIDS yang belum masuk masa AIDS (antara 5 – 15 tahun setelah
tertular HIV) tidak menunjukkan gejala penyakit terkait AIDS. Sedangkan yang
sudah masuk masa AIDS pun tidak semuanya membutuhkan perawatan yang intensif.
Ada
lagi pernyataan: “Dijelaskan dokter Sakti Siregar, penyebab para tahanan ini
terjangkit HIV/ AIDS, disebabkan tiga factor yakni, berhubungan seks secara
bebas.”
Pernyataan
‘seks secara bebas’ tidak akurat. Selain itu tidak ada pula penjelasan apa yang
dimaksud dengan ‘seks secara bebas’. Kalau ‘seks secara bebas’ diartikan
berzina, maka tentulah tahanan itu melakukan zina dengan tahanan lain jenis.
Kalau
‘seks secara bebas’ diartikan sebagai homoseksual, maka hanya beberapa negara
yang melegalkan homoseksual dalam ikatan perkawinan.
Berita
tentang kasus HIV/AIDS di rutan atau lapas akan lebih baik kalau dibawa ke
ranah realitas sosial. Artinya, jika kelak tanahan atau napi itu bebas,
tentulah mereka akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat. Bagi
yang berkelurga akan menularkan HIV kepada istri atau suaminya.
Itulah yang perlu diberikan pencerahan kepada
masyarakat agar memahami risiko yang kelak bisa terjadi kalau ada anggota
keluarga atau kerabat yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS di rutan atau lapas. ***[AIDS
Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap]***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung ke situs AIDS Watch Indonesia.
Silahkan tinggalkan pesan Anda untuk mendapatkan tanggapan terbaik dari pembaca lainnya, serta untuk perbaikan ISI dan TAMPILAN blog ini di masa mendatang.